Sofyan Yakop, Tukang Sol Sepatu
Seorang
pria bertelanjang dada duduk seorang diri di gang sepi tepat
dibelakang kantor Babinsa Nagoya. Sambil bersandar pada dinding kantor
bercat hijau tua itu, tangannya menjahit sebuah alas sepatu fantofel
pria. Sepatu hitam itu diletakkan diatas celana jeans yang robek pada
bagian lututnya. Ajo begitu ia biasa dipanggil tampak begitu asyik.
Konsentrasinya tak terganggu dengan keramaian pengunjung toko-toko tas
branded di sepanjang jalan Nagoya.
Matanya hanya tertuju pada sepatu
yang harus diselesaikan hari itu juga. Bagi Sofyan, menyelesaikan
jahitan tepat waktu adalah yang utama. Selain kerapian jahitan sepatu.
''Itu adalah servis terpenting yang bisa saya lakukan untuk pelanggan
saya,''kata pria asal Pariaman, Sumatra Barat.
Tempat sol sepatu
Sofyan memang bukanlah tempat yang ada di pusat keramaian. Didalam gang
sepi yang tak dilewati lalu lalang orang. Apalagi jika mobil-mobil
parkir di kanan kiri jalan. Maka lapak Sofyan makin tak terlihat. Tapi
mungkin itu juga yang membuat seorang Ahmad Dahlan, pegawai BP Kawasan
(dulunya bernama Otorita Batam) yang sekarang menjadi Walikota Batam,
memilih tempat Sofyan untuk menjahitkan sepatunya.
Sofyan pun
teringat kembali ketika sepuluh tahun lalu, sebuah mobil sedan silver
dikendarai seorang pria berkumis memarkir mobilnya didepan kedai kopi
Nagoya. Ia datang masih dengan pakaian kerjanya menenteng sebuah tas
plastik. ''Beliau mendatangi saya, dan mengeluarkan sepasang sepatu
fantovel yang jahitannya terbuka. ''. Kebanyakan sepatu yang disolkan
terbuka jahitannya atau lemnya. Tidak pernah juga ganti tapak sepatunya.
, makanya selalu ditunggui,''kata Sofyan dengan semangat.
Dua tahun
juga pak wali menjadi pelanggannya, begitulah Sofyan menyebut dengan
bangga nama pelanggannya yang kini menjadi walikota Batam.
Apa saja
yang diobrolkan selama menunggu sepatunya diperbaiki? Sofyan mengaku tak
banyak yang dibicarakan. Pak wali bukan tipe orang yang suka bicara,
dia lebih banyak diam, memperhatikan dirinya bekerja.
Kini, Sofyan
tidak pernah melihat lagi pelanggan kebanggaannya itu. ''Ya ngak mungkin
aja seorang walikota ngesol sepatunya. Sepatu belum rusak saja, pasti
sudah beli yang baru. Lagian juga jalannya tidak jauh dan tidak lewat
jalan becek,'' kata Sofyan yang kini berumur 62 tahun.
Banyak hal
yang didapat Sofyan dari profesinya ini. Selain mendapat pelanggan yang
kini menjadi orang no 1 di Batam, ia juga bisa menyekolahkan tiga
anaknya hingga menjadi sarjana. Tiga puluh tahun juga ia berkutat dengan
sepatu-sepatu rusak, paku, palu juga pisau. ''Pekerjaannya ini ngak ada
resikonya. Paling juga kena pisau atau kena pukul palu. Tapi itu ngak
ada artinya. Daripada saya tidak punya penghasilan,''kata suami dari
Asni (57).
Apalagi dari ngesol sepatu ini ia bisa membawa anaknya ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Anak pertamanya, Riri Yulia Abdi,
seorang sarjana teknik. Kini bekerja di Dry Dock. Yang kedua, Susan
Asniwati, seorang perawat. Baru dua tahun lalu meninggal karena
kecelakaan lalu lintas. Si bungsu, Dodi Sofia Dinata, sarjana sosial,
kini menjadi PNS di Subang.
Lalu sampai kapan Sofyan menjalani
profesinya ini ? Ia mengaku sampai sekuatnya. Memang diakui Sofyan,
anak-anaknya sudah melarang ia bekerja. Kalau kondisi badan, Sofyan
memang merasa mudah capek. ''Dulu saya bisa perbaiki 20 sepatu sehari.
Sekarang 10 sepatu saja sudah capek sekali.
Setiap hari kata Sofyan,
ia bisa duduk berjam-jam untuk menjahit sepatu. Berdiri sebentar hanya
untuk cari makan dan sholat. Sofyan paling senang duduk bersandar ke
dinding kantor Babinsa. Karena mengurangi rasa pegal di bagian
punggungnya. Sedangkan tak jauh dari tempat duduknya, ada sebuah lapak
kayu yang menjadi tempat menggelar dagangannya.
Lapak sol sepatu
Sofyan hanya dibuatnya dari kayu-kayu palet. Jika buka, ia meletakkan
tapak-tapak sepatu yang dibelinya pada seorang pedagang dari Jakarta.
Saat tutup. Ia hanya memasukkan tapak-tapak sepatu tadi kedalam lemari
kecil dibawah lapak.
''Saya tidak pernah kemana-mana. Sejak berpuluh
tahun jadi tukang sol sepatu saya selalu memilih yang menetap,'' kata
Sofyan. Tahun 1980, pertamakalinya Sofyan buka di di belakang Hotel
Nagoya Plaza. ''Waktu itu saya gantikan teman. Dia yang ajarin saya cara
ngesol sepatu. Waktu dulu di hotel Nan Tongga itu hanya ada rumah
panggung yang dibawahnya air bakau. Disana saya ikut ngesol. Karena
teman tadi pindah ke Tanjungpinang, saya lanjutkan saja usahanya,''kata
Sofyan yang pernah menjadi pedagang kelontong di Tanjungpinang dan
tukang bangunan di Singapura.
Dulu, kata Sofyan lagi, ongkos ngesol
masih Rp10 ribuan. Kalo sekarang antara Rp15-30 ribu. Ganti tapak sepatu
juga bervariasi tergantung kwalitas bahannya tapi berkisar antara
Rp60-80 ribu. ''Kalo lagi sepi saya bisa dapat uang Rp50 ribu, tapi kalo
rame pernah dapat sampai Rp300 ribu,''kata Sofyan dengan logat
minangnya yang kental.
Kini menjelang hari tuanya, Sofyan juga sudah
menyiapkan usaha pengganti. Ia membuat kos-kosan di lantai 2 rumahnya
yang ada di kawasan Pelita. ''Dulu tahun 97 sampai 2003 ada 19 kamar
yang disewakan Rp60 ribu perorang. Sekarang hanya 10 kamar yang
disewakan dengan harga Rp350 ribu perkamar,''kata Sofyan.
Ditanya
kapan akan menunaikan ibadah haji, Sofyan hanya tersenyum. Ia hanya
mengatakan belum tahu kapan. ''Uangnya belum ada. Nantilah, suatu saat
saya juga akan kesana,''katanya pria yang rambutnya sudah banyak
beruban. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar