Sabtu, 18 Januari 2014

Tidak Ada Kata Berhenti Mengajarkan Agama Allah

Hj. Emmy Warsih, Pelopor Majelis Taklim di Kepri

Ketika sakit tak membuatnya menyerah. Ia tetap membuat kegiatan keagamaan, walau dari rumah.

Keriput di wajahnya makin terlihat jelas. Bobot tubuhnya juga banyak menyusut . Berjalan tidak secepat dulu lagi. Kakinya pun mudah sakit karena pengaruh diabetes. Tak heran jika anaknya tidak memperbolehkan lagi ia bepergian sendiri. Naik turun angkot seperti dulu.  Kini hari-harinya lebih banyak di rumah. Membaca buku kesukaannya, mengaji, sholat juga bermain dengan cucu.


Walau segala kekurangan itu kini ada pada dirinya,  tidak membuat Emmy Warsih diam tidak melakukan apa-apa. Semangatnya tetap saja mengebu-ngebu. ''Walau saya gak boleh kemana-mana lagi. Bukan berarti saya tidak melakukan apa-apa. Saya harus melakukan sesuatu,''kata Emmy Warsih yang kini sudah berusia 71 tahun.

Dilihatnya majelis taklim perumahan di tempat tinggalnya tidak  ada lagi. ''Sudah vakum dua tahun. Saya coba ajak lagi.  Saya panggilkan guru. Alhamdulilah kemarin majelis taklim di rumah warga di blok C cukup ramai yang datang. Senangnya hati mama,''kata Emmy Warsih. 
Mama, begitu ia menyebut dirinya, ingin warga disini benar-benar menjalankan ibadah.  ''Jangan hanya Islam di KTP saja. Mama ingin semua semua warga disini menjalankan ibadah yang dianjurkan Rasullulah,''kata Emmy yang dikenal sebagai pelopor pendirian

majelis taklim pertama kali di Masjid Raya Batam yang juga menjadi majelis taklim pertama di Kepri.
Bagi Emmy, majelis taklim adalah tempat mencari ilmu. Makanya ia begitu getol mengaktifkan majelis taklim. ''Disini kita bisa belajar agama. Makanya mama carikan guru terbaik. Dia itu  ustadzah Ida Fitria, guru bahasa Arab dan pernah belajar satu  tahun di Mesir. Ilmu agamanya bagus. Dia ini sangat sibuk, dan agak susah sekali diundang. Tapi alhamdulilah, ia mau menerima undangan mama,''kata wanita yang pernah mengkoordinir majelis taklim beranggotakan 400 orang.

Tak hanya menyasar ibu-ibu saja, Emmy juga  memperhatikan pendidikan agama anak-anak di komplek perumahan Taman Bepede ini. Mushola Al Jihad yang tadinya tanpa kegiatan, ia upayakan ada taman pendidikan Al Quran. Dipanggilnya ustad Khairul untuk mengajari anak-anak mengaji ''Sudah dua tahun juga anak-anak disini ada kegiatan mengaji,''cerita mama.

Satu lagi yang sedang dikerjakan Emmy Warsih yaitu membuat rumah Tahfiz Quran di Batu Besar. Rumah tempat tinggalnya dulu ia hibahkan untuk masyarakat Batu Besar. ''Di rumah itu sudah dipasang plang nama pesantren mini Miftahul Hidayah, Al Quran juga sudah banyak disana. Tapi sekarang masih tutup karena ustaz yang mengurusi rumah tahfiz itu pulang kampung. Pernah 10 hari buka, setelah itu tutup sampai sekarang,''keluh wanita asal Sumatra Barat ini.

Rumah yang diwakafkan Emmy ini adalah tempat tinggalnya dulu bersama suami dan 4 anaknya. Di rumah ini, Emmy  membuka klinik pengobatan. Ia yang seorang perawat juga bidan, terfikir untuk membuat balai pengobatan karena belum ada puskesmas, bidan apalagi dokter. ''Dulu disini masih hutan. Kasihan kalau ada yang sakit atau melahirkan. Makanya mama bantu sebisa mama. Dari sakit batuk sampai melahirkan,''kata Emmy mengenang 11 tahun tinggal di rumah itu.

Sepertinya Emmy tak puas hanya satu rumah, ia juga wakafkan sebidang tanah seluas 1500 meter untuk tahfiz quran dan mushola di Padang, Sumatra Barat.
''Saya tak ingin tanah ini jadi sengketa, saya hibahkan saja untuk kepentingan umum,''kata Emmy lagi.
Hanya itu yang bisa diperbuatnya. Dulu ia masih bisa mengkoordinir anggota majelis taklim untuk  berbagi dengan anak yatim piatu, anak-anak jalanan, manula, juga orang fakir miskin. Tapi sekarang tidak memungkinkan lagi. Tubuhnya tidak bisa diajak kompromi.

Dulu ia masih bisa menggalang dana dari anggota majelis taklim. Ia memang hanya menggunakan dana mandiri. Emmy mengaku tidak mau meminta-minta dana pada pihak lain. "Saya tidak mau jadi sandal, tapi saya mau jadi topi. Minta berarti tempat kita dibawah. Memberi artinya kita ada diatas," kata pengagum Dahlan Iskan, tokoh yang terkenal dengan kesederhanaan itu.

Sejak dulu, kata Emmy, ia paling suka beraktivitas. "Sewaktu bekerja mama rela jadi tukang pel. Mama ingin
dapat ilmu dari dokter bedah asal Iran itu. Empat tahun jadi asisten dokter dan 6 bulan belajar psikolog dengan Dadang Hawari,  mama dapat ilmu psikologi juga bedah," kata Emmy yang juga pernah menjadi murid Prof. Hembing. Tak terasa kata Emmy, sebelas tahun sudah mengurus lansia, posyandu, anak terlantar juga majelis taklim Miftahul Jannah.

Emmy mengaku ia akan terus berbuat baik. Walau sekarang hanya di rumah, ia yakin masih bisa berbuat. Baginya berbagi ilmu membuat ia ingin selalu menambah ilmu. Tak heran ia tak pernah ketinggalan informasi. Media massa juga buku-buku menjadi temannya selama mengisi waktu di rumah. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar