Rabu, 02 Januari 2013

Ingat Semua Muridnya, Dijuluki Guru Pentium

Elfiza, Kepala Sekolah SMA 3 Tanjungpinang

Kemampuannya mengingat  7500 anak muridnya membuat Elfiza dijuluki guru pentium.
Usianya tidak muda lagi. Terlihat dari guratan-guratan keriput di wajahnya juga gigi yang sudah tak lengkap lagi. Namun obrolannya tak menyiratkan usia yang makin banyak. Ia bisa panjang lebar bercerita tentang anak-anak didiknya yang jumlahnya mencapai 7500 orang.

''Saya mengingat kalian seperti mengingat anak sendiri, karena itu saya tidak pernah lupa''kata Elfiza yang mampu mengingat apapun tentang siswanya.
Elfiza pun mulai bercerita tentang beberapa siswa yang pernah diajarinya 21 tahun lalu di SMAN 1 Tanjungpinang. ''Waktu itu uji protein di labor. Agung masih saja ngobrol. Sedangkan  tabung yang berisi protein dibiarkan saja diatas alat pemanas. Akibatnya isinya keluar semua, untung saja tidak meledak dan mengenai muka Agus yang ada di dekat situ. Saya pura-pura marah dan meninggalkan labor. Lalu sembunyi di ruang majelis guru. Dari jauh saya tetap awasi kalian. Saya lihat Vicky sibuk bersihkan kaca, Agung bersihkan meja,''kata Elfiza yang kala itu menjadi guru Kimia.
Itu adalah satu dari sekian banyak cerita yang terekam dalam memori Elfiza. Ada banyak hal-hal kecil lain yang mampu diingat Elfiza  dengan tepat. Bahkan nama panggilan di rumah pun, diketahui  oleh wanita kelahiran bukit tinggi ini. ''Begitulah cara mendekati siswa. Kita harus buat mereka serasa di rumah. Pasti anak-anak ini akan mudah didekati,''kata Elfiza yang sudah kini menjadi Kepala Sekolah SMAN 3 Tanjungpinang.
Tak heran kata Elfiza, siswa-siswanya suka curhat. Dulu, kata Elfiza, laboratorium menjadi tempat curhat. Kalau sekarang ponsel menjadi sarana curhat.
"Malam-malam adalah waktu mereka menelpon. Apa aja diceritakan ke saya,''kata Elfizah.
Elfizah mengaku tak memberi jarak pada seluruh siswanya, tapi ia tetap memberi batas. ''Saya paling suka beli buah-buah yang banyak supaya bisa dimakan sama-sama. Makanya kalau beli buah seperti semangka atau duku. Kadang pepaya yang tumbuh di kebun sekolah saya kupas dan makan ramai-ramai. Itulah cara saya mendekat pada anak-anak. Demikian juga ketika ada yang saya tidak suka. Langsung saja saya sampaikan. Jika salah jangan dibiarkan. Itu artinya membiarkan mereka terjebak. Jangan sampai salah dibiarkan, setelah salah dimarahi. Itu namanya menjebak,''tutur wanita kelahiran Rengat.
Karena itu kata Elfiza, siswa-siswanya paling takut melihat dirinya marah. Padahal kata Elfiza, marah yang dilakukannya itu agar muridnya tidak melakukan hal yang salah. "Marah itu harus ikhlas. Lucu ya kok ada marah itu ikhlas. Ya memang harus begitu. Marah yang saya lakukan itu karena saya tidak ingin membiarkan kesalahan itu. Seperti tadi, saya baru saja menghukum siswa, karena terlambat. Hukumannya mencatat nama guru dan mata pelarannya,''kata Elfiza yang selalu berupaya menghukum tanpa kekerasan fisik.
Bagi Elfiza mendidik itu unik dan ada seninya. Karena ia merasa seolah menjadi kolektor watak. Ia mengaku tahu semua watak siswanya. ''Biasanya saya analisa dari urutan kelahirannya. Maksudnya, penangganan anak sulung, anak kedua, ketiga hingga bungsu berbeda,''kata Elfiza yang pernah bercita-cita menjadi seorang ahli nuklir.
Elfiza mengaku kalau dulu ia diizinkan orangtuanya sekolah ITB dan menjadi seorang tehnik nuklir, ia mungkin tak merasa sebahagia seperti sekarang. ''Tak terbayang kalau gak jadi guru. Pasti saya mudah stres,''kata Elfiza yang sudah mengajar sejak tahun 1983.
Padahal saat pertama kali mengajar Kimia di Tanjungpinang, Elfiza hanya seorang diri.  Walau akhirnya ia memiliki seorang teman guru Kimia lagi, ia masih harus mengajar kelas pagi dan sore di empat sekolah.
Pengabdiannya seperti ini bagi Elfiza demi menghasilkan anak-anak yang sukses. ''Arti sukses disini adalah dia bisa menghidupi dirinya sendirinya sendiri. Yah, sejahtera menurut dia,''kata Elfiza.
Kebanggaan lainnya, anak didiknya bisa melanjutkan sekolah hingga S3. ''Alhamdullilah alumni SMAN 1 ada yang  jadi profesor. Yang melanjutkan sampai S2 juga banyak. Saya sangat bersyukur,''tutur Elfiza.
Elfiza mengaku sangat menekankan kedisplinan dalam mengajar. Karena kedisplinan paling menentukan suatu keberhasilan. Ia selalu mencontohkan. ''Sejak dulu, saya ajak anak-anak membersihkan taman di samping kelasnya jika sedang tidak ada guru mengajar. Kebiasaan itu akhirnya berkelanjutan. Mereka spontan ke taman kalau jam belajar kososng,''kenang Elfiza pada siswa-siswanya angkatan 92 jurusaan Biologi.
Apapun terekam kuat dalam ingatan Elfizah, ia bisa dengan lancar menceritakan kepintaran, kenakalan, kebiasaan, kisah pacaran, hingga yang punya problem keluarga bahkan sampai, tempat duduk sekaligus tahun muridnya belajar.
Hingga kepala Sekolah SMAN 1 Tanjungpinang, Drs. Encik Abdul Hajar pada suatu reuni Alumni SMA 1 Angkatan 92 beberapa waktu lalu, ia menyebut Elfiza sebagai guru berotak pentium. Karena kemampuannya mengingat hal-hal sekecil apapun.
Mendengar itu, Elfizah senyum-senyum saja. Ia mengaku pernah diuji oleh seorang kepala sekolah. Ia ambil salah satu arsip siswa, dan dia sebutkan namanya, beliau minta saya menyebutkan identitas si siswa. ''Saya memang bisa menyebutkan rumahnya dimana, orangtuanya siapa dan tahun belajarnya,''kata Elfiza sambil tertawa.
Karena kemampuannya ini, murid-muridnya sering bertanya cara menghafal yang efektif. ''Tidak ada yang khusus. Saya hanya memperlakukan siswa saya seperti anak sendiri. Karena tidak ada kan orangtua yang lupa dengan anaknya. Saya suka membayangkan mereka. Pasti terasa bahagia. Selain itu memang saya suka membaca. Apa saja buku saya baca. Semua ilmu saya suka, novel juga. Nonton tv juga. Tapi seputar wawancara tokoh. Saya suka pelajari cara tokoh-tokoh itu berbicara juga mengamati cara berfikirnya. Saya suka belajar karakter orang. Ini membuat saya bisa melakukan pendekatan pada siswa dan juga tidak pernah menjadi seorang pelupa. Daya ingat makin kuat,''kata Elfiza yang pernah dimintai tips oleh seorang profesor yang dulu adalah muridnya di SMA 1 Tanjungpinang.
Walau sudah menjadi kepala sekolah, Elfiza tetap dekat dengan siswanya. Tiga tahun belakangan ini Elfiza menjadi kepala sekolah di SMA 3. Ia dimutasi setelah empat tahun menjabat sebagai kepala sekolah SMA 1 Tanjungpinang. Tantangan diberikan Elfiza, karena sekolah itu bukan termasuk sekolah favorit. ''Sekolah ini minim input. Sedikit sekali siswa yang berminat masuk ke sini. Tapi saya berusaha memberi output yang bagus. Caranya dengan menghasilkan siswa yang jago IT. Saya ngembangkan sekolah ini berbasis informasi teknologi,''kata Elfiza yang baru saja pulang dari Semarang, Jakarta dan Bandung  melakukan studi banding sekolah berbasis IT disana.
Ia mengaku ingin mencontoh sekolah di Semarang yang menggunakan sistem SKS seperti diperkuliahan. Saat ini berangsur-angsur ia ubah sistem belajar  moving class. Setiap mata pelajaran berbeda ruang belajarnya. Mirip seperti kuliah. ''Semoga nantinya, minat siswa terhadap IT makin baik,''kata Elfiza yang makin bangga karena SMA 3 mewakili Kepri sebagai sekolah berbasis IT bersama beberapa sekolah lainnya diseluruh Indonesia. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar