Rabu, 02 Januari 2013

Pekerjaan Paling Mulia

Sulastri, Kepala Perawat RSOB

Dingin pagi masih terasa. Namun Sulastri sudah harus berangkat dari rumahnya di  komp. Kartini 1, no.9 Sei.Harapan, Sekupang. Setelah mengerjakan tugas-tugas di rumah dan mengurus kebutuhan Ario, putra bungsunya. Ia  harus segera sampai di RSOB, tempatnya mengabdi  24 tahun  sebagai perawat.

Mengenakan stelan celana panjang hitam dan blouse batik, Sulastri  sudah tiba di ruang kerjanya di lantai 2 poliklinik RSOB pukul 07.30 WIB.  Ia segera menyambangi nurse station, tempat berkumpulnya seluruh perawat. Di tempat inilah alumni sekolah keperawatan Yarsi Jakarta ini mengkoordinir perawat RSOB yang jumlahnya mencapai 204 orang. Hari itu, Jumat (21/12) Sulastri  hilir mudik mendatangi masing-masing poliklinik. Ia harus mencarikan perawat tambahan untuk membantu perawat di ruang medical check up. ''Kebetulan ada perusahaan yang mengirimkan beberapa karyawannya untuk di medical check up. Sedangkan pasien umum juga tak kalah banyak. Makanya butuh tambahan perawat disitu. Saya cari perawat yang ada disini. Semua masih sibuk dengan tugasnya masing-masing. Kalau kondisinya seperti ini, saya berdayakan perawat diruangan rawat inap,''kata Sulastri yang saat ini menjabat Kasie Keperawatan RSOB di Sekupang.
Bagi Sulastri, perawat adalah ujung tombak dari sebuah rumah sakit. ''Perawatnya baik, maka baguslah rumah sakit itu,''kata wanita kelahiran Bagansiapi-api.
Karena kata Sulatri, jumlah perawat lebih banyak dari jumlah dokter. Dan pasien selalu berhubungan 24 jam dengan perawat. ''Saya selalu bilang ke perawat-perawat yang  baru maupun yang sudah senior agar menjaga attitudenya. Prilaku yang baik paling penting dipunyai seorang perawat. Tidak ada artinya skill dan knowlagde bagus, kalau prilaku tidak dijaga,''kata Sulastri.
Apapun kondisinya, walau sedang memiliki masalah di rumah, seperti  bertengkar dengan suami, anak sakit atau  masalah pribadi, sesampai di rumah sakit, harus dilupakan sejenak. Karena pasien tidak mau tahu. Mereka hanya tahu datang ke rumah sakit karena butuh pertolongan.  Sulastri mengaku harus menekankan prinsip ini karena kebanyakan perawat adalah perempuan. Mereka kebanyakan seorang ibu yang sudah punya anak. Pasti, banyak beban yang ditanggungnya. Dan tentu saja emosi mudah terpancing. Apalagi di rumah sakit ia akan menghadapi orang yang sakit juga keluarganya. ''Sering hal sepele bisa menjadi masalah. Akhirnya keluar omongan dengan nada ketus. Seperti baru-baru ini, perawat RSOB diberitakan di koran karena layanan buruk. Disebut di beberapa media di Batam, bahwa perawat RSOB galak,''kata ibu dari Nadia, Gita dan Ario.
Sebagai seorang perawat yang sudah bertahun-tahun menanggani beragam pasien, Sulastri tak langsung memarahi perawat tersebut, melainkan ia panggil semua perawat. ''Kebetulan setiap Selasa, adalah jadwal kami para perawat berkumpul. Saya buat kebiasan itu jadi agenda rutin. Disini kami biasakan presentasi masalah maupun sharing ilmu. Jadi waktu itu saya tampilin berita yang ada di koran. Lalu kita bentuk kelompok. Dan masing-masing kelompok menanggapi masalah itu. Dari sini saja masalah dapat diselesaikan,''kata Sulastri.
Ia mengaku tak ingin menyalahkan pada siapapun. ''Saya tahu, masalah muncul karena ada penyebabnya. Makanya saya tak komplain ke media, dan juga saya tidak menyalahkan perawat. Saya sangat tau bagaimana seorang perawat bekerja. Pasti ada sesuatu yang menyebabkan mereka berubah menjadi galak,'' tutur Sulastri.
Sulastri merasa, profesi ini bukanlah pekerjaan favorit. Tak semua orang suka. Tak semua orang mau jadi perawat. Ia saja memutuskan jadi perawat karena meihat sendiri para perawat-perawat itu mengurus ibunya yang terkena stroke. ''Dengan telaten, mereka mengurus ibu saya waktu itu. Sejak itu saya ingin sekolah perawat,''kata wanita yang mulai bertugas di Batam tahun 1988. Jadi mereka yang sudah mau menjalani profesi ini saja sangat luar biasa. Karena pekerjaan ini sangat mulia. Mereka mau mengerjakan pekerjaan yang kadang tak semua orang mau. Bahkan kadang anak sendiri saja tak mau melakukannya. Seperti membersihkan muntah ataupun kotoran BAK. ''Pekerjaan ini ibadah. Karena seorang perawat melakukan banyak hal. Dengan menyentuh, mengajak pasien berkomunikasi, pasien sudah merasa senang. Perasaan senang seperti ini secara tak langsung memudahkan proses penyembuhan. Beda dengan dokter yang hanya sesekali bertemu. Kalau pasien kan 24 jam mengurusi pasien,''kata Sulastri.
Sulastri pun mengenang saat pertama kali bertugas di Batam. Di Otorita Batam, Sulastri ditempatkan di bagian Kesehatan Lingkungan. Bersama dokter, ahli gizi, ahli lingkungan juga surveyor. Ia bertugas memberi penyuluhan. ''Pekerjaan saya berpindah-pindah, dari satu tempat-ke tempat lain. Bahkan sampai ke pulau-pulau. diterjang ombak juga pernah. Sampai kena Malaria juga. Teman-teman di Jakarta kaget kok masih ada penyakit malaria, padahal penyakit itu sudah lama tidak ada,''kata Sulastri. 
Waktu itu kata Sulastri, Batam masih hutan, dan banyak nyamuk malaria. Sulastri yang  masih berumur 23 tahun menganggap itu adalah satu resiko tugas.
Satu tahun kemudian, Sulastri ditugaskan ke RSOB (sekarang RSBPK). Ia pun mulai belajar lagi. ''Lama gak pegang pasien sakit. Saya harus belajar lagi. Untung saja masih sering suntik juga mengukur tekanan darah pasien waktu penyuluhan,''kata Sulastri.
Ia pun menapaki karir dari perawat pelaksana, ketua tim dan kini kepala ruangan. Baginya perawatlah yang sangat mengerti pasien. Karena ia  selain 24 jam bersama pasien, punya banyak waktu mengetahui permasalahan pasien, jadi tempat curhat pasien. Beda dengan dokter yang datang hanya sesekali. Kamilah yang banyak tahu riwayat sakitnya pasien. ''Kami menyentuh semua hal. Tak hanya medisnya tapi juga psikologi pasien. Karena itu perawat harus banyak belajar ilmu kejiwaan, ''kata Sulastriagi. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar