Hj. Emmy Warsih, Pelopor Majelis Taklim di Kepri
Ketika sakit tak membuatnya menyerah. Ia tetap membuat kegiatan keagamaan, walau dari rumah.
Keriput
di wajahnya makin terlihat jelas. Bobot tubuhnya juga banyak menyusut .
Berjalan tidak secepat dulu lagi. Kakinya pun mudah sakit karena
pengaruh diabetes. Tak heran jika anaknya tidak memperbolehkan lagi ia
bepergian sendiri. Naik turun angkot seperti dulu. Kini hari-harinya
lebih banyak di rumah. Membaca buku kesukaannya, mengaji, sholat juga
bermain dengan cucu.
Walau segala kekurangan itu kini ada pada
dirinya, tidak membuat Emmy Warsih diam tidak melakukan apa-apa.
Semangatnya tetap saja mengebu-ngebu. ''Walau saya gak boleh kemana-mana
lagi. Bukan berarti saya tidak melakukan apa-apa. Saya harus melakukan
sesuatu,''kata Emmy Warsih yang kini sudah berusia 71 tahun.
Dilihatnya
majelis taklim perumahan di tempat tinggalnya tidak ada lagi. ''Sudah
vakum dua tahun. Saya coba ajak lagi. Saya panggilkan guru.
Alhamdulilah kemarin majelis taklim di rumah warga di blok C cukup ramai
yang datang. Senangnya hati mama,''kata Emmy Warsih.
Mama, begitu
ia menyebut dirinya, ingin warga disini benar-benar menjalankan ibadah.
''Jangan hanya Islam di KTP saja. Mama ingin semua semua warga disini
menjalankan ibadah yang dianjurkan Rasullulah,''kata Emmy yang dikenal
sebagai pelopor pendirian
majelis taklim pertama kali di Masjid Raya Batam yang juga menjadi majelis taklim pertama di Kepri.
Bagi
Emmy, majelis taklim adalah tempat mencari ilmu. Makanya ia begitu
getol mengaktifkan majelis taklim. ''Disini kita bisa belajar agama.
Makanya mama carikan guru terbaik. Dia itu ustadzah Ida Fitria, guru
bahasa Arab dan pernah belajar satu tahun di Mesir. Ilmu agamanya
bagus. Dia ini sangat sibuk, dan agak susah sekali diundang. Tapi
alhamdulilah, ia mau menerima undangan mama,''kata wanita yang pernah
mengkoordinir majelis taklim beranggotakan 400 orang.
Tak hanya
menyasar ibu-ibu saja, Emmy juga memperhatikan pendidikan agama
anak-anak di komplek perumahan Taman Bepede ini. Mushola Al Jihad yang
tadinya tanpa kegiatan, ia upayakan ada taman pendidikan Al Quran.
Dipanggilnya ustad Khairul untuk mengajari anak-anak mengaji ''Sudah dua
tahun juga anak-anak disini ada kegiatan mengaji,''cerita mama.
Satu
lagi yang sedang dikerjakan Emmy Warsih yaitu membuat rumah Tahfiz
Quran di Batu Besar. Rumah tempat tinggalnya dulu ia hibahkan untuk
masyarakat Batu Besar. ''Di rumah itu sudah dipasang plang nama
pesantren mini Miftahul Hidayah, Al Quran juga sudah banyak disana. Tapi
sekarang masih tutup karena ustaz yang mengurusi rumah tahfiz itu
pulang kampung. Pernah 10 hari buka, setelah itu tutup sampai
sekarang,''keluh wanita asal Sumatra Barat ini.
Rumah yang diwakafkan
Emmy ini adalah tempat tinggalnya dulu bersama suami dan 4 anaknya. Di
rumah ini, Emmy membuka klinik pengobatan. Ia yang seorang perawat juga
bidan, terfikir untuk membuat balai pengobatan karena belum ada
puskesmas, bidan apalagi dokter. ''Dulu disini masih hutan. Kasihan
kalau ada yang sakit atau melahirkan. Makanya mama bantu sebisa mama.
Dari sakit batuk sampai melahirkan,''kata Emmy mengenang 11 tahun
tinggal di rumah itu.
Sepertinya Emmy tak puas hanya satu rumah, ia
juga wakafkan sebidang tanah seluas 1500 meter untuk tahfiz quran dan
mushola di Padang, Sumatra Barat.
''Saya tak ingin tanah ini jadi sengketa, saya hibahkan saja untuk kepentingan umum,''kata Emmy lagi.
Hanya
itu yang bisa diperbuatnya. Dulu ia masih bisa mengkoordinir anggota
majelis taklim untuk berbagi dengan anak yatim piatu, anak-anak
jalanan, manula, juga orang fakir miskin. Tapi sekarang tidak
memungkinkan lagi. Tubuhnya tidak bisa diajak kompromi.
Dulu ia
masih bisa menggalang dana dari anggota majelis taklim. Ia memang hanya
menggunakan dana mandiri. Emmy mengaku tidak mau meminta-minta dana pada
pihak lain. "Saya tidak mau jadi sandal, tapi saya mau jadi topi.
Minta berarti tempat kita dibawah. Memberi artinya kita ada diatas,"
kata pengagum Dahlan Iskan, tokoh yang terkenal dengan kesederhanaan
itu.
Sejak dulu, kata Emmy, ia paling suka beraktivitas. "Sewaktu bekerja mama rela jadi tukang pel. Mama ingin
dapat
ilmu dari dokter bedah asal Iran itu. Empat tahun jadi asisten dokter
dan 6 bulan belajar psikolog dengan Dadang Hawari, mama dapat ilmu psikologi juga bedah," kata Emmy yang juga pernah menjadi murid Prof. Hembing. Tak terasa kata Emmy, sebelas tahun sudah mengurus lansia, posyandu, anak terlantar juga majelis taklim Miftahul Jannah.
Emmy
mengaku ia akan terus berbuat baik. Walau sekarang hanya di rumah, ia
yakin masih bisa berbuat. Baginya berbagi ilmu membuat ia ingin selalu
menambah ilmu. Tak heran ia tak pernah ketinggalan informasi. Media
massa juga buku-buku menjadi temannya selama mengisi waktu di rumah. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar