Petugas-petugas Pemadam Kebakaran
Dari
luar kantor Penanggulangan Bahaya Kebakaran (PBK) di Jl. Jenderal Ahmad
Yani tampak lengang. Yang terlihat hanya mobil-mobil pemadam kebakaran
yang terparkir rapi di dalam gedung. Tapi semakin kedalam kantor bercat
putih merah itu, terlihat aktivitas beberapa petugas PBK berseragam
biru dongker. . Dan sebagian lagi asyik berdiskusi satu dengan lainnya.
Hazmin
Suksmono (53) pun demikian. Petugas pemadam kebakaran yang sudah 27
tahun mengabdikan diri di PBK PB Kawasan asyik mendengar obrolan
Kusnanto (47).
Mengenakan kaos oblong biru dongker, Hazmin yang
tinggal 2 tahun lagi pensiun menceritakan pengalamannya menjadi petugas
pemadam kebakaran. ''Saya masih sering trauma. Seperti ada benda jatuh
yang akan menimpa badan saya,''kata pria yang rambutnya sudah ditumbuhi
uban.
Trauma yang dialami Hazmin ini sejak kejadian kebakaran di
lantai 2 Bank BPD tahun 1989. Hazmin yang saat itu hendak memecahkan
kaca di lantai dua ruko itu, terjatuh akibat menginjak pipa tipis
kanopi. ''Saya ingat betul kejadian itu, tanggal 17 Juli 1989 pukul
19.15 WIB. Waktu jatuh, muka saya kena drum, rahang saya patah. Wajah
saya bengkak,''kata Hazmin yang sejak kejadian itu tak lagi menjadi
Nozzle Man.
Nozzle man adalah petugas pemadam kebakaranyang memegang selang paling depan.
Satu
tahun juga, Hazmin memulihkan tulang rahangnya yang patah juga trauma
akibat jatuh. Namun ternyata trauma itu tak bisa sepenuhnya hilang. Saat
bertugas lagi, Hazmin selalu ragu-ragu ketika masuk ke titik kebakaran.
''Saya selalu merasa ada yang akan menimpa saya. Makanya sejak itu saya
tidak ditugaskan lagi sebagai nozzle man, dan hanya mengurus logistik.
Berbeda
pengalaman namun sama-sama meninggalkan trauma. Begitu juga dirasakan
Slamet Riyanto (54). Pria yang kini menjabat Kasi Pencegahan ini pernah
terkena flek pada paru-parunya.''Waktu tahun 1980, PBK Batam belum punya
alat perlindungan diri (APD). Tiga tahun saya bekerja dengan cara
membasahi handuk atau kaos yang kemudian diikatkan melingkar tepat
dibawah mata. Fungsinya untuk menahan panas. Dan ternyata tiga tahun
kemudian, saya mulai merasa sesak nafas. Ini efek dari menghirup gas
karbonmonoksida dari hasil pembakaran,''kata Slamet yang tinggal setahun
lagi menjalani tugasnya sebagai petugas PBK.
Waktu itu, kata Slamet
berat badannya turun drastis dari 70 kg menjadi 54 kg. Ia berusaha
berhenti merokok sambil terus berobat. ''Alhamdullilah, dua tahun
menjalani semuanya, flek di paru-paru berangsur-angsur hilang,''kata
Slamet yang menjadi petugas PBK paling senior diantara rekan-rekannya
yang lain.
Keinginan untuk menolong membuat petugas pemadam
kebakaran yang minim perangkat keselamatan seringkali nekat menerobos
bahaya. Kusnanto (47) pernah masuk ke area gas bocor. Pakaiannya sudah
berubah menjadi putih. Seperti terkena cairan pemutih pakaian. Nafasnya
sesak, keringatnya menjadi putih seperti bedak. Pernah juga kata
Kusnanto, ia terjebak di dalam diskotek yang terbakar. Selang yang biasa
dijadikan penunjuk jalan sudah ditarik keluar oleh rekannya. Akhirnya
Kusnanto mencari jalan keluar dengan mendengar suara-suara temannya
untuk mencari jalan keluar di kegelapan.
Slamet pun bercerita, dulu
PBK lebih banyak menanggulangi kebakaran hutan dibandingkan rumah.
Sejak tahun 1990an, mulai bermunculan perumahan. Dulu sekitar tahun
1982-1985, kata Slamet lagi, mobil pemadam kebakaran hanya 3 unit.
Tambah lagi dua unit tahun 1986. ''Standarnya setiap 15 ribu penduduk
harus dilayani 1 kendaraan pemadam kebakaran. Waktu itu BPK Batam belum
bisa memenuhi standar itu,''kata Slamet.
Ketika itu, penduduk sangat
padat di kawasan Jodoh. Dan terjadi kebakaran besar di kampung Melayu
(sekarang tempat berdirinya Masjid baitul syakur juga KFC), kampung
Boyan (sekarang pasar Tanjung Pantun) juga kampung becek (sekarang BCA).
Dengan 1 mobil tangki dan 2 mobil pemadam kebakaran, kebakaran itu tak
tertanggani. ''Waktu itu kami tidak pulang 2 malam untuk memadamkan api.
Karena banyak sekali yang terbakar. Apalagi semuanya rumah panggung
dari kayu dan atap rumahnya juga dari getah (karet). Semuanya mudah
terbakar. Akses jalanpun sempit,,''kata Slamet
Kebakaran terbesar
kedua terjadi di pasar Pelita tahun 1990. Waktu itu, kata Slamet, ia
bersama Hazmin dan Kones Hairi, bahu-membahu memadamkan api di pasar.
Karena tidak ada hidran (sumber air), terpaksa mengambil air di simpang
kabil. Kondisi pemukiman penduduk ataupun pasar tanpa hidran seperti ini
juga membuat kerja petugas pemadam kebakaran tidak maksimal. Akibatnya
pasar Pelita ludes terbakar.
Baru-baru ini, masih dibulan Desember
2012 juga ada kebakaran besar di Bengkong. Empat rumah terbakar akibat
gas kompor meledakm ''Untung saja warga cepat berinisiatif, membasahi
rumah disebelahnya. Dengan cata memecahkan pipa ATB.
Untuk saat ini,
kata Slamet, APD sudah 99 persen dipunyai PBK Batam. Namun personil
yang masih butuh penambahan. Saat ini, dengan jumlah personil PBK 117
personil. Harus mengisi 6 pos (batu ampar, nongsa, punggur, sagulung,
sekupang, dan kantor pusat di jl. Jenderal Ahmad Yani. Armada yang
dimiliki PBK Batam yaitu 2 mobil tangga, 2 mobil tangki, 9 fire truck
engine.
Kekurangan personil terlihat jelas di salah satu pos di
Nongsa, setiap siftnya hanya dijaga 3-4 orang. ''Jika terjadi kebakaran,
yang satu nyetir, yang satu lagi nyemprotkan air, nah yang satu lagi
harus jaga pos. Dengan kurangnya personil seperti ini kami mulai
berdayakan warga untuk membantu. Itulah tugas saya untuk
mensosialisasikan cara penangganan 5 menit pertama saat kebakaran,''kata
Slamet.
Saat ini kata Gunadi, Kasubdit PBK BP Batam, petugas pemadam
kebakaran dituntut untuk tugas rescue. ''Baru-baru ini ada orang loncat
dari tower, kami juga dipanggil. Orang tenggelam, karyawan pabrik
kejepit mesin pun, warga nelpon kesini,''kata Gunadi. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar