Avilla, guru sekolah di ruli Lembah Baloi Persero
Berbagai tantangan tak menyurutkan niat Avilla mencerdaskan anak-anak di ruli. Hujan
deras baru saja menguyur kota Batam. Walau belum berhenti sama sekali
namun sudah cukup membuat warga ruli (rumah liar) Lembah Baloi Persero
kembali beraktivitas. Avilla, guru sekolah anak-anak ruli ini bergegas
menata meja kecil dan dua bangku di teras rumah warga. Avilla, terpaksa
menumpang di teras rumah warga karena tidak ada tempat lagi yang bisa
digunakan untuk mengajar anak-anak.
Aliya dan Arifa yang sudah
datang, tak sabaran ingin duduk di bangku kecil itu. "Hari ini hanya dua
dari lima siswa yang datang. Kalo hujan begini, biasanya banjir. Mereka
jarang datang," kata istri dari Safril Caniago, pemilik Yayasan Puri
Ilmi, yang menaungi Paud Puri Ilmi tempat Avilla mengajar.
Sebuah
buku bergambar yang diberikan Avilla kemudian menarik perhatian kedua
bocah ini. Keduanya pun larut dalam keasyikan mewarnai. Sesekali mereka
bertanya pada Avilla tentang warna yang bagus untuk gambar itu. "Bunda,
ini warna hijau aja ya,"tanya Aliya pada Avilla yang sedang meruncingkan
pensil Arifah dengan pisau.
Sudah beberapa hari ini Avilla
menggunakan teras rumah pemilik kos-kosan. Lebarnya tak sampai satu
meter. Jemuran pakaian bergantungan di teras itu. Sebuah kandang anak
ayam juga diletakkan tak jauh dari tempat anak-anak belajar. Avilla
mengaku tak bisa menunggu hingga dapat tempat yang layak. " Sebentar
lagi anak-anak masuk SD, tidak ada waktu lagi untuk mengajari
mereka,"kata Avilla di sekolahnya di Lembah Baloi Persero, Senin (1/5).
Mengajar
anak-anak di ruli bagi Avilla merupakan tantangan terberat. Selain
masalah tempat belajar yang belum tersedia. Kesadaran orangtua
menyekolahkan anak agak kurang. Memang ada sebagian yang peduli. "Yang
ngak peduli biasanya membiarkan saja anak-anaknya bermain. Ada yang
katanya ngak mampu bayar uang sekolah. Tapi alat-alat elektronik di
rumahnya lengkap. Ada juga yang menyuruh anaknya berhenti sekolah karena
harus bayar SPP, padahal bapaknya pake Blackberry," tutur Avila lagi.
"Padahal
disini banyak sekali anak-anak yang tidak sekolah. Bahkan ada yang
sudah usia belasan tahun tapi tidak bisa baca tulis,"kata Syarif sambil
menunjuk gerombolan anak-anak yang sedang bermain.
Satu tahun sudah
Avilla mengajar di sekolah yang ada di ruli lembah Baloi Persero ini.
Selama setahun itu juga Paud Puri Ilmu terpaksa harus berpindah-pindah
tempat. Pernah menumpang di rumah salah satu murid. "Maklum saja, karena
dirumah sendiri, belajarnya jadi ngak serius. Sebentar-sebentar buka
kulkas,"kata wanita yang sudah mengajar sejak tahun 1990. Hampir satu
tahun anak-anak belajar di tempat parkir motor. " Karena atapnya tidak
ada lagi, hujan seperti ini ngak bisa dipakai belajar, "kata sarjana
ilmu pendidikan ini. Tempat parkir itu hanyalah sebidang tanah yang tak
terlalu luas, yang letaknya lebih tinggi dari rumah-rumah yang ada
disekitarnya. Meja-meja dan kursi diletakkan di atas lantai tanah. Atap
ala kadarnya dibuat dari triplek. Tiang-tiang kayu dibuat sekadarnya
agar tempat itu bisa berdiri. Spanduk yayasan Puri Ilmi tergantung di
atas atap.
"Karena siswanya cuma 5. Yang bayar hanya 3 orang saja. Bu avi ngak pernah terima gajian,"kata Syafril.
SPP
sebesar Rp 80 ribu perbulan itu kata Safril, sudah sangat meringankan.
"Di dekat sini ada sekolah Paud juga, tapi mahal sekali, Biaya masuknya
saja jutaan rupiah, " kata Avilla
Makanya, kata Syafril, banyak
anak-anak yang tidak bersekolah. Dengan adanya Puri Ilmi bisa membantu
pendidikan anak-anak disini. Tapi masalahnya orangtua disini banyak yang
tidak mendukung anaknya sekolah. Untuk membayar SPP sebesar itu saja
katanya ngak mampu.
Semoga saja, kata Avilla, tempat yang akan dijadikan sekolah di RT sebelah (RT 6 Lembah Baloi Persero) bisa segera dibangun.
"Rencananya
kami akan sebarkan proposal. Semoga Indomobil yang ada disebelah Lembah
Baloi Persero ini mau memberi sumbangan untuk pembangunan rumah
pendidikan anak-anak di ruli ini,"kata Safril.
Tanah itu sudah di
plester dan sudah ada sebagian dinding yang dibangun. "Rencananya tempat
ini, pengelolaan sekolahnya diserahkan ke yayasan Puri Ilmi. Nantinya
anak-anak juga bisa belajar mengaji juga belajar baca tulis,"kata
Tengku, sekretaris RT 06 Lembah Baloi Persero yang ikut menunjukkan
lahan sekolah dan balai pertemuan. ***
Jual Tahu untuk Biayai Hidup
Pekatnya
malam belum lagi hilang. Udara dingin masih menusuk-nusuk tulang.
Avilla bergegas mengambil ember untuk tempat tahu dan tas untuk soya
(air tahu). Disiapkan semuanya di atas motor. Kemudian dikenakannya
jaket juga sepatu botnya.
Padahal ia baru saja sembuh dari sakitnya.
Kalau tidak dipaksakan bekerja Avilla mengaku makin merasa sakit. Berdua
dengan Safril, suaminya, mereka menembus gelapnya malam dari Baloi
hingga Batuaji. Dini hari seperti itu menjadi waktu yang paling baik
bagi Avilla, karena ia akan dapat jatah tahu yang baru dan soya yang
masih panas dari pabrik tahu di Batuaji. Tahu dan soya itu kemudian
diantar ke rumah-rumah juga warung disekitar legenda Malaka. Karena
masih harus mengajar, Avilla hanya bisa jualan saat libur. Terkadang
ia harus berjualan lebih pagi lagi, agar jam 07.30 sudah sampai di
rumah.
Saat ini Avilla tinggal di ruli Lembah Baloi Persero bersama
suami dan 2 anak laki-lakinya. Sejak orderan membuat jok kursi yang
dilakoni suaminya sepi, Avilla dan suami hanya mampu menyewa sebuah
kamar kecil. Dua anak laki-lakinya terpaksa tidur di Masjid LDII
(Lembaga Dakwah Islam Indonesia karena kamar yang disewa hanya cukup
untuk berdua saja. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar