Sabtu, 16 Februari 2013

Nasiah, Petugas Linen di RSOB


Cuci Kain Penderita HIV AIDS sampai  Kain Bau Bangkai

Karena terbiasa, kain yang menjijikan sekalipun dapat dibersihkan. Tak terasa sudah 27 tahun, ia menjalaninya.

Aroma pengharum pakaian langsung tertangkap hidung ketika  masuk ruang linen yang dulunya menjadi kamar Jenazah RSBP. Batam di Sekupang.
Didepan dua mesin pengering yang isinya berputar-putar itu duduk 2 orang perempuan yang sedang melipat kain. Sedang dua orang remaja laki-laki  menyusun tumpukan kain yang sudah terlipat tadi ke atas meja.
''Mereka sudah disini sejak jam 5 pagi.  Karena tadi malam ada pasien yang dioperasi. Kalau tidak dikerjakan mulai subuh, tidak bisa selesai. Padahal biasanya kain-kain itu pasti dibutuhkan untuk operasi pagi harinya,''kata Nasiah, yang sudah 27 tahun bertugas di ruangan linen RS. BP Batam.
Sejak menjabat sebagai koordinator ruangan Linen, wanita asal Belakang Padang ini tidak lagi berangkat subuh. ''Tapi saya sudah ada disini jam 7 pagi. Ada sepuluh orang anggota yang sekarang bantuin. Saya bagi dua shift, pagi dan sore,''kata Nasiah.

Setiap harinya kata Nasiah, kain kotor dari 20 ruangan yang ada di rumah sakit ini  mencapai  450 kg. ''Mulai dari kamar operasi sampai kamar mayat. Dari kain kotor kategori infesius sampai popok bayi,'' jelas wanita yang sudah mulai bekerja sejak tahun 1986.
Bagi Nasiah, muntah, bau bangkai, kain bekas penderita HIV AIDS, kotoran manusia, kain terinfeksi, juga gumpalan darah  adalah sesuatu yang biasa. ''Sudah bertahun-tahun jadi terbiasa. Jadi gak ada rasa jijik lagi. Biasanya untuk kain kotor dengan kategori  berat (infeksius) dari kamar operasi. Harus direndam dulu dengan oksigen, detol atau klorin selama 1/2 jam. Setelah kain siap dicuci dan dikeringkan lalu dibawa. keruangan sterilisasi,''kata Nasiah lagi.
Kain-kain kategori infeksius biasanya sudah dibedakan oleh perawat Kamar Operasi. Mereka memasukkan kedalam kantong putih dan ditulis Melati.
Sedangkan kain-kain kotoran ringan dibedakan penanganannya. Tidak dicampur jadi satu dengan kain infeksius. Popok bayi, baju bayi dan lap tangan dicuci menggunakan mesin rumah tangga. Sedangkan sprei, handuk dicuci dengan mesin laundri.
''Sebelum dicuci, semua kotoran seperti muntah, gumpalan darah, kotoran manusia juga bau bangkai disemprot dengan air. Setelah hilang kotoran dan baunya lalu direndam. Kain warna putih direndam dengan klorin. Yang berwarna pakai oksigen atau detol, ''jelas Nasiah.
Sekarang ini, kata Nasiah, lebih ringan bekerjanya. Ia pun menceritakan  pengalamannya  saat 27 tahun silam. Dulu belum ada mesin setrika, jadi harus menyetrika satu persatu. Saat musim hujan, terpaksa bolak-balik mengangkat jemuran. Tapi sekarang tidak lagi, karena ruang linen telah memiliki 2 mesin pengering. Juga satu alat berukuran besar untuk setrika. ''Kami tak lagi lari-lari angkat jemuaran. Juga tidak lagi menyetrikan satu persatu,''kata wanita yang kini sudah berusia 50 tahun ini.
Nasiah mengaku, pekerjaannya ini tak lagi seberat dulu. Apalagi sudah banyak anggotanya. Pagi itu, Selasa (29/1), Nasiah dibantu Sri Chom Satin (49), Gilang (36) dan Aprianis (20) membereskan semua baju kotor. Tepat pukul 10.00 WIB, sprei, handuk, waslap, baju pasien, keset kaki, popok bayi, baju bayi sudah tersusunn dan mulai dimasukkan didalam dalam kantong putih. ''Kain bersih siap diantar kembali ke ruangan. Karena tugas kami yang menjemput dan mengantarkan,''kata Nasiah. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar