Sabtu, 18 Januari 2014

Maria Mediatrix, Pengajar Sukarela di Pulau Bertam dan Penceramah Agama di Pulau-pulau Kecamatan Belakang Padang


Lima kilo beras, beberapa bungkus kopi, teh juga dua kilo beras sudah dalam bungkusan kantong plastik. Yang lainnya, dua lusin buku tulis, pensil dan pulpen juga sudah ada di kantong plastik terpisah. Sambil menunggu ojek langganan datang, Maria Mediatrix menutup celah-celah pintu bagian bawah dengan lipatan kertas. ''Sudah terlalu sering ular masuk kedalam rumah. Kebanyakan ular kobra. Besarnya selengan kita ini, ''kata Maria sambil menunjuk lengannya.

Rumah kapling yang belum diplester ini memang langsung bersebelahan dengan hutan lindung di Tiban Kampung. Maria sudah menempati rumah ini sejak tahun 2006. Sejak bercerai dengan suaminya, ia menjadi orangtua tunggal. Dan  hanya tinggal bertiga saja dengan dua putranya, M. Umar (8) dan M.Hamzah (7). Kondisi Maria yang hanya menjadi penceramah di pulau-pulau membuat ia belum mampu memperbaiki rumahnya lagi. ''Dulu triplek aja, alhamdulilah sekarang sudah batu. Walaupun  belum diplester. Namun sudah lebih baik. Tanah ini pun hibah dari pemilik tanah di Tiban Kampung ini. Dulu saya berniat membeli dengan mencicil, tapi alhamdulilah saya diberi tanah ini. Ukurannya 10x10 m,''kata Maria . 

Rumah tanpa kamar tidur itu, dipenuhi tumpukan baju-baju dihampir sudut ruangan. Karena tidak ada lemari yang bisa dipakai untuk menyimpan pakaian-pakaian itu. Kompor minyak tanah juga panci-panci diletakkan begitu saja didepan kamar mandi. Tak jauh dari itu, dua kasur tipis digelar dengan spray lusuh. Sudah hampir dua minggu ini, Maria meninggalkan rumah dan menitipkan anaknya pada temannya yang juga sesama anggota Persatuan Mubaliq Batam di Batuaji. ''Makanya rumah berantakan sekali. Saya tinggal dua minggu ke Singapura untuk promosikan album mini saya. Alhamdulilah 50 buah CD yang saya bawa habis,''kata Maria yang baru merilis mini album berjudul Ayangku. 
Sejak albumnya diluncurkan bulan Februari lalu, Maria sangat sibuk. Ia mendatangi semua kenalannya untuk menawarkan lagu-lagu ciptaannya sendiri. Karena ia yakin, hanya dengan menjual CD ia dapat segera membangun Islamic Center di pulau Bertam. ''Sudah satu bulan ini tukang ngerjain tiang pancang ini. Nantinya, tiang panjang akan ditambah. Selanjutnya akan dibuat rumah panggung dengan luas bangunan sampai 10x10m,''kata Maria sambil menunjuk batas bangunannya.
Kebetulan hari itu, Selasa (30/7) laut sedang surut. Maria bergegas turun bersama dua anaknya dari jalan pelantar. Ia ingin melihat langsung tiang-tiang pondasi Hanif Center, yaitu bangunan yang menjadi  pusat Islam suku laut di kecamatan Belakang Padang. Baru beberapa langkah melewati pelantar di Pulau Bertam yang kebanyakan sudah lapuk dan mulai bergoyang ketika dilewati, kaki Umar, putra sulungnya terperosok kedalam sela-sela kayu pelantar. Ia pun menjerit kesakitan karena kakinya tidak bisa dikeluarkan. Melihat kejadian itu, seorang gadis pulau Bertam yang baru saja berenang di laut, segera mengambil inisiatif dengan mencabut kayu yang menjepit kaki bocah. 

Terperosoknya kaki Umar adalah kejadian kedua yang dialami anak-anak Maria selama mengikuti dirinya mengajar dan memberi ceramaha agama ke pulau-pulau. Sebelumnya ketika Umar masih berusia 6 tahun, anak Maria ini pernah tercebur ke laut di pulau Bertam. Maria memang selalu membawa anak-anaknya saat berdakwah. ''Dari kecil, anak-anak sudah saya bawa-bawa. Pengecualian saja, kalau kondisi sedang angin kencang, atau sekolah, mereka saya titipkan di panti asuhan. Tapi sekarang tidak lagi, karena setiap kali pergi ke pulau, saya pilih hari libur, jadi anak-anak bisa ikut. Tapi kemarin 2 minggu ke Singapura jualan kaset, anak-anak terpaksa saya titip pada  ustad Nahnu, teman sesama anggota Persatuan Mubaliq Batam yang tinggal  di Kemuning, Tanjungpiayu.

Maria pun melanjutkan niatnya untuk melihat pancang-pancang yang tertanam di laut. Setelah memastikan kaki putranya tidak ada masalah, Maria, seorang Mualaf asal Maluku Tenggara ini mulai turun ke laut. Pasir laut itupun langsung melekat di sandal jepit yang dikenakan Maria. Langkahnyapun makin melambat karena menahan beban pasir yang menempel di sandal. Akhirnya, Maria tiba juga di lokasi tempat tiang-tiang bakal bangunan Hanif Center. ''Baru tiang saja sudah habis 15 jutaan. Uangnya dari penjualan album dan bantuan teman. Dari Singapura kemarin, alhamduliah, bisa bawa uang untuk THR murid-murid saya juga untuk  bayar tukang.''kata wanita yang berusia 41 tahun ini. 

Rencananya, dengan adamgn hanif center ini, bisa digunakan utk tempat ibadah, belajar, krn org suku laut gak suka ke darat, sukanya dekat dgn laut. Nantinya majelis taklim al hanif
Wirid sebulan sekali datang ke bertam, spy nanti bisa jadi tempat wisata.
Ibu-ibu wirid di pulau-pulau di seluruh kecamatan belakang padang, spt p. Bertam, pulau sarang, pulau pemping, mongkol, labon. Seja

jamiah islamic center di gelang, Singapura. Pusat islam di singapura. Pejabat di islamic center, Ustad M.Nur. Orangtua Habib Taher salah satu pendiri islamic center, M. Zailani, yg membantu penjualan kaset. 50 kaset terjual dgn harga antara 10-20 dolar Singapura. Dua minggu disana, promosi kaset. Terakhir ceramah di pulau sarang. Judul album ayangku, ciptaan lagu sendiri, mini album 6 lagu. Peluncuran pertama, diedarkan di batam tgl 14 februari.

Hanif center, sdh dibangun 1 bln sblm puasa, buat pondasi. Dgn biaya 15 jta, uang dari penjualan album dan bantuan teman. Pulang dari singapura, bagi2 thr ke anak2 juga bayar tukang. Rencananya dgn hanif center ini, bisa digunakan utk tempat ibadah, belajar, krn org suku laut gak suka ke darat, sukanya dekat dgn laut. Nantinya majelis taklim al hanif

Wirid sebulan sekali datang ke bertam, supaya nanti bisa jadi tempat wisata.
Ibu-ibu wirid di pulau-pulau di seluruh kecamatan belakang padang, spt p. Bertam, pulau sarang, pulau pemping, mongkol, labon. Sejak tahun 2009. Biasa datang ke RW atau RT, tinggal disitu. Atau datang ke tempat wirid aktif. Kalo mulai ngajar anak2 tahun 2012 dgn jumlah 13 anak. Udh lama pengen bangun disini. Cuman masing2 kelompok suka bentrok dan iri hati. Sempat dilaporkan ke pak lurah. Mrk gak suka orang luar datang, mengajar bahasa inggris saja ditentang dgn salah satu guru. Padahal ngajar diluar jam sekolah, apalagi ada anak yg putus sekolah. Padahal buat islami utk orang suka laut. Yg ada pulau bertam ada 148 kk. Rumah2 dibantu Menteri Sosila RI bahan bangunan senilai 10 juta.

Mau terus promo album, sampe ke brunai. ''Selalu minta sama Allah, diberi kemudahan. Dan memang selalu ditunjukkan jalan harus kemana.
Ukuran 10 x 10 m. Sebulan ini baru 9 pancang. Tukang disini mau tetap kerja, gak apa gak puasa. Tapi maria larang, minta abis puasa aja.

Nuntan (40), yg bantu jaga bahan2 material, anak 7 orang. 2 tahun cucunya randi. Bahri (80), tinggal disini dari tahun 1989. Tinggal dengan anak dan menantu. 

Ini panggilan hati. Ingin jadi pusat islam suku laut di kecamatan belakang padang. Sudah bicara dengan wako, tapi blm ada respon. Tidak ada ambil keuntungan dari balik ini. Niatnya bekerja utk agama Allah aja. Caranya beda2, sy pake album, yg kumpulkan. Banyak jg yg gak suka.

Anggota persatuan mubaliq batam th 2008. Pertama masuk ke batam, sdh berfikir utk berbuat sesuatu.  Hanif artinya(condong pada kebenaran).

20 tahun gak pernah ketemu orangtua. Sejak menjadi mualaf. Gak dianggap anak lagi. Fransicus, pensiunan angkatan udara dan ursula margaret tinggal di Bogor. Kepengen ketemu tapi takut diusir. Sering nangis ingat bapak. Pernah ajak anak2 kesana tapi gak diacuhin.

Jadi orangtua tunggal sejak 8 tahun lalu. Sering dititipi ke ustad nahnu di kemuning, tanjungpiayu. Sekarang tinggal di tiban kampung, rumah paling ujung berbatasan dengan hutan lindung.


Dia hanya seorang wanita, ibu dua anak. Berani melintas laut dengan pompong kecil demi mencerdaskan anak-anak suku laut.

Lima orang pria baru saja keluar dari laut. Langkah-langkah mereka berat, karena menarik selembar besi tua yang sudah karatan. Lempengan besi bekas  kapal itu tak seberapa lebarnya, tapi cukup membuat wajah kelima orang itu sumringah. Tak lama, suara mesin pemotong besi sudah terdengar di pelabuhan Pandan Bahari Tanjunguncang siang itu. Suara yang menusuk telinga itu tak membuat Maria Mediatrix yang sejak tadi duduk di pelantar itu terganggu. Ia tetap tenang, sambil matanya melihat jauh ke pulau Bertam. Sudah hampir setengah jam, wanita yang menjadi guru sukarela di pulau Bertam itu duduk menunggu pompong yang akan menjemputnya. ''Tadi sudah nelpon pak Muhtar. Saya memang selalu dibantu pak RT untuk antar dan jemput ke pulau,''kata Maria pada Batam Pos, Selasa (9/10) di pelantar pelabuhan Pandan Bahari.
Lima belas menit berlalu, pompong Pak RT yang ditunggu-tunggu tak juga kelihatan. Tiba-tiba ponsel Maria berbunyi, bertanda sms masuk. ''Bu, nanti bapak jemput sekalian antar teri,''kata Maria membaca  sms dari Yayang, anak Muhtar.

Maria pun kembali menunggu di pelantar. Karena yang ditunggu tidak juga datang, Maria pun berinisiatif menyewa pompong nelayan yang sejak tadi bersandar di pelantar. Sebuah pompong kecil akhirnya mau mengantarkan Maria ke pulau yang dikenal sebagai tempat tinggalnya orang-orang Suku Laut.

Pompong yang hanya berjarak sejengkal dari air laut itu membawa Maria dalam hitungan dua puluh menit saja ke pulau Bertam. ''Saya sudah biasa seperti ini. Keliling dari satu pulau ke pulau lain ngasih ceramah agama. Tapi sejak badan saya ngak kuat lagi kena angin laut, saya hanya pergi ke pulau Bertam, ngajar anak-anak juga pengajian dengan ibu-ibunya,''kata Maria di atas pompong.

Empat tahun sudah, Maria bolak-balik Tanjunguncang-Pulau Bertam. Mengajari anak-anak bahasa Inggris. Maria mengaku ingin sekali memberi sesuatu yang beda dari yang ada saat ini. ''Saya asli orang Maluku Tenggara. Di daerah kami, bahasa Inggris dan bahasa Belanda menjadi bahasa percakapan sehari-hari. Makanya Bahasa Inggris saya cukup baik.  Inilah jadi modal saya mengajari anak-anak di pulau,''kata wanita yang kakeknya seorang Belanda.

Siang itu, tak seperti biasa. Maria harus menunggu murid-muridnya di rumah Muhtar, RT pulau Bertam. ''Biasanya saya masih ditengah laut, mereka sudah menunggu. Ada dua puluhan anak yang belajar dengan saya. Mulai dari umur 5 tahun sampai 12 tahun,''kata wanita yang tidak lulus SMA namun sekolah di pesantren.
''Lagi pada di acara pengantin. Makanya anak-anak belum datang. Sebentar lagi dipanggil,'' kata Nurmadiyah, istri Muhtar sambil menghitung uang ribuan dari hasil menjual bers bulog.
Acara pernikahan menjadi hiburan penduduk pulau Bertam, pulau Gara, pulau Linga  dan pulau-pulau kecil  disekitarnya. Mereka datang berbondong-bondong melihat hiburannya. Di pelantar pulau Bertam saja, lalu lalu pompong membawa penduduk sekitar. Mereka datang dengan pakaian ala kadarnya. Ada yang mengenakan celana pendek dipadu kaos u can see, baju tidur juga baju rumah yang warnanya lusuh.
Menjelang pukul 15.00 WIB, satu persatu murid Maria berdatangan. Bocah-bocah berkulit hitam legam masuk kedalam rumah Muhtar sambil membawa buku tulis dan pensil. Fitri (11)datang dengan adiknya, Lara (5). Menyusul Mona (7) datang hanya mengenakan kaos singlet kumal. Juga Lusiana (8). Ratna (11) menjadi murid terakhir yang datang.

Bocah berbadan subur ini baru duduk di kelas 2 SD walau umurnya 11 tahun. Di ruang tengah rumah panggung Muhtar itu, Maria mengajak lima muridnya duduk. Menghadap papan tulis yang baru dua minggu ini dibelikan BP Kawasan. ''Saya minta bantuan ke OB. Karena kasihan lihat anak-anak. Sekarang mereka makin semangat belajar. Berebut menulis di whiteboard,''kata wanita kelahiran tahun 1972 ini. Maria pun bercerita bahwa ia selalu membeli karton untuk dijadikan papan tulis. Karton itu dibelinya dengan harga Rp8000. Setiap kali mengajar, setiap kali itu juga, karton baru harus disediakan Maria. Anak-anak juga hanya diberi selembar kertas folio untuk menulis materi yang diajarkan.

Maria memang harus mengeluarkan uang sendiri. Bahkan transportasi pun ia tanggung. ""Ya minimal Rp50 ribu untuk ongkos pulang pergi. Naik angkot dari rumah saya di tiban kampung sampai ke Tanjunguncang. Kemudian ongkos pompong. Saya sering ngasih untuk ganti uang minyak pompong,''kata wanita yang menjadi mualaf sejak duduk di bangku SMU.

Maria yang tidak memiliki pekerjaan tetap ini yakin tetap bisa menjalankan misinya. Ia percaya rezeki pasti datang. Maria memang dikenal sebagai ustazah, pemberi ceramah agama di pengajian ibu-ibu.
Seminggu dua kali, Maria pasti turun ke pulau Bertam. Dua anaknya , Franli Leonardo (9) dan M. Omensyah (8) dititipkan di panti asuhan di Tiban.

Dulu sewaktu kedua anaknya masih kecil, yang bayi dititipkan pada pak RT di Tiban Kampung, anaknya sulungnya dibawa. ''Si abang saya gendong. Waktu itu umurnya masih  satu tahun. Anak saya pernah kecebur laut. Dia tiba-tiba jatuh . Untungnya ada yang cepat nolong. Anak saya ngak apa-apa. Sekarang, mereka tidak pernah  saya ngak ajak lagi. Saya titipkan saja di panti asuhan di Tiban,''kata Maria yang kini menjadi single parent sejak suaminya meninggal dunia.

Sore itu, si bungsu tiba-tiba menelpon. Dari obrolan di telpon itu, kedua anaknya minta Maria segera menjemput. "Si adek nangis, katanya udah kangen maminya,''kata Maria.
Maria mengaku sudah menitipkan anaknya sejak dua hari. Karena ia harus ke pulau Bertam mengurus surat penunjukkan dirinya menjadi pengajar di pulau Bertam dan menginap di sana.
''Bu ayo ajarin nyanyi,''kata Lara tiba-tiba membuyarkan lamunan Maria. Mariapun segera bersenandung. Sebuah lagu ciptaannya sendiri ia ajari pada kelima siswanya. ''Nanti kalian siap-siap ikut rekaman ya,''kata Maria pada siswanya.

Sudah beberapa bulan ini Maria sedang menyiapkan album lagu. Ia ciptakan sendiri baik itu kata-katanya juga musiknya. Ada enam lagu yang selesai di aransemen. Seperti Sayangku, bulan bintang, doa bunda, ya Allah, biarkan ku pergi dan kekasihku. ''Lagu-lagu ini sudah bisa didengar. Karena sudah direkam di cd,''kata Maria sambil memperlihatkan sekeping cd.

Nantinya kata Maria, anak-anak suku laut akan ikut bernyanyi. Dari hasil penjualan album ini akan disumbangkan untuk pendidikan anak-anak suku laut. Sekarang, kata Maria, ia akan konsentrasi dulu di pulau Bertam, selanjutnya ia juga akan mengajar anak-anak di pulau Gara dan Lingka. "Kan jaraknya juga ngak jauh dari pulau Bertam. Kasihan kan kalo tidak ada yang memberi pelajaran tambahan pada mereka.

Maria mengaku  sedih melihat keseharian anak-anak suku laut. Banyak yang putus sekolah. Rata-rata sekolah dasar saja. Tapi ada juga yang tidak sekolah. Mereka lebih memilih cari ikan. ''Kalau Magrib, mereka sulit diajak belajar atau mengaji. Mereka lebih memilih melaut. Biasanya udah pada bawa alat pancing,''kata Maria.

Apalagi ditambah kondisi listrik yang belum ada. ''Genset saya sudah rusak. Sudah tiga tahun dibeli. Dan sudah beberapakali diperbaiki. Kalau lagi bagus, genset itu hanya bisa menerangi 16 rumah saja. Itupun sampai pukul 12 malam,''kata Muhtar yang sudah menetap di darat sejak tahun 1984. Setiap warga yang ingin rumahnya diterangi listrik membayarkan uang sebesar Rp5000 perhari.

Kadang, disaat anak-anak sedang belajar, genset tiba-tiba rusak. Muhtar mengaku tak punya pilihan lagi. Untuk membeli genset baru, ia mengaku belum punya dana lagi. Ia berharap ada pihak-pihak yang berbaik hati dan perhatian pada pendidikan anak-anak suku laut mau menyumbangkan genset ke pulau Bertam.
Saat ini di pulau Bertam, jumlah kepala keluarga mencapai 50 kk. Kebanyakan tinggal di tepi pantai dengan mendirikan rumah panggung. Rumah-rumah tersebut dibangun oleh Otorita Batam tahun 1998.

 ''Waktu itu pak Soedarsono yang bangun rumah-rumah orang suku laut disni. Baik itu yang di pulau Gara, Bertam juga Lingka),''kata Muhtar. Kondisi rumah yang dibangun OB itu  ada yang sudah rusak. Tapi ada yang tetap ditempati. Kalau sekarang penduduk di pulau Gara sekitar 50 kk, di pulau Lingka 50 kk. Mereka semua orang suku laut, yang tadinya tinggal di perahu. Muhtar bahkan masih ingat saat-saat tinggal di perahu. Berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain. Berbeda dengan Nurmadiyah, istrinya, yang sudah mulai suka tinggal di darat saat remaja. Ia senang ketika  ada yang mengajarinya menjahit dan membuat kue. ''Saya ingin maju,''kata ibu dari Yayang (30) dan Azan (23), guru honorer di SD 006 Pulau Bertam. ***

Kelamaan Ditinggal, Dilupakan Anak-anak

Ustadz Luqman Rifai, Pendamping haji dan umroh

Selembar kain ihram berwarna putih itu dililitkan perlahan menutupi pinggang hingga mata kakinya. Mirip seperti memakai sarung pada umumnya. Selesai cara pertama, ia mencontohkan lagi cara pemakaian ihram kedua.  Puluhan jamaah haji plus Zulindo yang ada di dalam ruangan itu pun memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Hening sejenak saja, namun tak lama kembali terdengar suara-suara.  ''Ulang lagi ustadz. Ulang lagi,''kata jamaah haji serempak.

Tidak Ada Kata Berhenti Mengajarkan Agama Allah

Hj. Emmy Warsih, Pelopor Majelis Taklim di Kepri

Ketika sakit tak membuatnya menyerah. Ia tetap membuat kegiatan keagamaan, walau dari rumah.

Keriput di wajahnya makin terlihat jelas. Bobot tubuhnya juga banyak menyusut . Berjalan tidak secepat dulu lagi. Kakinya pun mudah sakit karena pengaruh diabetes. Tak heran jika anaknya tidak memperbolehkan lagi ia bepergian sendiri. Naik turun angkot seperti dulu.  Kini hari-harinya lebih banyak di rumah. Membaca buku kesukaannya, mengaji, sholat juga bermain dengan cucu.

Perlukah Khitan pada Perempuan

Ternyata sunat telah dilakukan sejak zaman prasejarah. Hal ini dapat diamati dari gambar-gambar di gua yang berasal dari zaman Batu dan makam
Mesir purba. Khitan  tidak hanya dilakukan pada laki-laki melainkan juga pada perempuan. Namun kini, beragam pendapat menanggapi  soal khitan pada anak perempuan. Ada yang setuju namun ada yang tetap melarang.  Bagaimana  sih  khitan itu, hingga menimbulkan pro dan kontra ?

Waspadai Keputihan Saat Kehamilan


Sepanjang kehidupan wanita, pasti akan mengalami keputihan, atau yang dikenal dengan Fluor Albus. Apalagi selama kehamilan, sebagian perempuan akan mengalami keputihan atau keluarnya cairan putih dari Ms V dalam jumlah banyak. Keadaan ini membuat ibu hamil menjadi tidak nyaman, bahkan juga tidak sehat. Lalu apa yang harus dilakukan?

Bersedekah Berjamaah

Komunitas Makelar Sedekah Batam

Sedekah is My Lifestyle. Begitulah moto yang dibuat komunitas makelar sedekah ini Mereka mengemas sedekah dengan bentuk yang unik.


Suara Azan sholat Jumat terdengar nyaring dari toa kubah masjid bercat hijau itu. Bersamaan dengan suara azan, dari segala penjuru, laki-laki, tua muda berdatangan menuju masjid yang terletak di perumahan Mediterania, Batam Center ini. Diantara jamaah laki-laki yang berdatangan itu, beberapa wanita dan pria berkaos hitam, bahu-membahu mengangkat ratusan nasi bungkus dan air mineral dari mobil yang terparkir di halaman masjid. Ratusan nasi bungkus itu pun diatur di atas meja-meja kecil di empat pintu keluar masjid Al Muhajirin. Sebuah spanduk kecil tertempel di di dinding tepat diatas tumpukan nasi. Bertuliskan Komunitas Makelar Sedekah dan bergambar dua buah nasi bungkus. Sambil menunggu sholat Jumat usai, wanita-wanita muda berkerudung itu duduk di teras. Kira-kira lima belas menit kemudian, ketika jamaah sholat Jumat mulai keluar dari dalam masjid, bergegas mereka berdiri membagikan nasi bungkus tadi. '' Silahkan pak, nasi bungkusnya gratis,''kata Binar, penggagas Jumat Berbagi Nasi Bungkus.

Jangan Tergoda susu Formula yang Terbaik ASI Eksklusif

Usianya baru menginjak 1 tahun 9 bulan, namun balita ini sudah banyak menguasai beberapa kosa kata. Ia dapat mengucapkan dengan benar. Menyebut ayam, huruf a, b juga c. Dan masih banyak kata-kata lain. Damar, begitu nama panggilan bayi itu, juga sudah bisa membentuk balok-balok kayu menjadi kereta api dan menyusunnya menjadi tumpukan yang tinggi.

Waspadai 3 Kelainan Mata pada Anak

Akhir-akhir ini Dinda, siswa kelas 1 SD ini  mengeluhkan matanya sering berair. Bahkan disekolah, ia mulai tidak bisa membaca tulisan di papan tulis dengan baik. Nilai Dinda juga terus menurun seiring dengan keluhanannya itu. Agar tidak menjadi masalah yang serius, bunda Dinda pun segera memeriksakan mata anaknya itu. 

Si Perias Pengantin Raih Juara Kuliner Nasional

Ani Siti Aisyah, Juara I Lomba Masak Serba Ikan Tingkat Nasional (LMSI) ke 11


Dulunya perias pengantin. Kini memilih jadi pembuat kue. Bahkan juara hingga tingkat Nasional dengan kudapan andalannya sus bebek.

Bebek-bebek itu seperti sungguhan. Padahal dibuat dari kue sus. Kue yang dalam bahasa aslinya Choux Pastry (baca: Su Pestri), yaitu kue yang bertekstur lembut dan kopong bagian dalamnya, sehingga dapat diisi dengan vla dengan aneka rasa. Ani Siti Aisyah mampu membuatnya menjadi unik dan lucu. Ia tambahkan sus kering yang dibentuk menyerupai leher bebek. Ia juga membuat  sayap dari kue itu juga, Ani hanya  membelah kue sus tadi menjadi dua bagian, dan hasilnya memang seperti dua buah sayap yang mengembang.