Elfiza, Kepala Sekolah SMA 3 Tanjungpinang
Kemampuannya mengingat 7500 anak muridnya membuat Elfiza dijuluki guru pentium.
Usianya tidak muda lagi. Terlihat dari guratan-guratan keriput di
wajahnya juga gigi yang sudah tak lengkap lagi. Namun obrolannya tak
menyiratkan usia yang makin banyak. Ia bisa panjang lebar bercerita
tentang anak-anak didiknya yang jumlahnya mencapai 7500 orang.
''Saya mengingat kalian seperti mengingat anak sendiri, karena itu saya
tidak pernah lupa''kata Elfiza yang mampu mengingat apapun tentang
siswanya.
Elfiza pun mulai bercerita tentang beberapa siswa yang pernah diajarinya
21 tahun lalu di SMAN 1 Tanjungpinang. ''Waktu itu uji protein di
labor. Agung masih saja ngobrol. Sedangkan tabung yang berisi protein
dibiarkan saja diatas alat pemanas. Akibatnya isinya keluar semua,
untung saja tidak meledak dan mengenai muka Agus yang ada di dekat situ.
Saya pura-pura marah dan meninggalkan labor. Lalu sembunyi di ruang
majelis guru. Dari jauh saya tetap awasi kalian. Saya lihat Vicky sibuk
bersihkan kaca, Agung bersihkan meja,''kata Elfiza yang kala itu menjadi
guru Kimia.
Itu adalah satu dari sekian banyak cerita yang terekam dalam memori
Elfiza. Ada banyak hal-hal kecil lain yang mampu diingat Elfiza dengan
tepat. Bahkan nama panggilan di rumah pun, diketahui oleh wanita
kelahiran bukit tinggi ini. ''Begitulah cara mendekati siswa. Kita harus
buat mereka serasa di rumah. Pasti anak-anak ini akan mudah
didekati,''kata Elfiza yang sudah kini menjadi Kepala Sekolah SMAN 3
Tanjungpinang.
Tak heran kata Elfiza, siswa-siswanya suka curhat. Dulu, kata Elfiza,
laboratorium menjadi tempat curhat. Kalau sekarang ponsel menjadi sarana
curhat.
"Malam-malam adalah waktu mereka menelpon. Apa aja diceritakan ke saya,''kata Elfizah.
Elfizah mengaku tak memberi jarak pada seluruh siswanya, tapi ia tetap
memberi batas. ''Saya paling suka beli buah-buah yang banyak supaya bisa
dimakan sama-sama. Makanya kalau beli buah seperti semangka atau duku.
Kadang pepaya yang tumbuh di kebun sekolah saya kupas dan makan
ramai-ramai. Itulah cara saya mendekat pada anak-anak. Demikian juga
ketika ada yang saya tidak suka. Langsung saja saya sampaikan. Jika
salah jangan dibiarkan. Itu artinya membiarkan mereka terjebak. Jangan
sampai salah dibiarkan, setelah salah dimarahi. Itu namanya
menjebak,''tutur wanita kelahiran Rengat.
Karena itu kata Elfiza, siswa-siswanya paling takut melihat dirinya
marah. Padahal kata Elfiza, marah yang dilakukannya itu agar muridnya
tidak melakukan hal yang salah. "Marah itu harus ikhlas. Lucu ya kok ada
marah itu ikhlas. Ya memang harus begitu. Marah yang saya lakukan itu
karena saya tidak ingin membiarkan kesalahan itu. Seperti tadi, saya
baru saja menghukum siswa, karena terlambat. Hukumannya mencatat nama
guru dan mata pelarannya,''kata Elfiza yang selalu berupaya menghukum
tanpa kekerasan fisik.
Bagi Elfiza mendidik itu unik dan ada seninya. Karena ia merasa seolah
menjadi kolektor watak. Ia mengaku tahu semua watak siswanya. ''Biasanya
saya analisa dari urutan kelahirannya. Maksudnya, penangganan anak
sulung, anak kedua, ketiga hingga bungsu berbeda,''kata Elfiza yang
pernah bercita-cita menjadi seorang ahli nuklir.
Elfiza mengaku kalau dulu ia diizinkan orangtuanya sekolah ITB dan
menjadi seorang tehnik nuklir, ia mungkin tak merasa sebahagia seperti
sekarang. ''Tak terbayang kalau gak jadi guru. Pasti saya mudah
stres,''kata Elfiza yang sudah mengajar sejak tahun 1983.
Padahal saat pertama kali mengajar Kimia di Tanjungpinang, Elfiza hanya
seorang diri. Walau akhirnya ia memiliki seorang teman guru Kimia lagi,
ia masih harus mengajar kelas pagi dan sore di empat sekolah.
Pengabdiannya seperti ini bagi Elfiza demi menghasilkan anak-anak yang
sukses. ''Arti sukses disini adalah dia bisa menghidupi dirinya
sendirinya sendiri. Yah, sejahtera menurut dia,''kata Elfiza.
Kebanggaan lainnya, anak didiknya bisa melanjutkan sekolah hingga S3.
''Alhamdullilah alumni SMAN 1 ada yang jadi profesor. Yang melanjutkan
sampai S2 juga banyak. Saya sangat bersyukur,''tutur Elfiza.
Elfiza mengaku sangat menekankan kedisplinan dalam mengajar. Karena
kedisplinan paling menentukan suatu keberhasilan. Ia selalu
mencontohkan. ''Sejak dulu, saya ajak anak-anak membersihkan taman di
samping kelasnya jika sedang tidak ada guru mengajar. Kebiasaan itu
akhirnya berkelanjutan. Mereka spontan ke taman kalau jam belajar
kososng,''kenang Elfiza pada siswa-siswanya angkatan 92 jurusaan
Biologi.
Apapun terekam kuat dalam ingatan Elfizah, ia bisa dengan lancar
menceritakan kepintaran, kenakalan, kebiasaan, kisah pacaran, hingga
yang punya problem keluarga bahkan sampai, tempat duduk sekaligus tahun
muridnya belajar.
Hingga kepala Sekolah SMAN 1 Tanjungpinang, Drs. Encik Abdul Hajar pada
suatu reuni Alumni SMA 1 Angkatan 92 beberapa waktu lalu, ia menyebut
Elfiza sebagai guru berotak pentium. Karena kemampuannya mengingat
hal-hal sekecil apapun.
Mendengar itu, Elfizah senyum-senyum saja. Ia mengaku pernah diuji oleh
seorang kepala sekolah. Ia ambil salah satu arsip siswa, dan dia
sebutkan namanya, beliau minta saya menyebutkan identitas si siswa.
''Saya memang bisa menyebutkan rumahnya dimana, orangtuanya siapa dan
tahun belajarnya,''kata Elfiza sambil tertawa.
Karena kemampuannya ini, murid-muridnya sering bertanya cara menghafal
yang efektif. ''Tidak ada yang khusus. Saya hanya memperlakukan siswa
saya seperti anak sendiri. Karena tidak ada kan orangtua yang lupa
dengan anaknya. Saya suka membayangkan mereka. Pasti terasa bahagia.
Selain itu memang saya suka membaca. Apa saja buku saya baca. Semua ilmu
saya suka, novel juga. Nonton tv juga. Tapi seputar wawancara tokoh.
Saya suka pelajari cara tokoh-tokoh itu berbicara juga mengamati cara
berfikirnya. Saya suka belajar karakter orang. Ini membuat saya bisa
melakukan pendekatan pada siswa dan juga tidak pernah menjadi seorang
pelupa. Daya ingat makin kuat,''kata Elfiza yang pernah dimintai tips
oleh seorang profesor yang dulu adalah muridnya di SMA 1 Tanjungpinang.
Walau sudah menjadi kepala sekolah, Elfiza tetap dekat dengan siswanya.
Tiga tahun belakangan ini Elfiza menjadi kepala sekolah di SMA 3. Ia
dimutasi setelah empat tahun menjabat sebagai kepala sekolah SMA 1
Tanjungpinang. Tantangan diberikan Elfiza, karena sekolah itu bukan
termasuk sekolah favorit. ''Sekolah ini minim input. Sedikit sekali
siswa yang berminat masuk ke sini. Tapi saya berusaha memberi output
yang bagus. Caranya dengan menghasilkan siswa yang jago IT. Saya
ngembangkan sekolah ini berbasis informasi teknologi,''kata Elfiza yang
baru saja pulang dari Semarang, Jakarta dan Bandung melakukan studi
banding sekolah berbasis IT disana.
Ia mengaku ingin mencontoh sekolah di Semarang yang menggunakan sistem
SKS seperti diperkuliahan. Saat ini berangsur-angsur ia ubah sistem
belajar moving class. Setiap mata pelajaran berbeda ruang belajarnya.
Mirip seperti kuliah. ''Semoga nantinya, minat siswa terhadap IT makin
baik,''kata Elfiza yang makin bangga karena SMA 3 mewakili Kepri sebagai
sekolah berbasis IT bersama beberapa sekolah lainnya diseluruh
Indonesia. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar