Sabtu, 17 November 2012

Lahir dan Besar di Perahu

Ramdia, Anak Suku Laut yang Ingin Jadi Guru

Malam kian larut, namun jalan raya di Bengkong Polisi itu makin ramai. Kendaraan hilir mudik  berpacu kecepatan untuk saling mendahului. Suara knalpot motor yang memekakkan telinga ikut menambah keriuhan  sepanjang jalan itu. Suara itu sepertinya tak mengurangi konsentrasi Ramdia, siswa kelas 1 SMA Hangtuah ini. Ia makin asyik saja menyusun buku surat Yasin di dalam etalase. ''Mbak ada jual isi cutter, ''tanya seorang gadis membuyarkan konsentrasi  Ramdia.

Mendengar pertanyaan itu, Ramdia seperti berfikir sambil matanya melihat-lihat satu-persatu isi etalase.
''Gak ada mbak,''kata Ramdia. ''Tapi kemarin baru saja saya beli disini,''kata gadis pembeli tadi. Ramdia pun kembali melihat satu persatu alat tulis yang tergantung. Tapi dia tetap juga tak menemukan yang dimaui pembeli itu. Ramdia pun menggeleng. ''Itu dia mbak,''tunjuk pembeli pada sebuah kotak plastik bertumpuk di atas atalase. Bergegas Ramdia mengambil salah satu kotak yang berisi pisau cutter dan menyodorkan pada pembeli itu. Sambil ngomel, pembeli itu menerima pisau cutter pemberian Ramdia. ''Gak dicari dulu sih mba, keburu-buru bilang ngak ada,''kata pembeli itu mengkritik Ramdia.
Yang dikritik pun hanya diam. Tak ada ekspresi marah. Setelah pembeli berlalu, Ramdia kembali mengatur ulang buku-buku yang belum diletakkan ditempatnya. ''Saya disini kerja, kadang masuk jam 16.00 atau jam 19.30. Pokoknya selesai mengerjakan PR, saya baru bisa kesini,''kata gadis kelahiran pulau Air Mas, Punggur.
Sudah setahun ini Ramdia jauh dari orangtua, adik dan kakaknya. Sejak ia di sekolahkan Yayasan Hangtuah, Ramdia tinggal di asrama Hangtuah di Bengkong Polisi.
''Saya kepengen jadi guru,''kata anak ke 12 dari 14 bersaudara.
Ramdia adalah satu-satunya anak pulau perempuan di pulau yang mau melanjutkan sekolahnya. ''Kami menemukan dia diantara anak-anak lain, yang sudah putus sekolah. Tidak ada yang bertahan sekolah seperti Ramdia. Hampir semua anak-anak perempuan di pulau tidak tamat SD, hanya beberapa yang menuntaskannya. Kebanyakan juastru sudah menikah,''kata Aries Kurniawan, kepala sekolah SMA Hangtuah.
Waktu itu, kata Aries, Ramdia masih di kelas 2 SMP.  Ia janji setelah lulus SMP, mau ikut ke Batam untuk bisa melanjutkan sekolah.
Untung saja, M. Din (45) dan Siti Jakiah (40), kedua orangtua Ramdia ini sangat mendukung kemauan anaknya. ''Orangtua saya asli suku laut. Kami dulunya tinggal di perahu. Saya saja lahir di perahu. Kakak-kakak saya juga semuanya lahir di perahu,''kata gadis berusia 15 tahun ini.
Orangtua Ramdia, memang ingin  ada perubahan taraf hidup pada ke empat belas anaknya. Menurut Ramdiah, bapaknya mengizinkan anak-anaknya sekolah hingga keluar pulau. ''Ada lima orang anak bapak yang sekolah. Kalau kakak tertua sudah kerja jadi toke ikan di pulau,''cerita Ramdia sambil air matanya berlinang.
Anis, kakak Ramdia, kini kelas 2 SMA di pulau Air Raja, Emi, adiknya SMP kelas 3 pulau Ngenang, dua adiknya Siti Masitoh dan Adek sekarang kelas 1 dan 4 di SD pulau Ngenang.
''Adik-adik saya bisa sekolah karena gratis saja. Kalau saya dan kakak, uang masuk sekolahnya dibantu Masjid Raya. Sedangkan untuk biaya sekolah, tempat tinggal juga makan semuanya ditanggung Yayasan Hangtuah,''kata Ramdia lagi.
Ramdia pun menceritakan pekerjaan orangtuanya dengan air mata berlinang. ''Bapak dan ibu saya  seorang nelayan. Ibu terpaksa melaut, berangkat sore pulangnya besok pagi. Kalau lagi dapat ikan banyak bisa dijual. Lumayan dapat uang Rp100 ribu. Tapi sering juga gak dapat apa-apa. Biasanya kalau gak punya uang bapak dikasih kakak yang juga toke ikan,''kata Ramdia sambil menunduk.
Kalau lihat perjuangan orangtuanya itu, muncul semangat Ramdia untuk belajar lebih baik. Bahkan Ramdia rela bekerja sambil sekolah. Di mini market milik Yayasan Hangtuah itu Ramdia bersama Sabri, yang juga anak pulau Bulang bekerja.
Seperti malam Kamis lalu, Sabri yang bertubuh tinggi dan berkulit putih ini sibuk melayani pembeli. Terkadang air mineral dipanggulnya dan dibawa ke dalam mobil pembeli. Atau sekarung beras di letakkan di motor pembeli. Sabri terlihat gesit dan disukai pembeli karena keramahannya. Di mini market itu Ramdia dan tiga temannya yang juga dari pulau (Kalok, Galang dan Bulang) di gaji. ''Setiap bulan kami dapat gaji Rp300 ribu. Setiap hari saya dikasih uang jajan dari bapak (Imbalo Iman Sakti, ketua Yayasan Hangtuah) Rp7000. Uang ini yang saya gunakan untuk bantu ibu juga untuk ongkos pulang ke Air Mas. Murah saja kok ongkosnya kalau pulang. Naik angkot ke simpang frengky, terus lanjut angkot ke punggur. Sampai di punggur naik pompong ke pulau air mas,''kata Ramdia.
Saat ini, kata Aries Kurniawan, kepala sekolah SMA Hangtuah, ada empat anak pulau yang disekolahkan gratis oleh yayasan Hangtuah. ''Tujuan kami membantu anak-anak pulau agar mereka dapat memperbaiki kehidupan keluarganya. Supaya ada peningkatan pendidikan dan penghasilan mereka nantinya,''kata mantan wartawan Batam Pos ini.
Empat anak yang disekarang duduk di bangku SMA kelas 1 dan 2 ini, kata Aries  diantaranya 3 laki-laki dan satu perempuan.  Mereka dari pulau Air Mas, Bulang,Galang dan Kalok. Ada satu orang lagi yang sekarang kuliah di Unrika, kami bantu dengan memperkerjakan di mini market. Ramdia dan tiga anak lainnya juga kami berdayakan. Supaya mereka belajar bekerja dan bertanggungjawab pada pendidikannya.
''Untuk kedepannya akan kami lihat situasi dan konsidinya. Jika memungkinkan kami akan bantu lagi anak pulau yang mau sekolah tinggi,'' tutur Aries. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar