Andika Ageng Raka, Mualaf Keturunan Tionghoa Malaysia
Mengetahui ibunya seorang Jawa, Indonesia, membulatkan tekad pria
keturunan China ini menjadi mualaf dan mengembara mencari ibunya.
Di kertas putih itu tertulis dua nama, Lee Say Foo dan Andika Ageng
Raka. ''Yang pertama itu nama China saya, yang terakhir nama saya
sekarang,''kata Andika Ageng Raka, yang datang ke redaksi Batam Pos,
Senin lalu.
Sejak menjadi mualaf dua tahun lalu, lajang kelahiran Malaysia ini
mengganti namanya. Ia memutuskan beragama Islam sejak tahu bahwa ibu
kandungnya seorang wanita Jawa asal Indonesia.
Sejak itu juga hubungan dengan Lee Ching Chuan, bapak kandungnya makin renggang.
''Dia marah. Karena biasanya saya yang bantu-bantu kalau dia lagi acara
di vihara. Selain itu saya termasuk anak yang taat ,''kata Raka yang
orangtuanya adalah ketua persatuan Budha Atma di Malaysia.
Tapi keputusannya sudah bulat. Sebelum mencari ibu kandungnya, ia sudah
harus menjadi muslim.''Saya sudah ditinggal ibu sejak umur 2 bulan. Ibu
adalah istri keempat. Ia pergi dari rumah, hanya meninggalkan
kenang-kenangan sebuah kalung yang saya pakai sampai sekarang,''kata
Raka sambil mengeluarkan sebuah kalung mutiara berwarna abu-abu tua dari
balik baju kokonya.
Tepat disaat umur Raka delapan belas tahun, mbak Wiwit, seorang pembantu
yang pernah bekerja dirumah orangtua Raka memberitahukan rahasia besar
itu. ''Kata mbak Wiwit, ibu saya orang Jawa. Logat bicaranya halus,''
kata Raka yang tidak tahu nama ibunya.
Sejak itulah, Raka mulai meninggalkan rumah. Tujuannya Indonesia.
Beberapa tempat disinggahi. Mulai dari Lampung, Medan, Rokan Hilir, Bandung dan sekarang di Batam.
''Saya pilih Batam, karena disini tempat transitnya orang-orang Indonesia yang
pernah bekerja di Malaysia. Siapa tahu ibu saya tinggal disini,''kata lajang yang kini beumur 24 tahun.
Lalu bagaimana cara Raka mencari ibunya?
''Saya selalu selipkan dalam ceramah setiap kali diundang di masjid atau mushola,''kata Raka pengangum Zainuddin MZ.
Selama 6 bulan di Batam, masjid di perumahan MKGR Tembesi lah yang kerap
menjadi tempat Raka berdakwah sekaligus mencari ibu kandungnya.
Dengan meniru Zainuddin MZ, Raka memberi siraman rohani pada warga
disana. ''Alhamdullilah, sejak saya memberi ceramah, anak-anak remaja
suka. Mereka mau mendengarkan ceramah. Karena biasanya, sudah pulang
dulu sebelum ceramah selesai,''tutur Raka sambil tersenyum.
Satu persatu masjid di perumahan MKGR Tembesi sudah disambangi Raka. Ia
mengaku tak pernah patah semangat mencari ibu kandungnya.
Kadang, kata Raka, ia sampai menangis ketika menceritakan kisahnya ini
saat ceramah. Karena kata Raka, banyak sekali pengorbanan yang harus
dilakukan untuk mencari ibu kandungnya.
Di Malaysia, Raka hidup berkecukupan. Naik turun mobil, tinggal dirumah
mewah, bahkan sering jalan-jalan ke luar negeri. Tapi sejak merantau,
Raka harus bekerja. Untung saja, Raka memiliki keahlian refleksi. "Dulu
saya pernah belajar di Ci Zeng Akupuntur, makanya saya bisa terima
pasien,'' kata Raka.
Hendri, salah satu pasien Raka juga sudah memberi modal untuk buka
praktek akupuntur. ''Rencananya dalam waktu dekat ini, lagi cari
tempatnya,''kata Raka yang mendapat kepercayaan buka praktek refleksi
setelah menyembuhkan orangtua Hendri.
Pekerjaan lain yang masih akan dilakoni Raka yaitu menjadi satpam. Malam
hari, setelah tugas dakwahnya selesai ia berganti baju satpam. ''Baju
saja yang ganti, tapi tetap pake peci. Ini Identitas saya,''kata Raka.
Ketika meninggalkan rumah, Raka memilih Medan sebagai tempat pencarian
pertama. Ketika keuangannya mulai menipis, Raka menjadi kuli panggul di
Stabat, Medan. Padahal waktu itu, kata Raka, tulang punngungnya belum
pulih karena patah. Ia mengalami kecelakaan mobil dan masuk jurang di
Genting Island.
''Semua kisah pengembaraan Raka tulis dibuku. Sampai ada 4 jilid.
Sekarang ada di Medan, Raka titip pada orangtua angkat Raka,'' tutur
bungsu dari tiga bersaudara ini.
Ketika di Rokan Hilir, Raka juga pernah menjadi tukang bangunan. Sebagai welder di galangan kapal juga pernah dijalani Raka.
Menjadi penceramah agama, mulai dilakukan Raka setelah selesai belajar 4
bulan di pesantren Ghoiru Ummah Tahfizul Qur'an di Bandung. Untuk
menambah wawasan agamanya, Raka paling suka mengkoleksi kaset-kaset
Zainuddin MZ. ''Kalau menghafal Al Quran, Raka pakai MP3. Setelah
mendengarkan, kemudian buka Al Quran. Dijamin mudah sekali
menghafalnya,'' kata Raka memberi tips mudah menghafal Al Qur'an.
Raka ingin suatu saat bisa berdakwah di seluruh wilayah kota Batam. Agar
ia juga bisa mencari ibunya. ''Saya selalui minta pada Allah agar bisa
dipertemukan walau itu hanya kuburannya saja,''kata pria yang mahir
berbahasa Mandarin, Inggris juga beberapa bahasa daerah seperti bahasa
Sunda.
Ia juga sangat ingin bisa mengajak seluruh anggota keluarganya menjadi mualaf. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar