Budi 'Liong Bun Fung' Tamtomo
Kerisauannya
pada prilaku generasi muda yang suka tawuran, narkoba, seks bebas juga
tak tahu sopan santun membuat Budi tertantang menyebarkan ajaran budi
pekerti dari kitab klasik Cina.
Vina dan Gito, sepasang suami
istri itu serius menulis huruf cina di lembaran buku tulis
kotak-kotak. Mencontoh tulisan pada selembar pamflet bergambar beberapa
manula.
Di depannya duduk seorang pria yang rambutnya sudah
memutih mengeja tulisan yang sedang ditulis Vina dan Gito dengan bahasa
Mandarin. Dengan sangat fasih ia mengeja satu persatu kata-kata itu.
''Dang
chu wo yin dao ni zou shang ren sheng de lu, ru jin qing pei ban wo zou
wan zui hou de lu, gei wo ni de ai he nai xin, wo hui bao yi gan ji de
wei xiao, zhe wei xiao zhong ning jie zhuo wo dui ni wu xian de
ai,''kata Budi Tamtomo, seorang pendidik budi pekerti usia dini.
Budi
pun melanjutkan dengan memberi penjelasan arti dari kalimat Mandarin
yang dibacanya tadi. ''Dulu daku menuntunmu menapaki jalan kehidupan
ini, kini temanilah daku hingga akhir jalan hidupku. Berilah daku cinta
kasih dan kesabaranmu. Daku akan menerimanya dengan senyuman penuh
syukur. Didalam senyumku ini, tertanam kasihku yang tak terhingga
padamu,'' kata Budi lagi.
Kalimat ini, kata Budi adalah satu dari sekian banyak ajaran Konficius yang mengajarkan cara berbakti pada orangtua.
Vina
dan Gito pun manggut-manggut mendengar penjelasan itu. Gito yang juga
seorang pengusaha ini merasa perlu mempelajarinya bahasa Mandarin.
''Selama ini saya gak tau bahasa Mandarin seperti apa. Yang saya tahu
sejak lahir hanya bahasa daerah kami masing-masing, ada bahasa the chiu,
kek juga hokian. Kalau Mandarin ini adalah bahasa Internasionalnya. Di
Singapura bahasa Mandarin ini yang dipakai. Saya sering kesulitan jika
harus bicara dengan mitra bisnis saya disana,''kata Gito yang sudah 2
minggu belajar di tempat kursus Mandarin milik Budi di perumahan Permata
Baloi blok H1 no 11.
Di ruang tamu yang dialihfungsikan sebagai
tempat kursus itu, Budi mengajari Gito dan Vina. ''Ada sekitar 10 orang
dewasa dan 6 orang anak-anak yang belajar bahasa Mandarin. Dari sepuluh
orang itu kebanyakan berprofesi sebagai guru TK. Selain itu ada
pengusaha, ibu rumah tangga, juga seorang mekanik,''kata Budi yang
pernah kuliah jurusan sastra Tionghoa di Xia Men University di Cina.
Mempelajari
bahasa Mandarin, kata Budi, juga akan mempelajari budi pekerti. Karena
setiap kata dalam bahasa Mandarin mengandung makna. Karena itu sangat
baik dipelajari guru-guru TK atau seorang ibu. Yang memang tugasnya
adalah mendidik anak-anak.
Budi pun menuliskan sebuah huruf Cina
yang menyerupai langkah kaki manusia di white board. ''Ini bacanya Ren,
yang diartikan dalam bahasa Indonesia adalah manusia. Huruf ini punya
banyak sekali makna. Yang salah satunya hubungan antara sesama manusia,
keluarga juga pada Yang Maha Pencipta. Jika mau dijabarkan lagi bisa 3
jam,''kata Budi Tamtomo yang sudah membuka kursus Mandarin sejak tahun
1968 di Tangerang. Sejak tidak menjadi wartawan di Harian berbahasa
Cina, International Daily News (guo ji ri bao) ini, Budi memilih
menjadi pendidik. Menetap dari satu daerah ke daerah lain untuk
mengajarkan bahasa Mandarin dan budi pekerti. ''Pernah di 1 tahun di
Bangka, 2 tahun di Samarinda, 6 bulan di Natuna, 1 tahun di
Selatpanjang. Kalau di Tanjungpinang dan Singapura bolak-balik saja
karena dekat. Di Batam, saya jadi koordinator konseling di sekolah.
Pernah di Mondial dan Global. Kalau kursus saya buka sendiri,''kata Budi
yang mengeluarkan biaya pribadi untuk berkeliling dari satu daerah ke
daerah lain.
Selama menjadi pendidik budi pekerti, mantan redaktur
Jawa Pos group ini sudah membuat buku Dizigui (kitab pendidikan budi
pekerti) yang merupakan terjemahan 5 kitab klasik Cina (five clasic).
''Cetakan
pertama 5000 eks sudah disebar gratis. Ditaruh di rumah makan
vegetarian Nature juga habis. Bahkan pemiliknya, pak Sidik, sudah
mempraktekkan isi buku itu pada karyawannya,''kata ketua Lembaga
Pengkajian Kitab Klasik Batam yang menyusun dan mengedarkan Dizigui.
Pemilik
nama Tionghoa Liong Bun Fung inipun menunjukkan sebuah buku 56 halaman
berwarna orange. Bertuliskan Dizigui, kitab pendidikan budi pekerti.
''Inilah tugas yang sedang saya kerjakan. Mengenalkan ajaran budi
pekerti seperti yang diajarkan Konficius,''kata Budi yang pernah
menterjemahkan 5 kitab klasik Cina ini kedalam bahasa Sunda, Samarinda
juga Bangka.
Buku yang dicetak pada tgl 3 Juli 2010 ini karena
bantuan beberapa orang sponsor. Seperti tertulis pada halaman pertama
buku itu ada lima nama yang ikut mendanai. Mereka berharap dengan donasi
ini pahalanya diberikan pada ibunda mereka.
''Inilah salah satu
tujuan saya menyebarkan ajaran-ajaran budi pekerti. Agar nantinya
melalui mereka, yang ibu rumah tangga bisa mulai mendidik anaknya lebih
baik. Yang guru TK bisa mengajarkan dan memberi contoh, jadi tidak
melulu teori. Karena kemajuan sebuah negara dimulai dari lingkungan
terkecil yaitu keluarga,''kata Budi yang sering diundang menjadi
penceramah budaya Tionghoa.
Karena kata Budi, yang membentuk karaktek
anak adalah orangtuanya. ''Anak yang suka memukul teman. Biasanya
pendidikan dirumah juga main pukul. Jadi kalau kita ingin tahu
orangtuanya seperti apa cukup lihat anaknya. Saya pernah melihat
sendiri, anaknya dipukuli di depan saya. Sewaktu orangtuanya saya
panggil karena anaknya memukuli temannya. Semoga saja dengan orangtua
mau belajar budi kitab budi pekerti semakin tau cara mendidik anak yang
benar,''kata pria kelahiran Samarinda yang kini berusia 68 tahun. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar