Ramdia, Anak Suku Laut yang Ingin Jadi Guru
Malam kian larut,
namun jalan raya di Bengkong Polisi itu makin ramai. Kendaraan hilir
mudik berpacu kecepatan untuk saling mendahului. Suara knalpot motor
yang memekakkan telinga ikut menambah keriuhan sepanjang jalan itu.
Suara itu sepertinya tak mengurangi konsentrasi Ramdia, siswa kelas 1
SMA Hangtuah ini. Ia makin asyik saja menyusun buku surat Yasin di dalam
etalase. ''Mbak ada jual isi cutter, ''tanya seorang gadis membuyarkan
konsentrasi Ramdia.
Mendengar pertanyaan itu, Ramdia seperti berfikir sambil matanya melihat-lihat satu-persatu isi etalase.
''Gak
ada mbak,''kata Ramdia. ''Tapi kemarin baru saja saya beli
disini,''kata gadis pembeli tadi. Ramdia pun kembali melihat satu
persatu alat tulis yang tergantung. Tapi dia tetap juga tak menemukan
yang dimaui pembeli itu. Ramdia pun menggeleng. ''Itu dia mbak,''tunjuk
pembeli pada sebuah kotak plastik bertumpuk di atas atalase. Bergegas
Ramdia mengambil salah satu kotak yang berisi pisau cutter dan
menyodorkan pada pembeli itu. Sambil ngomel, pembeli itu menerima pisau
cutter pemberian Ramdia. ''Gak dicari dulu sih mba, keburu-buru bilang
ngak ada,''kata pembeli itu mengkritik Ramdia.
Yang dikritik pun
hanya diam. Tak ada ekspresi marah. Setelah pembeli berlalu, Ramdia
kembali mengatur ulang buku-buku yang belum diletakkan ditempatnya.
''Saya disini kerja, kadang masuk jam 16.00 atau jam 19.30. Pokoknya
selesai mengerjakan PR, saya baru bisa kesini,''kata gadis kelahiran
pulau Air Mas, Punggur.
Sudah setahun ini Ramdia jauh dari orangtua,
adik dan kakaknya. Sejak ia di sekolahkan Yayasan Hangtuah, Ramdia
tinggal di asrama Hangtuah di Bengkong Polisi.
''Saya kepengen jadi guru,''kata anak ke 12 dari 14 bersaudara.
Ramdia
adalah satu-satunya anak pulau perempuan di pulau yang mau melanjutkan
sekolahnya. ''Kami menemukan dia diantara anak-anak lain, yang sudah
putus sekolah. Tidak ada yang bertahan sekolah seperti Ramdia. Hampir
semua anak-anak perempuan di pulau tidak tamat SD, hanya beberapa yang
menuntaskannya. Kebanyakan juastru sudah menikah,''kata Aries Kurniawan,
kepala sekolah SMA Hangtuah.
Waktu itu, kata Aries, Ramdia masih di
kelas 2 SMP. Ia janji setelah lulus SMP, mau ikut ke Batam untuk bisa
melanjutkan sekolah.
Untung saja, M. Din (45) dan Siti Jakiah (40),
kedua orangtua Ramdia ini sangat mendukung kemauan anaknya. ''Orangtua
saya asli suku laut. Kami dulunya tinggal di perahu. Saya saja lahir di
perahu. Kakak-kakak saya juga semuanya lahir di perahu,''kata gadis
berusia 15 tahun ini.
Orangtua Ramdia, memang ingin ada perubahan
taraf hidup pada ke empat belas anaknya. Menurut Ramdiah, bapaknya
mengizinkan anak-anaknya sekolah hingga keluar pulau. ''Ada lima orang
anak bapak yang sekolah. Kalau kakak tertua sudah kerja jadi toke ikan
di pulau,''cerita Ramdia sambil air matanya berlinang.
Anis, kakak
Ramdia, kini kelas 2 SMA di pulau Air Raja, Emi, adiknya SMP kelas 3
pulau Ngenang, dua adiknya Siti Masitoh dan Adek sekarang kelas 1 dan 4
di SD pulau Ngenang.
''Adik-adik saya bisa sekolah karena gratis
saja. Kalau saya dan kakak, uang masuk sekolahnya dibantu Masjid Raya.
Sedangkan untuk biaya sekolah, tempat tinggal juga makan semuanya
ditanggung Yayasan Hangtuah,''kata Ramdia lagi.
Ramdia pun
menceritakan pekerjaan orangtuanya dengan air mata berlinang. ''Bapak
dan ibu saya seorang nelayan. Ibu terpaksa melaut, berangkat sore
pulangnya besok pagi. Kalau lagi dapat ikan banyak bisa dijual. Lumayan
dapat uang Rp100 ribu. Tapi sering juga gak dapat apa-apa. Biasanya
kalau gak punya uang bapak dikasih kakak yang juga toke ikan,''kata
Ramdia sambil menunduk.
Kalau lihat perjuangan orangtuanya itu,
muncul semangat Ramdia untuk belajar lebih baik. Bahkan Ramdia rela
bekerja sambil sekolah. Di mini market milik Yayasan Hangtuah itu Ramdia
bersama Sabri, yang juga anak pulau Bulang bekerja.
Seperti malam
Kamis lalu, Sabri yang bertubuh tinggi dan berkulit putih ini sibuk
melayani pembeli. Terkadang air mineral dipanggulnya dan dibawa ke dalam
mobil pembeli. Atau sekarung beras di letakkan di motor pembeli. Sabri
terlihat gesit dan disukai pembeli karena keramahannya. Di mini market
itu Ramdia dan tiga temannya yang juga dari pulau (Kalok, Galang dan
Bulang) di gaji. ''Setiap bulan kami dapat gaji Rp300 ribu. Setiap hari
saya dikasih uang jajan dari bapak (Imbalo Iman Sakti, ketua Yayasan
Hangtuah) Rp7000. Uang ini yang saya gunakan untuk bantu ibu juga untuk
ongkos pulang ke Air Mas. Murah saja kok ongkosnya kalau pulang. Naik
angkot ke simpang frengky, terus lanjut angkot ke punggur. Sampai di
punggur naik pompong ke pulau air mas,''kata Ramdia.
Saat ini, kata
Aries Kurniawan, kepala sekolah SMA Hangtuah, ada empat anak pulau yang
disekolahkan gratis oleh yayasan Hangtuah. ''Tujuan kami membantu
anak-anak pulau agar mereka dapat memperbaiki kehidupan keluarganya.
Supaya ada peningkatan pendidikan dan penghasilan mereka nantinya,''kata
mantan wartawan Batam Pos ini.
Empat anak yang disekarang duduk di
bangku SMA kelas 1 dan 2 ini, kata Aries diantaranya 3 laki-laki dan
satu perempuan. Mereka dari pulau Air Mas, Bulang,Galang dan Kalok. Ada
satu orang lagi yang sekarang kuliah di Unrika, kami bantu dengan
memperkerjakan di mini market. Ramdia dan tiga anak lainnya juga kami
berdayakan. Supaya mereka belajar bekerja dan bertanggungjawab pada
pendidikannya.
''Untuk kedepannya akan kami lihat situasi dan
konsidinya. Jika memungkinkan kami akan bantu lagi anak pulau yang mau
sekolah tinggi,'' tutur Aries. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar