Sabtu, 17 November 2012

Menembus Hutan Burma, Demi Orang Rohingya

Imbalo Iman Sakti

Menyusuri hutan demi mengantar amanah. Untuk berbagi rezeki daging kurban pada warga muslim Rohingya di Burma.
Kabut belum lagi hilang dari pandangan. Air embun juga masih menetes dipucuk-pucuk daun. Satupun hewan juga belum terlihat melintas di tengah hutan. Hanya ada keheningan di pagi buta itu. Tiba-tiba deru sepeda motor memecah keheningan hutan di  teluk  sepanjang pantai laut Andaman, Myanmar (Burma).
Sepeda motor itu dibawa seorang pria berwajah melayu dengan menggonjeng pria paruh baya. Tubuh keduanya terus bergoncang bahkan tiga kali terjatuh hingga terguling dibebatuan cadas. Empat jam sudah perjalanan itu dilalui Imbalo Imam Sakti, pria paruh baya yang ada dibonjengan itu. Ia sudah masuk hutan keluar hutan, dan berjalan diatas aliran sungai yang kering berbatu-batu hingga kiloan meter jauhnya. Dari satu teluk ke teluk, tak hanya hutan saja dilalui, tetapi juga naik bukit dan turun bukit yang berbatu-batu cadas. ''Pantat saya sampai lecet. Siku saya juga sakit ketika jatuh dan berguling-guling di batu sungai, ''kata Imbalo, pemilik Sekolah Hangtuah di Bengkong.

Kepergian pemilik Yayasan Hangtuah ke Burma ini untuk mengantarkan hewan kurban untuk warga Muslim Myanmar.   
Komunitas muslim Myanmar (atau yang kita kenal dengan keturunan Rohingya) itu banyak bermukim di hutan-hutan sepanjang teluk Andaman. Tidak diketahui pasti jumlahnya, tapi diperkirakan mencapai ribuan. Mereka sudah menetap ratusan tahun menetap disana. Jauh sebelum negara Myanmar terbentuk. Komunitas ini sebagian berasal dari Langkawi, seorang dari mereka bernama Tengku Yusuf.
“Sejak tok – tok kami sudah tinggal disini” ujar nya menerangkan tentang keberadaan mereka disalah satu teluk indah, daerah penghasil emas dulunya.
Di pemukiman itu, kata Imbalo,  banyak penduduk usia diatas 60 tahun yang dapat dan menulis huruf jawi (arab melayu),dan juga berbahasa melayu. ”Sejak 20 tahun terakhir ini, banyak pula orang macam Ali ini kat sini” kata Tengku Yusuf menerangkan sembari memperkenalkan Ali. Ali pemuda 30 an itu ikut membantu memotong hewan Qurban, kulit Ali agak hitam hidungnya mancung, giginya terlihat agak kemerah merahan, karena mereka  suka makan sirih.
Tidak ada akses jalan darat ke pemukiman – pemukiman itu, semua ditempuh melalui perjalanan laut. Kalau tetap ingin memaksakan jalan darat harus ditempuh dengan masuk hutan keluar hutan.
Mereka umumnya tinggal dirumah-rumah plastik. Atap dan dindingnya dari plastik yang sudah robek dimana-mana. Saat hujan, air masuk dari semua penjuru.
''Ditengah hutan itulah, di perkampungan orang Rohingya, sapi-sapi kurban di potong. Sebagian dibagi untuk warga disitu, sebagian lagi untuk di kampung lain,"kata Imbalo yang membawa amanah warga Batam yang berkurban melalui dompet peduli Batam.  Tugas Imbalo tak hanya di satu kampung, ia masih harus mengantarkan daging kurban ke kampung lain. Ia harus mengejar waktu, agar daging itu tak busuk. Malam makin larut, imbalo tetap berangkat. Darah segar dari daging kurban yang dimasukkan kedalam kantong plastik menetes sepanjang jalan yang dilalui sepeda motor itu.
Empat jam lagi perjalanan yang harus dilalui Imbalo. Selama perjalanan itu juga Imbalo masih merasakan jatuh dan terguling lagi. ''Kami sampai ditonton sama beruk (monyet dalam bahasa Melayu). Mereka lihat waktu kami terguling-guling,''cerita Imbalo sambil tertawa.
Perjalanan itu, kata Imbalo hanya diterangi sinar bulan saja. Karena lampu motor tidak berfungsi. Bahkan beberapa kali sepeda motor itu mogok karena bensin yang diisi ternyata dicampur air oleh penjualnya.
Imbalo mengaku, perjalanan yang dilakukannya itu memang menjadi pilihannya. ''Saya senang saja melakukan semua, walau itu beresiko sekalipun. Saat itu saya sudah pasrah saja kalau sampai ditahan. Teman-teman sudah saya sms,''kata Imbalo yang melakukan perjalanan selama dua minggu sejak 26 Oktober 2012.
Sebagaimana kita tahu, pemerintah Burma melarang kegiatan pemotongan hewan sapi atau lembu. Karena kedua hewan ini dianggap suci di negeri para biksu ini. Selain itu tragedi pembantaian muslim Rohingya di Arakan, turut membuat suasana makin mencekam di seluruh wilayah Myanmar (Burma).
Tentara-tentara dengan senjata laras panjang berada disetiap pos.
Perjalanan Imbalo tak hanya di dalam hutan itu, ia masih melanjutkan perjalanan laut. Menggunakan boat melewati laut lepas Andaman untuk menuju pulau lain  di selat-selat laut Andaman. Ombak tinggi menggulung boat yang ditumpangi Imbalo. Namun itu juga tak menyurutkan keinginan Imbalo membantu warga muslim Rohingya.
Hampir 30 menit perjalanan itu. Imbalo pun akhirnya tiba di satu pulau yang  masuk wilayah Burma. Semua barang bawaan diperiksa oleh petugas. ''Saking takutnya, sebagian foto di kamera saya hapus. Tapi ternyata ngak diperiksa,''kata pria yang kini berumur 60 tahun.
Di kantor imigrasi di kota Kok Song Myanmar ini penuh sesak sama dengan di Ra Nong Thailand.  ''Paspor saya di bolak-balik petugas imigrasi. Mereka seakan tak percaya ada paspor hijau milik orang Indonesia , mau datang ke Kok Song. Agak tersenyum petugas itu, melihat stempel imigrasi Myanmar yang sudah beberapa kali tertera di paspor saya. Katanya “Ten Dollar”. Setelah itu cap sudah tertera masuk tanggal 26 keluar tanggal 8 Nopember 2012 di paspor saya itu,''cerita Imbalo, Kamis malam (6/10) di warnet Hangtuah..
Di Kota Kok Song atau dalam bahasa melayu berarti Pulau Dua, kata Imbaloi tidak terlihat suasana Idul Adha, kalau pun ada, banyaknya orang lalu lalang di pintu masuk tadi, dari cara berpakaian menunjukkan kalau mereka Islam. Di Kok Song ada beberapa masjid, pun tak terlihat suasana pemotongan hewan.
Imbalo mengaku perjalanan seperti ini sering dilakukannya. Ia bahkan pernah ditahan empat bulan di Malaysia karena masalah paspor. Namun itu tak membuatnya jera. Ia bahkan tak pernah ragu mengeluarkan uang dari koceknya sendiri untuk membiayai perjalanannya itu. ''Yah kalau dekat hanya 3 juta, kalau jauh bisa sampai 5 jutaan. Saya pake uang keuntungan dari minimarket,''kata Imbalo.
Hampir seluruh negara ASEAN sudah dikunjungi Imbalo. ''Hanya Filipina yang belum. Insya Allah bulan Desember mau kesana,''kata pensiunan karyawan Pertamina ini.
Apa saja yang dilakukan Imbalo di negara-negarta yang sudah dikunjunginya? ''Biasalah silaturahim muslim minoritas, melihat makanan-makanan halal yang ada di tiap negara,mengunjungi lembaga Islam, juga masjid-masjidnya, selain itu berkunjung ke organisasi Muhammadiyah se Asean. Saya juga suka lihat pendidikan sekolah di perbatasan negara. Saya akhirnya tahu kinerja KBRI di tiap-tiap negara,''kata Imbalo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar