Rabu, 02 Januari 2013

Dulu Wartawan, Kini Keliling Daerah Ajarkan Budi Pekerti

Budi 'Liong Bun Fung' Tamtomo

Kerisauannya pada prilaku generasi muda yang suka tawuran, narkoba, seks bebas juga tak tahu sopan santun membuat Budi tertantang menyebarkan ajaran budi pekerti dari kitab klasik Cina.


Vina dan Gito, sepasang suami istri itu  serius menulis huruf cina di lembaran buku tulis kotak-kotak. Mencontoh tulisan  pada selembar pamflet bergambar beberapa manula.
Di depannya duduk seorang pria yang rambutnya sudah memutih  mengeja tulisan yang sedang ditulis Vina dan Gito dengan bahasa Mandarin. Dengan sangat fasih ia mengeja satu persatu kata-kata itu.  
''Dang chu wo yin dao ni zou shang ren sheng de lu, ru jin qing pei ban wo zou wan zui hou de lu, gei wo ni de ai he nai xin, wo hui bao yi gan ji de wei xiao, zhe wei xiao zhong ning jie zhuo wo dui ni wu xian de ai,''kata Budi Tamtomo, seorang pendidik budi pekerti usia dini.
Budi pun melanjutkan dengan memberi penjelasan arti dari kalimat Mandarin yang dibacanya tadi. ''Dulu daku menuntunmu menapaki jalan kehidupan ini, kini temanilah daku hingga akhir jalan hidupku. Berilah daku cinta kasih dan kesabaranmu. Daku akan menerimanya dengan senyuman penuh syukur. Didalam senyumku ini, tertanam kasihku yang tak terhingga padamu,'' kata Budi lagi.
Kalimat ini, kata Budi adalah satu dari sekian banyak ajaran Konficius yang mengajarkan cara berbakti pada orangtua.
Vina dan Gito pun manggut-manggut mendengar penjelasan itu. Gito yang juga seorang pengusaha ini merasa perlu mempelajarinya bahasa Mandarin. ''Selama ini saya gak tau bahasa Mandarin seperti apa. Yang saya tahu sejak lahir hanya bahasa daerah kami masing-masing, ada bahasa the chiu, kek juga hokian. Kalau Mandarin ini adalah bahasa Internasionalnya. Di Singapura bahasa Mandarin ini yang dipakai. Saya sering kesulitan jika harus bicara dengan mitra bisnis saya disana,''kata Gito yang sudah 2 minggu belajar di tempat kursus Mandarin milik Budi di perumahan Permata Baloi blok H1 no 11.
Di ruang tamu yang dialihfungsikan sebagai tempat kursus itu, Budi mengajari Gito dan Vina. ''Ada sekitar 10 orang dewasa dan 6 orang anak-anak yang belajar bahasa Mandarin. Dari sepuluh orang itu kebanyakan berprofesi sebagai guru TK. Selain itu ada pengusaha, ibu rumah tangga, juga seorang mekanik,''kata Budi yang pernah kuliah jurusan sastra Tionghoa di Xia Men University di Cina.
Mempelajari bahasa Mandarin, kata Budi, juga akan mempelajari budi pekerti. Karena setiap kata dalam bahasa Mandarin mengandung makna. Karena itu sangat baik dipelajari guru-guru TK atau seorang ibu. Yang memang tugasnya adalah mendidik anak-anak.
Budi pun menuliskan sebuah huruf Cina yang menyerupai langkah kaki manusia di white board.  ''Ini bacanya Ren, yang diartikan dalam bahasa Indonesia adalah  manusia. Huruf ini punya banyak sekali makna. Yang salah satunya hubungan antara sesama manusia, keluarga juga pada Yang Maha Pencipta. Jika mau dijabarkan lagi bisa 3 jam,''kata Budi Tamtomo yang sudah membuka kursus Mandarin sejak tahun 1968 di Tangerang. Sejak tidak menjadi wartawan di Harian berbahasa Cina,  International Daily News (guo ji ri bao) ini, Budi memilih menjadi pendidik. Menetap dari satu daerah ke daerah lain untuk mengajarkan bahasa Mandarin dan budi pekerti. ''Pernah di 1 tahun di Bangka, 2 tahun di Samarinda, 6 bulan di Natuna, 1 tahun di Selatpanjang. Kalau di Tanjungpinang dan Singapura bolak-balik saja karena dekat. Di Batam, saya jadi koordinator konseling di sekolah. Pernah di Mondial dan Global. Kalau kursus saya buka sendiri,''kata Budi yang mengeluarkan biaya pribadi untuk berkeliling dari satu daerah ke daerah lain.
Selama menjadi pendidik budi pekerti, mantan redaktur Jawa Pos group ini sudah membuat buku Dizigui (kitab pendidikan budi pekerti) yang merupakan  terjemahan 5 kitab klasik Cina (five clasic).
''Cetakan pertama 5000 eks sudah disebar gratis. Ditaruh di rumah makan vegetarian Nature juga habis. Bahkan pemiliknya, pak Sidik, sudah mempraktekkan isi buku itu pada karyawannya,''kata ketua Lembaga Pengkajian Kitab Klasik Batam yang menyusun dan mengedarkan Dizigui.
Pemilik nama Tionghoa Liong Bun Fung inipun menunjukkan sebuah buku 56 halaman berwarna orange. Bertuliskan Dizigui, kitab pendidikan budi pekerti. ''Inilah tugas yang sedang saya kerjakan. Mengenalkan ajaran budi pekerti seperti yang diajarkan Konficius,''kata Budi yang pernah menterjemahkan 5 kitab klasik Cina ini kedalam bahasa Sunda, Samarinda juga Bangka.
Buku yang dicetak pada tgl 3 Juli 2010 ini karena bantuan beberapa orang sponsor. Seperti tertulis pada halaman pertama buku itu ada lima nama yang ikut mendanai. Mereka berharap dengan donasi ini pahalanya diberikan pada ibunda mereka.
''Inilah salah satu tujuan saya menyebarkan ajaran-ajaran budi pekerti. Agar nantinya melalui mereka, yang ibu rumah tangga bisa mulai mendidik anaknya lebih baik. Yang guru TK bisa mengajarkan dan memberi contoh, jadi tidak melulu teori. Karena kemajuan sebuah negara dimulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga,''kata Budi yang sering diundang menjadi penceramah budaya Tionghoa.
Karena kata Budi, yang membentuk karaktek anak adalah orangtuanya. ''Anak yang suka memukul teman. Biasanya pendidikan dirumah juga main pukul. Jadi kalau kita ingin tahu  orangtuanya seperti apa cukup lihat anaknya. Saya pernah melihat sendiri, anaknya dipukuli di depan saya. Sewaktu orangtuanya saya panggil karena anaknya memukuli temannya. Semoga saja dengan orangtua mau belajar budi kitab budi pekerti semakin tau cara mendidik anak yang benar,''kata pria kelahiran Samarinda yang kini berusia 68 tahun. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar