Minggu, 17 Maret 2013

Dokter Dirham

dr Augustine Sp.pd

Jadi ''Dokter'' Dirham

Saat memulai gerakan penggunaan transaksi dinar dan dirham Augustine diejek dan ditertawakan. Kini ia punya banyak pengikut, khususnya dari kalangan dokter.
  
Tangannya tak lepas dari Ipad. Berkali-kali ia memotret apa saja yang melintas di depan matanya. Bagai seorang fotografer, ia bergerak kesana-kemari memilih angel. Usianya yang sudah setengah abad, tak mempengaruhi fisiknya. Ia tetap berjalan dengan cepat. Bergerak tanpa henti mengitari satu per satu stand di Pasar Sultan Bintan, Seijang, Tanjungpinang.

Hari itu, untuk kedua kalinya Augustine, seorang dokter spesialis penyakit dalam, menggelar pasar yang menggunakan mata uang dirham untuk transaksi. ”Ini perjalanan panjang sejak lima tahun lalu. Sangat sulit sekali mengenalkan dirham sebagai mata uang. Bahkan saya saja diejek, diketawain. Katanya mau naik unta lagi ya,” cerita Augustine.

Augustine mengaku sedih, karena melihat begitu banyak orang yang tidak mengerti manfaat dinar dan dirham ini. Memang, bagi mereka yang sudah berpenghasilan cukup atau sudah di zona nyaman, tidak akan peduli. ”Harga naik atau naik turun nilai uang tidak akan berpengaruh bagi mereka. Maklum saja uang mereka banyak,” kata wanita berkacamata ini.

Padahal, kata Augustine, kalau mereka yang sekarang hidup dalam zona nyaman, semuanya mau
menggunakan dirham maka dipastikan perekonomian kita akan membaik. Tidak ada lagi yang akan mencetak uang sesukanya. Karena membuat uang kertas lebih mudah dan modalnya kecil. Hanya diberi warna saja. Merah, jadi seratus ribu, diberi biru jadi lima puluh ribu. Akhirnya uang kertas itu terus saja dicetak. Akibatnya inflasi. Semua harga naik. Sedangkan harga uang makin merosot. Sebagi contoh, kata Augustine, untuk membuat 100 dolar AS, hanya butuh modal 9,9 sen. Sedangkan untuk membuat satu dinar harus menyediakan modal 2,3 juta untuk membeli emas 4,25 gram.

Demikian juga membuat dirham, butuh 2,3 gram emas. Karena itu, makin sulit mencetak uang baru. Dokter yang memiliki klinik Ibumas di Bintan Center ini, menceritakan awal mula mengenal mata uang yang digunakan sejak 14 abad yang lalu itu. ”Saya sedang di Jakarta, dan ketemu Amir Zaim Saidi. Dia adalah ketua Amir Indonesia untuk gerakan dinar dirham. Saat itu mata uang dinar baru terkenal untuk investasi saja. Belum dipakai untuk transaksi jual beli,” katanya.

Sejak tahu manfaat dirham, Augustine, mulai memakainya. Ia juga mengenalkan dirham pada rekan-rekan sejawat. ”Saya kenalin dengan dokter-dokter. Makanya Tanjungpinang paling banyak dokter-dokter yang menjadi jawara atau jaringan wirausaha dinar dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia,” kata istri dari Ahmad Permadi, seorang konsultan.

Dari data www.wakalanusantara.com, ada sekitar delapan dokter spesialis yang mau dibayar jasanya dengan dirham. Mereka itu terdiri dokter spesialis kandungan, dokter spesialis anak, dokter gigi dan dokter umum. Kata Augustine, total  44 jawara dirham di Tanjungpinang.  Dengan bidang usaha yang beragam. Selain jasa dokter, ada klinik, laboratorium, toko pakaian, kantin, tiket, laundri, kursus bahasa Inggris, guru ngaji, juga penjual sembako.

Seperti saat digelar pasar dirham di Pasar Sultan Bintan minggu lalu, meja-meja yang disediakan terisi. ”Makin hari, makin banyak yang ingin menjalankan sunah Rasul. Yaitu memakai uang dirham dan menyimpan mata uang dinar,” kata Augustine lagi. Banyak keuntungan dengan memiliki dirham dan dinar. Dari nilainya saja stabil. Sejak 17 Januari 2013, nilai 1 dirham adalah  Rp70 ribu. Untuk 1 dinar Rp 2,3 juta. Selain itu tidak ada riba dari dinar maupun dirham. Karena proses membuat dirham dan dinar dengan modal yang sama dengan nilai mata uangnya.

Dua tahun ini tugas Augustine bertambah. Sejak ditunjuk sebagai wakala (money changer) di Kepri bersama wakala yang ada di Batam. Ia punya kewajiban untuk mendekatkan dinar-dirham ke masyarakat, mengajak untuk memakai, juga menerima pembayaran.

Wakala milik Augustine ada di klinik Ibumas di Bintan Center, sedangkan wakala pertama di Batam ada di Masjid Nurul Islam di Batamindo, namanya Wakala Nurul Islam. Sedangkan wakala baru bernama wakala Ghurindam ada di Kepri Center, milik Huzrin Hood.

Pasar Sultan Bintan yang menjadi pasar dirham adalah wakaf dari kesultanan Bintan.  Huzrin Hood, selaku Sri Paduka Tri Buana, Kesultanan Bintan. ”Sebenarnya sejak beliau menjabat sebagai Bupati Bintan tahun 2001, kita sudah mengenalkan dinar dan dirham. Namun baru sekarang pasar dinar dan dirham bisa terealisasi sejak beliau memegang gelar Sultan Bintan,” kata Augustine.

Sebagai seorang pelopor dinar dan dirham, Augustine telah mengubah kebiasaannya. ”Tahun lalu, saya berkurban dengan dinar. Alhamdulillhah dapat kambingnya gemuk. Makan siangpun juga sudah membayar dengan dirham, ''kata Augustine.

 Bagi Augustine, banyak keuntungan yang didapat dengan memiliki dinar dan dirham. Uang yang dimilinya bernilai tetap tidak terpengaruh naik turun harga. Selama. 14 abad, 1 dinar tetap bisa membeli 1 ekor kambing. Setidak-tidaknya  ia juga sudah menjalankan sunah Rasul. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar