Sulastri, Kepala Perawat RSOB
Dingin
pagi masih terasa. Namun Sulastri sudah harus berangkat dari rumahnya
di komp. Kartini 1, no.9 Sei.Harapan, Sekupang. Setelah mengerjakan
tugas-tugas di rumah dan mengurus kebutuhan Ario, putra bungsunya. Ia
harus segera sampai di RSOB, tempatnya mengabdi 24 tahun sebagai
perawat.
Mengenakan stelan celana panjang hitam dan blouse batik,
Sulastri sudah tiba di ruang kerjanya di lantai 2 poliklinik RSOB pukul
07.30 WIB. Ia segera menyambangi nurse station, tempat berkumpulnya
seluruh perawat. Di tempat inilah alumni sekolah keperawatan Yarsi
Jakarta ini mengkoordinir perawat RSOB yang jumlahnya mencapai 204
orang. Hari itu, Jumat (21/12) Sulastri hilir mudik mendatangi
masing-masing poliklinik. Ia harus mencarikan perawat tambahan untuk
membantu perawat di ruang medical check up. ''Kebetulan ada perusahaan
yang mengirimkan beberapa karyawannya untuk di medical check up.
Sedangkan pasien umum juga tak kalah banyak. Makanya butuh tambahan
perawat disitu. Saya cari perawat yang ada disini. Semua masih sibuk
dengan tugasnya masing-masing. Kalau kondisinya seperti ini, saya
berdayakan perawat diruangan rawat inap,''kata Sulastri yang saat ini
menjabat Kasie Keperawatan RSOB di Sekupang.
Bagi Sulastri, perawat
adalah ujung tombak dari sebuah rumah sakit. ''Perawatnya baik, maka
baguslah rumah sakit itu,''kata wanita kelahiran Bagansiapi-api.
Karena
kata Sulatri, jumlah perawat lebih banyak dari jumlah dokter. Dan
pasien selalu berhubungan 24 jam dengan perawat. ''Saya selalu bilang ke
perawat-perawat yang baru maupun yang sudah senior agar menjaga
attitudenya. Prilaku yang baik paling penting dipunyai seorang perawat.
Tidak ada artinya skill dan knowlagde bagus, kalau prilaku tidak
dijaga,''kata Sulastri.
Apapun kondisinya, walau sedang memiliki
masalah di rumah, seperti bertengkar dengan suami, anak sakit atau
masalah pribadi, sesampai di rumah sakit, harus dilupakan sejenak.
Karena pasien tidak mau tahu. Mereka hanya tahu datang ke rumah sakit
karena butuh pertolongan. Sulastri mengaku harus menekankan prinsip ini
karena kebanyakan perawat adalah perempuan. Mereka kebanyakan seorang
ibu yang sudah punya anak. Pasti, banyak beban yang ditanggungnya. Dan
tentu saja emosi mudah terpancing. Apalagi di rumah sakit ia akan
menghadapi orang yang sakit juga keluarganya. ''Sering hal sepele bisa
menjadi masalah. Akhirnya keluar omongan dengan nada ketus. Seperti
baru-baru ini, perawat RSOB diberitakan di koran karena layanan buruk.
Disebut di beberapa media di Batam, bahwa perawat RSOB galak,''kata ibu
dari Nadia, Gita dan Ario.
Sebagai seorang perawat yang sudah
bertahun-tahun menanggani beragam pasien, Sulastri tak langsung memarahi
perawat tersebut, melainkan ia panggil semua perawat. ''Kebetulan
setiap Selasa, adalah jadwal kami para perawat berkumpul. Saya buat
kebiasan itu jadi agenda rutin. Disini kami biasakan presentasi masalah
maupun sharing ilmu. Jadi waktu itu saya tampilin berita yang ada di
koran. Lalu kita bentuk kelompok. Dan masing-masing kelompok menanggapi
masalah itu. Dari sini saja masalah dapat diselesaikan,''kata Sulastri.
Ia
mengaku tak ingin menyalahkan pada siapapun. ''Saya tahu, masalah
muncul karena ada penyebabnya. Makanya saya tak komplain ke media, dan
juga saya tidak menyalahkan perawat. Saya sangat tau bagaimana seorang
perawat bekerja. Pasti ada sesuatu yang menyebabkan mereka berubah
menjadi galak,'' tutur Sulastri.
Sulastri merasa, profesi ini
bukanlah pekerjaan favorit. Tak semua orang suka. Tak semua orang mau
jadi perawat. Ia saja memutuskan jadi perawat karena meihat sendiri para
perawat-perawat itu mengurus ibunya yang terkena stroke. ''Dengan
telaten, mereka mengurus ibu saya waktu itu. Sejak itu saya ingin
sekolah perawat,''kata wanita yang mulai bertugas di Batam tahun 1988.
Jadi mereka yang sudah mau menjalani profesi ini saja sangat luar biasa.
Karena pekerjaan ini sangat mulia. Mereka mau mengerjakan pekerjaan
yang kadang tak semua orang mau. Bahkan kadang anak sendiri saja tak mau
melakukannya. Seperti membersihkan muntah ataupun kotoran BAK.
''Pekerjaan ini ibadah. Karena seorang perawat melakukan banyak hal.
Dengan menyentuh, mengajak pasien berkomunikasi, pasien sudah merasa
senang. Perasaan senang seperti ini secara tak langsung memudahkan
proses penyembuhan. Beda dengan dokter yang hanya sesekali bertemu.
Kalau pasien kan 24 jam mengurusi pasien,''kata Sulastri.
Sulastri
pun mengenang saat pertama kali bertugas di Batam. Di Otorita Batam,
Sulastri ditempatkan di bagian Kesehatan Lingkungan. Bersama dokter,
ahli gizi, ahli lingkungan juga surveyor. Ia bertugas memberi
penyuluhan. ''Pekerjaan saya berpindah-pindah, dari satu tempat-ke
tempat lain. Bahkan sampai ke pulau-pulau. diterjang ombak juga pernah.
Sampai kena Malaria juga. Teman-teman di Jakarta kaget kok masih ada
penyakit malaria, padahal penyakit itu sudah lama tidak ada,''kata
Sulastri.
Waktu itu kata Sulastri, Batam masih hutan, dan banyak
nyamuk malaria. Sulastri yang masih berumur 23 tahun menganggap itu
adalah satu resiko tugas.
Satu tahun kemudian, Sulastri ditugaskan ke
RSOB (sekarang RSBPK). Ia pun mulai belajar lagi. ''Lama gak pegang
pasien sakit. Saya harus belajar lagi. Untung saja masih sering suntik
juga mengukur tekanan darah pasien waktu penyuluhan,''kata Sulastri.
Ia
pun menapaki karir dari perawat pelaksana, ketua tim dan kini kepala
ruangan. Baginya perawatlah yang sangat mengerti pasien. Karena ia
selain 24 jam bersama pasien, punya banyak waktu mengetahui permasalahan
pasien, jadi tempat curhat pasien. Beda dengan dokter yang datang hanya
sesekali. Kamilah yang banyak tahu riwayat sakitnya pasien. ''Kami
menyentuh semua hal. Tak hanya medisnya tapi juga psikologi pasien.
Karena itu perawat harus banyak belajar ilmu kejiwaan, ''kata
Sulastriagi. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar