Senin, 11 Maret 2013

Tije, Pemilik Tije Club & School

 Mr Maker van Batam

Bergelar S2 bidang hukum, Tije justru berkecimpung di bidang keterampilan. Ia menggerakkan anak-anak untuk menggambar dan membuat kerajinan tangan.

Tangannya dengan cekatan membuat lingkaran padas elembar amplop cokelat. Lalu diambilnya sebuah mangkok plastik yang kemudian direkatkan pada kertas yang tadi dipotongnya. Diguntinginya semua pinggiran kertas hingga menyerupai rambut. Lalu mangkok plastik yang masih polos itu digambari hidung dan mulut. Tak lupa ditempelkan kumis dari kertas juga mata buatan. Kepala Singa itu pun selesai dibuat
Tije, pemilik Tije School & club di The Central Sukajadi. Ia pun menirukan suara singa.

''Haaummm...haaummmm, ''kata Tije sambil menggerakkan kepala singa yang dibuat dari mangkok plastik pada Aqil. Melihat mainan yang dimintanya sudah jadi, Aqil bersorak gembira. Tije memang selalu membuatkan mainan ataupun gambar-gambar pada anak-anak kecil yang datang bersama orangtuanya ke kantor istrinya notaris Deborah Ekawati Lukman Dadali.
Pemilik nama Tionghoa, Hang Teng Tjai ini memang selalu berada di kantor istrinya, karena bangunan kantor itu bersebelahan dengan sekolah Tije Club & School. Dan juga sekarang menjadi tempat tinggal sejak memiliki dua balita.


Sekolah bercat oranye itu adalah mimpi Tije. ''Tak terasa sekolah ini sudah berumur 13 tahun. Saya baru tersadar saat ketemu siswa-siswa Tije Club & School yang sudah SMP,'' kata pria kelahiran Tanjungbalai
Karimun. Padahal dulu, kata Tije, untuk mewujudkan sanggar menggambar banyak sekali tantangannya. ''Orang-orang sekitar termasuk keluarga juga menganggap apa yang saya buat itu tidak bermanfaat alias useless.

Menurut mereka lebih baik buka les Bahasa Inggris atau Mandarin. Masih menguntungkan,'' kenang Tije.
Namun saat itu, Tije yang sudah kadung jatuh hati pada dunia kreativitas, terus melanjutkan niatnya. Tahun 2001, pertamakalinya ia buka sanggar menggambar. Di dalam sebuah kamar di rumah orangtuanya
di Dutamas Blok A2 Nomor 13, Tije mengajar 4 siswa pertamanya.

Bermodalkan satu papan tulis dan spidol, Tije membuka sanggar menggambar. ''Padahal waktu itu saya baru datang dari Bandung. Saya bekerja di sana. Saya seorang sarjana hukum. Tapi minat saya sangat besar pada dunia menggambar. Makanya saya rela meninggalkan pekerjaan yang sudah saya jalani bertahun-tahun demi hobi,'' tutur Tije.

Memang diakui Tije, saat itu ide-idenya dianggap tidak lazim di Batam. Karena saat itu, Batam juga belum ramai. Mall satu-satunya Center Point. Namun suatu kejadian tak terduga membuat Tije makin bersemangat
membangun sanggar menggambar. ''Tahun 2003 bulan Mei, saya buat Drawing Competition di Center Point. Di luar dugaan pesertanya mencapai 250 anak,'' kata Kak Tije, begitu ia biasa disapa.Sejak itu, Tije makin serius menangani sanggar menggambarnya. Dan hasilnya mulai kelihatan, dari satu kamar. menjadi dua kamar belajar.

Siswanya mulai banyak. Dan di tahun 2003, sanggar menggambar pindah ke gedung yang lebih besar di The Central Sukajadi. Bangunan ini kemudian menjadi cikal bakal Sekolah Tije Club & School. Bagi Tije, keterampilan menggambar harus diajarkan pada anak-anak. Karena dengan menggambar banyak sekali manfaatnya. ''Saya lihat anak-anak yang pernah belajar di sini punya sikap yang tidak mudah menyerah. Mereka sudah terbiasa kreatif, terus mencari ide, hingga terbentuklah jiwa yang ulet,'' jelas Tije.

Apalagi kata Tije, zaman sekarang, anak-anak lebih cerdas. Orangtua perlu mengikuti perkembangan zaman. Saatnya orangtua juga harus mengetahui dasar-dasar menggambar. Agar saat ditanya anaknya soal menggambar, bisa membantu menggambar. Karena saat orangtua menolak ketika diminta menggambar oleh anak-anaknya maka terhambatlah kreativitas anak.

''Banyak juga orangtua siswa minta saya buka kelas privat. Memang sebaiknya, orangtua tahu bentuk-bentuk dasar menggambar hewan, tumbuhan juga orang. Jadi akan mudah saja menggambar,'' tutur alumni
S1 jurusan hukum, Universitas Parahyangan Bandung.

Tije pun mengingat saat-saat dulu ia mulai belajar menggambar. ''Umur saya waktu itu masih 5 tahun. Setiap sore saya sudah standby di depan tv. Menunggu Pak Tino Sidin menggambar. Saya juga bisa betah berlama-
lama sambil nonton tv. Saya banyak belajar sendiri. Otodidak,'' kata pria kelahiran 1973.
Dukungan istri sangat dirasakan Tije. Diakuinya, istrinya tidak pernah cerewet. ''Bagi saya itu sudah sangat baik. Tapi kadang kala, dia juga suka protes. Biasanya saat ke toko buku. Kata istri saya, sarjana hukum kok tidak ke rak buku hukum, malahan beli buku kerajinan tangan juga menggambar,'' cerita pria yang juga memiliki gelar M. Hum.

Kepiawaian Tije memanfaatkan barang-barang bekas memang memperlihatkan betapa Tije sangat menguasai teknik keterampilan. Sambil berjalan menuju sekolah, Tije pun menunjukkan sebuah gabus panjang yang ada
di teras kantor istrinya. ''Itu saya temukan di pinggir jalan. Belum tahu mau diapakan. Tapi saya simpan aja dulu,'' kata ayah dari Adeo Dato A Suo Tempo (7), Donato Didio Desi Derato (2 tahun) dan Devina
Promessa Realizzata (6 bulan). Biasanya kalau ada ide dan ada barang makin mudah dibuat. Karena, kata
Tije, ide sering datang tanpa diduga- duga. ''Itulah gunanya saya nyetok gelas, mangkok plastik.,''katanya.

Istrinya, kata Tije, juga sering membelikan pernak-pernik saat ia keluar kota atau hanya di Batam. Tije pun menunjukkan sebungkus mata mainan yang dibelikan istrinya. Mata mainan yang ditempelkan pada mangkok plastik itu memang membuat wajah singa menjadi garang. ''Ini dibelikan istri saya sewaktu ke Tanjungpinang. Dia paling suka belikan kalau ada barang-barang yang bisa dijadikan kerajinan tangan,'' kata Tije. Menurut Tije, ia memang tak berminat menjadi pengacara. Tapi ilmu hukum yang didapatnya saat kuliah S2 itu masih
digunakan ketika ada klien minta gambaran investasi di Batam. Biasanya, klien itu datang ke kantor istri saya untuk konsultasi. Dan saya bertugas menjelaskan gambaran bisnis di sini. Ada satu obsesi yang sampai sekarang ingin dibuat Tije, ia ingin membuat program acara di televisi seperti Mr Maker yang ada di BBC. ''Memperlihatkan bahwa barang-barang bekas masih bisa dimanfaatkan. Tontonan seperti ini baik
sangat baik untuk anak-anak,'' kata Tije.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar