Imbalo Iman Sakti
Menyusuri hutan demi mengantar amanah. Untuk berbagi rezeki daging kurban pada warga muslim Rohingya di Burma.
Kabut
belum lagi hilang dari pandangan. Air embun juga masih menetes
dipucuk-pucuk daun. Satupun hewan juga belum terlihat melintas di tengah
hutan. Hanya ada keheningan di pagi buta itu. Tiba-tiba deru sepeda
motor memecah keheningan hutan di teluk sepanjang pantai laut Andaman,
Myanmar (Burma).
Sepeda motor itu dibawa seorang pria berwajah
melayu dengan menggonjeng pria paruh baya. Tubuh keduanya terus
bergoncang bahkan tiga kali terjatuh hingga terguling dibebatuan cadas.
Empat jam sudah perjalanan itu dilalui Imbalo Imam Sakti, pria paruh
baya yang ada dibonjengan itu. Ia sudah masuk hutan keluar hutan, dan
berjalan diatas aliran sungai yang kering berbatu-batu hingga kiloan
meter jauhnya. Dari satu teluk ke teluk, tak hanya hutan saja dilalui,
tetapi juga naik bukit dan turun bukit yang berbatu-batu cadas. ''Pantat
saya sampai lecet. Siku saya juga sakit ketika jatuh dan
berguling-guling di batu sungai, ''kata Imbalo, pemilik Sekolah Hangtuah
di Bengkong.
Kepergian pemilik Yayasan Hangtuah ke Burma ini untuk mengantarkan hewan kurban untuk warga Muslim Myanmar.
Komunitas
muslim Myanmar (atau yang kita kenal dengan keturunan Rohingya) itu
banyak bermukim di hutan-hutan sepanjang teluk Andaman. Tidak diketahui
pasti jumlahnya, tapi diperkirakan mencapai ribuan. Mereka sudah menetap
ratusan tahun menetap disana. Jauh sebelum negara Myanmar terbentuk.
Komunitas ini sebagian berasal dari Langkawi, seorang dari mereka
bernama Tengku Yusuf.
“Sejak tok – tok kami sudah tinggal disini”
ujar nya menerangkan tentang keberadaan mereka disalah satu teluk indah,
daerah penghasil emas dulunya.
Di pemukiman itu, kata Imbalo,
banyak penduduk usia diatas 60 tahun yang dapat dan menulis huruf jawi
(arab melayu),dan juga berbahasa melayu. ”Sejak 20 tahun terakhir ini,
banyak pula orang macam Ali ini kat sini” kata Tengku Yusuf menerangkan
sembari memperkenalkan Ali. Ali pemuda 30 an itu ikut membantu memotong
hewan Qurban, kulit Ali agak hitam hidungnya mancung, giginya terlihat
agak kemerah merahan, karena mereka suka makan sirih.
Tidak ada
akses jalan darat ke pemukiman – pemukiman itu, semua ditempuh melalui
perjalanan laut. Kalau tetap ingin memaksakan jalan darat harus ditempuh
dengan masuk hutan keluar hutan.
Mereka umumnya tinggal
dirumah-rumah plastik. Atap dan dindingnya dari plastik yang sudah robek
dimana-mana. Saat hujan, air masuk dari semua penjuru.
''Ditengah
hutan itulah, di perkampungan orang Rohingya, sapi-sapi kurban di
potong. Sebagian dibagi untuk warga disitu, sebagian lagi untuk di
kampung lain,"kata Imbalo yang membawa amanah warga Batam yang berkurban
melalui dompet peduli Batam. Tugas Imbalo tak hanya di satu kampung,
ia masih harus mengantarkan daging kurban ke kampung lain. Ia harus
mengejar waktu, agar daging itu tak busuk. Malam makin larut, imbalo
tetap berangkat. Darah segar dari daging kurban yang dimasukkan kedalam
kantong plastik menetes sepanjang jalan yang dilalui sepeda motor itu.
Empat
jam lagi perjalanan yang harus dilalui Imbalo. Selama perjalanan itu
juga Imbalo masih merasakan jatuh dan terguling lagi. ''Kami sampai
ditonton sama beruk (monyet dalam bahasa Melayu). Mereka lihat waktu
kami terguling-guling,''cerita Imbalo sambil tertawa.
Perjalanan itu,
kata Imbalo hanya diterangi sinar bulan saja. Karena lampu motor tidak
berfungsi. Bahkan beberapa kali sepeda motor itu mogok karena bensin
yang diisi ternyata dicampur air oleh penjualnya.
Imbalo mengaku,
perjalanan yang dilakukannya itu memang menjadi pilihannya. ''Saya
senang saja melakukan semua, walau itu beresiko sekalipun. Saat itu saya
sudah pasrah saja kalau sampai ditahan. Teman-teman sudah saya
sms,''kata Imbalo yang melakukan perjalanan selama dua minggu sejak 26
Oktober 2012.
Sebagaimana kita tahu, pemerintah Burma melarang
kegiatan pemotongan hewan sapi atau lembu. Karena kedua hewan ini
dianggap suci di negeri para biksu ini. Selain itu tragedi pembantaian
muslim Rohingya di Arakan, turut membuat suasana makin mencekam di
seluruh wilayah Myanmar (Burma).
Tentara-tentara dengan senjata laras panjang berada disetiap pos.
Perjalanan
Imbalo tak hanya di dalam hutan itu, ia masih melanjutkan perjalanan
laut. Menggunakan boat melewati laut lepas Andaman untuk menuju pulau
lain di selat-selat laut Andaman. Ombak tinggi menggulung boat yang
ditumpangi Imbalo. Namun itu juga tak menyurutkan keinginan Imbalo
membantu warga muslim Rohingya.
Hampir 30 menit perjalanan itu.
Imbalo pun akhirnya tiba di satu pulau yang masuk wilayah Burma. Semua
barang bawaan diperiksa oleh petugas. ''Saking takutnya, sebagian foto
di kamera saya hapus. Tapi ternyata ngak diperiksa,''kata pria yang kini
berumur 60 tahun.
Di kantor imigrasi di kota Kok Song Myanmar ini
penuh sesak sama dengan di Ra Nong Thailand. ''Paspor saya di
bolak-balik petugas imigrasi. Mereka seakan tak percaya ada paspor hijau
milik orang Indonesia , mau datang ke Kok Song. Agak tersenyum petugas
itu, melihat stempel imigrasi Myanmar yang sudah beberapa kali tertera
di paspor saya. Katanya “Ten Dollar”. Setelah itu cap sudah tertera
masuk tanggal 26 keluar tanggal 8 Nopember 2012 di paspor saya
itu,''cerita Imbalo, Kamis malam (6/10) di warnet Hangtuah..
Di Kota
Kok Song atau dalam bahasa melayu berarti Pulau Dua, kata Imbaloi tidak
terlihat suasana Idul Adha, kalau pun ada, banyaknya orang lalu lalang
di pintu masuk tadi, dari cara berpakaian menunjukkan kalau mereka
Islam. Di Kok Song ada beberapa masjid, pun tak terlihat suasana
pemotongan hewan.
Imbalo mengaku perjalanan seperti ini sering
dilakukannya. Ia bahkan pernah ditahan empat bulan di Malaysia karena
masalah paspor. Namun itu tak membuatnya jera. Ia bahkan tak pernah ragu
mengeluarkan uang dari koceknya sendiri untuk membiayai perjalanannya
itu. ''Yah kalau dekat hanya 3 juta, kalau jauh bisa sampai 5 jutaan.
Saya pake uang keuntungan dari minimarket,''kata Imbalo.
Hampir
seluruh negara ASEAN sudah dikunjungi Imbalo. ''Hanya Filipina yang
belum. Insya Allah bulan Desember mau kesana,''kata pensiunan karyawan
Pertamina ini.
Apa saja yang dilakukan Imbalo di negara-negarta yang
sudah dikunjunginya? ''Biasalah silaturahim muslim minoritas, melihat
makanan-makanan halal yang ada di tiap negara,mengunjungi lembaga Islam,
juga masjid-masjidnya, selain itu berkunjung ke organisasi Muhammadiyah
se Asean. Saya juga suka lihat pendidikan sekolah di perbatasan negara.
Saya akhirnya tahu kinerja KBRI di tiap-tiap negara,''kata Imbalo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar