Rabu, 02 Januari 2013

Dituntut Bisa Padam Api juga Penyelamatan

Petugas-petugas Pemadam Kebakaran

Dari luar kantor Penanggulangan Bahaya Kebakaran (PBK) di Jl. Jenderal Ahmad Yani tampak lengang. Yang terlihat hanya mobil-mobil pemadam kebakaran yang terparkir rapi di dalam gedung. Tapi semakin kedalam kantor bercat putih merah itu, terlihat aktivitas beberapa  petugas PBK berseragam biru dongker. . Dan sebagian lagi asyik berdiskusi satu dengan lainnya.

Hazmin Suksmono (53) pun demikian. Petugas pemadam kebakaran yang sudah 27 tahun mengabdikan diri di PBK PB Kawasan asyik mendengar obrolan Kusnanto (47).
Mengenakan kaos oblong biru dongker, Hazmin yang tinggal 2 tahun lagi pensiun menceritakan pengalamannya menjadi petugas pemadam kebakaran. ''Saya masih sering trauma. Seperti ada benda jatuh yang akan menimpa badan saya,''kata pria yang rambutnya sudah ditumbuhi uban.
Trauma yang dialami Hazmin ini sejak kejadian kebakaran di lantai 2 Bank BPD tahun 1989. Hazmin yang saat itu hendak memecahkan kaca di lantai dua ruko itu, terjatuh akibat menginjak pipa tipis kanopi. ''Saya ingat betul kejadian itu, tanggal 17 Juli 1989 pukul 19.15 WIB. Waktu jatuh, muka saya kena drum, rahang saya patah. Wajah saya bengkak,''kata Hazmin yang sejak kejadian itu tak lagi menjadi Nozzle Man.
Nozzle man adalah petugas pemadam kebakaranyang memegang selang paling depan.
Satu tahun juga, Hazmin memulihkan tulang rahangnya yang patah juga trauma akibat jatuh. Namun ternyata trauma itu tak bisa sepenuhnya hilang. Saat bertugas lagi, Hazmin selalu ragu-ragu ketika masuk ke titik kebakaran. ''Saya selalu merasa ada yang akan menimpa saya. Makanya sejak itu saya tidak ditugaskan lagi sebagai nozzle man, dan hanya mengurus logistik.
Berbeda pengalaman namun sama-sama meninggalkan trauma. Begitu juga dirasakan Slamet Riyanto (54). Pria yang kini menjabat Kasi Pencegahan ini pernah terkena flek pada paru-parunya.''Waktu tahun 1980, PBK Batam belum punya alat perlindungan diri (APD). Tiga tahun saya bekerja dengan cara membasahi handuk atau kaos yang kemudian diikatkan melingkar tepat dibawah mata. Fungsinya untuk menahan panas. Dan ternyata tiga tahun kemudian, saya mulai merasa sesak nafas. Ini efek dari menghirup gas karbonmonoksida dari hasil pembakaran,''kata Slamet yang tinggal setahun lagi menjalani tugasnya sebagai petugas PBK.
Waktu itu, kata Slamet berat badannya turun drastis dari 70 kg menjadi 54 kg. Ia berusaha berhenti merokok sambil terus berobat. ''Alhamdullilah, dua tahun menjalani semuanya, flek di paru-paru berangsur-angsur hilang,''kata Slamet yang menjadi petugas PBK paling senior diantara rekan-rekannya yang lain.
Keinginan untuk menolong  membuat petugas pemadam kebakaran yang minim perangkat keselamatan seringkali nekat menerobos bahaya. Kusnanto (47) pernah masuk ke area gas bocor. Pakaiannya sudah berubah menjadi putih. Seperti terkena cairan pemutih pakaian. Nafasnya sesak, keringatnya menjadi putih seperti bedak. Pernah juga kata Kusnanto, ia terjebak di dalam diskotek yang terbakar. Selang yang biasa dijadikan penunjuk jalan sudah ditarik keluar oleh rekannya. Akhirnya Kusnanto mencari jalan keluar dengan mendengar suara-suara temannya untuk mencari jalan keluar di kegelapan. 
Slamet pun bercerita, dulu PBK lebih banyak menanggulangi kebakaran hutan dibandingkan rumah. Sejak tahun 1990an, mulai bermunculan perumahan. Dulu sekitar tahun 1982-1985, kata Slamet lagi, mobil pemadam kebakaran hanya 3 unit. Tambah lagi dua unit tahun 1986. ''Standarnya setiap 15 ribu penduduk harus dilayani 1 kendaraan pemadam kebakaran. Waktu itu BPK Batam belum bisa memenuhi standar itu,''kata Slamet.
Ketika itu, penduduk sangat padat di kawasan Jodoh. Dan terjadi kebakaran besar  di kampung Melayu (sekarang tempat berdirinya Masjid baitul syakur juga KFC), kampung Boyan (sekarang pasar Tanjung Pantun) juga kampung becek (sekarang BCA). Dengan 1 mobil tangki dan 2 mobil pemadam kebakaran, kebakaran itu tak tertanggani. ''Waktu itu kami tidak pulang 2 malam untuk memadamkan api. Karena banyak sekali yang terbakar. Apalagi semuanya rumah panggung dari kayu dan atap rumahnya juga dari getah (karet). Semuanya mudah terbakar. Akses jalanpun sempit,,''kata Slamet
Kebakaran terbesar kedua terjadi di pasar Pelita tahun 1990. Waktu itu, kata Slamet, ia bersama Hazmin dan Kones Hairi, bahu-membahu memadamkan api di pasar. Karena tidak ada hidran (sumber air), terpaksa mengambil air di simpang kabil. Kondisi pemukiman penduduk ataupun pasar tanpa hidran seperti ini juga membuat kerja petugas pemadam kebakaran tidak maksimal. Akibatnya pasar Pelita ludes terbakar.
Baru-baru ini, masih dibulan Desember 2012 juga ada kebakaran besar di Bengkong. Empat rumah terbakar akibat gas kompor meledakm ''Untung saja warga cepat berinisiatif, membasahi rumah disebelahnya. Dengan cata memecahkan pipa ATB.
Untuk saat ini, kata Slamet, APD sudah 99 persen dipunyai PBK Batam. Namun personil yang masih butuh penambahan. Saat ini, dengan jumlah personil PBK 117 personil. Harus mengisi 6 pos (batu ampar, nongsa, punggur, sagulung, sekupang, dan kantor pusat di jl. Jenderal Ahmad Yani. Armada yang dimiliki PBK Batam yaitu 2 mobil tangga, 2 mobil tangki, 9 fire truck engine.
Kekurangan personil terlihat jelas di salah satu pos di  Nongsa, setiap siftnya hanya dijaga 3-4 orang. ''Jika terjadi kebakaran, yang satu nyetir, yang satu lagi nyemprotkan air, nah yang satu lagi harus jaga pos. Dengan kurangnya personil seperti ini kami mulai berdayakan warga untuk membantu. Itulah tugas saya untuk mensosialisasikan cara penangganan 5 menit pertama saat kebakaran,''kata Slamet.
Saat ini kata Gunadi, Kasubdit PBK BP Batam, petugas pemadam kebakaran dituntut untuk tugas rescue. ''Baru-baru ini ada orang loncat dari tower, kami juga dipanggil. Orang tenggelam, karyawan pabrik kejepit mesin pun, warga nelpon kesini,''kata Gunadi. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar