dr Augustine Sp.pd
Jadi ''Dokter'' Dirham
Saat memulai gerakan penggunaan transaksi dinar dan
dirham Augustine diejek dan ditertawakan. Kini ia punya banyak pengikut,
khususnya dari kalangan dokter.
Tangannya tak lepas dari Ipad. Berkali-kali ia memotret apa saja yang
melintas di depan matanya. Bagai seorang fotografer, ia bergerak
kesana-kemari memilih angel. Usianya yang sudah setengah abad, tak
mempengaruhi fisiknya. Ia tetap berjalan dengan cepat. Bergerak tanpa
henti mengitari satu per satu stand di Pasar Sultan Bintan, Seijang,
Tanjungpinang.
Hari itu, untuk kedua kalinya Augustine, seorang dokter spesialis
penyakit dalam, menggelar pasar yang menggunakan mata uang dirham untuk
transaksi. ”Ini perjalanan panjang sejak lima tahun lalu. Sangat sulit
sekali mengenalkan dirham sebagai mata uang. Bahkan saya saja diejek,
diketawain. Katanya mau naik unta lagi ya,” cerita Augustine.
Augustine mengaku sedih, karena melihat begitu banyak orang yang
tidak mengerti manfaat dinar dan dirham ini. Memang, bagi mereka yang
sudah berpenghasilan cukup atau sudah di zona nyaman, tidak akan peduli.
”Harga naik atau naik turun nilai uang tidak akan berpengaruh bagi
mereka. Maklum saja uang mereka banyak,” kata wanita berkacamata ini.
Padahal, kata Augustine, kalau mereka yang sekarang hidup dalam zona
nyaman, semuanya mau
menggunakan dirham maka dipastikan perekonomian
kita akan membaik. Tidak ada lagi yang akan mencetak uang sesukanya. Karena membuat uang
kertas lebih mudah dan modalnya kecil. Hanya diberi warna saja. Merah,
jadi seratus ribu, diberi biru jadi lima puluh ribu. Akhirnya uang
kertas itu terus saja dicetak. Akibatnya inflasi. Semua harga naik.
Sedangkan harga uang makin merosot. Sebagi contoh, kata Augustine, untuk
membuat 100 dolar AS, hanya butuh modal 9,9 sen. Sedangkan untuk
membuat satu dinar harus menyediakan modal 2,3 juta untuk membeli emas
4,25 gram.
Demikian juga membuat dirham, butuh 2,3 gram emas. Karena itu, makin sulit mencetak uang baru. Dokter yang memiliki klinik Ibumas di Bintan Center ini, menceritakan
awal mula mengenal mata uang yang digunakan sejak 14 abad yang lalu
itu. ”Saya sedang di Jakarta, dan ketemu Amir Zaim Saidi. Dia adalah
ketua Amir Indonesia untuk gerakan dinar dirham. Saat itu mata uang
dinar baru terkenal untuk investasi saja. Belum dipakai untuk transaksi
jual beli,” katanya.
Sejak tahu manfaat dirham, Augustine, mulai memakainya. Ia juga
mengenalkan dirham pada rekan-rekan sejawat. ”Saya kenalin dengan
dokter-dokter. Makanya Tanjungpinang paling banyak dokter-dokter yang
menjadi jawara atau jaringan wirausaha dinar dibandingkan dengan daerah
lain di Indonesia,” kata istri dari Ahmad Permadi, seorang konsultan.
Dari data www.wakalanusantara.com, ada sekitar delapan dokter
spesialis yang mau dibayar jasanya dengan dirham. Mereka itu terdiri
dokter spesialis kandungan, dokter spesialis anak, dokter gigi dan
dokter umum. Kata Augustine, total 44 jawara dirham di Tanjungpinang.
Dengan bidang usaha yang beragam. Selain jasa dokter, ada klinik,
laboratorium, toko pakaian, kantin, tiket, laundri, kursus bahasa
Inggris, guru ngaji, juga penjual sembako.
Seperti saat digelar pasar dirham di Pasar Sultan Bintan minggu lalu,
meja-meja yang disediakan terisi. ”Makin hari, makin banyak yang ingin
menjalankan sunah Rasul. Yaitu memakai uang dirham dan menyimpan mata
uang dinar,” kata Augustine lagi. Banyak keuntungan dengan memiliki dirham dan dinar. Dari nilainya
saja stabil. Sejak 17 Januari 2013, nilai 1 dirham adalah Rp70 ribu.
Untuk 1 dinar Rp 2,3 juta. Selain itu tidak ada riba dari dinar maupun
dirham. Karena proses membuat dirham dan dinar dengan modal yang sama
dengan nilai mata uangnya.
Dua tahun ini tugas Augustine bertambah. Sejak ditunjuk sebagai
wakala (money changer) di Kepri bersama wakala yang ada di Batam. Ia
punya kewajiban untuk mendekatkan dinar-dirham ke masyarakat, mengajak
untuk memakai, juga menerima pembayaran.
Wakala milik Augustine ada di klinik Ibumas di Bintan Center,
sedangkan wakala pertama di Batam ada di Masjid Nurul Islam di
Batamindo, namanya Wakala Nurul Islam. Sedangkan wakala baru bernama
wakala Ghurindam ada di Kepri Center, milik Huzrin Hood.
Pasar Sultan Bintan yang menjadi pasar dirham adalah wakaf dari
kesultanan Bintan. Huzrin Hood, selaku Sri Paduka Tri Buana, Kesultanan
Bintan. ”Sebenarnya sejak beliau menjabat sebagai Bupati Bintan tahun
2001, kita sudah mengenalkan dinar dan dirham. Namun baru sekarang pasar
dinar dan dirham bisa terealisasi sejak beliau memegang gelar Sultan
Bintan,” kata Augustine.
Sebagai seorang pelopor dinar dan dirham, Augustine telah mengubah
kebiasaannya. ”Tahun lalu, saya berkurban dengan dinar. Alhamdulillhah
dapat kambingnya gemuk. Makan siangpun juga sudah membayar dengan
dirham, ''kata Augustine.
Bagi Augustine, banyak keuntungan yang didapat dengan memiliki dinar
dan dirham. Uang yang dimilinya bernilai tetap tidak terpengaruh naik
turun harga. Selama. 14 abad, 1 dinar tetap bisa membeli 1 ekor kambing.
Setidak-tidaknya ia juga sudah menjalankan sunah Rasul. ***