Kamis, 11 Oktober 2012

Ada Penjual Kue Keliling juga Pembantu Rumah Tangga

Panti Jompo Anisa Umul Qhoirot, Bengkong Kolam

Di ruang tamu rumah bercat abu-abu itu puluhan perempuan tua duduk melingkar. Mereka asyik mendengarkan siraham rohani dari ustadzah Suadah, pendiri panti Jompo Anisa Umul Qhoirot. Siang itu, Rabu (14/3), panti jompo yang terletak di Bengkong Kolam itu kedatangan beberapa jamaah yang akan berangkat umroh pada 21 Maret ini. Mereka datang ke panti jompo untuk manasik umroh bersama Suadah.

Suasana panti yang tadinya sepi, berubah menjadi ramai. Melihat ada tamu, Amila (75) turun dari lantai dua rumah di Bengkong Kolam itu. Dengan jalan terbungkuk-bungkuk ia menapaki satu persatu anak tangga menuju ruang tamu. Tubuhnya sedikit bergetar, Amilah berjalan bergabung dengan teman-temannya. ''Sudah beberapa hari ini tubuh saya terasa lemas. Kadang gemetar. Biasanya kalau ke atas atau turun ke bawah selalu dipegangi, ''tutur Amila yang sudah satu bulan tinggal di panti Jompo.

Di Batam, Amila sendirian. Dulu, ia datang bersama salah satu anaknya. Tapi kini anaknya sudah kembali ke kampung halaman di Padang. ''Saya tak mau pulang kampung. Karena disini ada kos-kosan di ruli Muara Takus. Saya punya 5 kamar yang disewakan Rp150 ribu setiap bulannya. Dulu saya juga punya warung, tapi sekarang sudah tutup. Saya sudah tak kuat lagi belanja ke Jodoh,''kata Amila yang sudah ke Batam sejak tahun 1992.

Sebenarnya, anak saya tak setuju saya tinggal di panti Jompo, kata Amila. Saya senang disini, bisa ibadah dengan khusuk. Disini juga, kata Amila, ia punya banyak teman dan kegiatan. Makanya ia betah, bahkan Amilah sampai berbohong pada anaknya dengan mengatakan akan ke Pekanbaru selama 2 bulan. Padahal ia tetap di Batam tapi tidak tinggal di rumah, melainkan di panti. ''Anak saya bilang, mamak seperti tak ada anak saja. Apa kata orang nanti, disangka anaknya tak perduli dengan orangtuanya,''cerita Amila.

Ada juga Saadiyah, wanita yang sudah berusia 75 tahun ini memilih tinggal di panti jompo karena sering ditinggal sendiri di rumah. Setiap harinya, anak Saadiyah berjualan di kantin. ''Selain sepi di rumah. Disini banyak teman. Selain itu kalau di rumah mana bisa sholawatan. Kalau disini ibadah lebih khusuk. Sebenarnya anak ngak kasih izin. Tapi karena bunda (pangilan untuk Suadah) menelpon minta izin ngajak saya ke sini, anak saya pun kasih izin. Sesekali mereka juga jemput ngajak saya tidur di rumah,''kata wanita asal Padang ini.

Siti Khasanah (74), yang tidak memiliki anak ini juga memilih menetap di panti jompo. Tepat satu bulan, Siti Khasanah tinggal di panti. ''Beberapa hari sebelum panti ini diresmikan tgl 12 Februari, saya sudah datang dari Medan. Saya masih ada hubungan dengan Suadah. Orangtua Suadah itu, kakak saya. Kalau orang Jawa panggil saya bulek. Saya diminta keponakan saya untuk mengawasi panti jompo ini. Selain itu, saya juga yang mengajari mereka membuat bunga dari kain dan sabun cuci piring,''kata wanita yang jalannya sudah bungkuk.

Siti Khasanah lalu menunjukkan tempat tidurnya di lantai 2. Di ruangan tanpa kamar itu, sepuluh ranjang tertata dari ujung ruangan hingga jendela. Ada juga kasur-kasur tanpa tempat tidur dibiarkan tersandar pada dinding kamar. ''Kasur-kasur ini untuk tambahan saja, kalau ada yang baru masuk. Katanya nanti ada yang baru datang dari Pekanbaru,''kata wanita yang juga mahir mengaji.

Disudut ruang itu juga baju-baju yang baru selesai dicuci masih terletak di dalam ember. Sepertinya karena cuaca mendung, hingga baju-baju itu tak juga dijemur. ''Saya menggaji dua orang perempuan muda untuk mengurus nenek-nenek yang ada disini. Mereka yang mencuci, membersihkan rumah juga memasak,''kata Suadah lagi.

Walau ada yang bantu-bantu disini, kami tak enak. Semua sudah gratis, masak kami mau enak-enakan saja. Cuci baju kami cuma dua helai, tak apalah,''begitu kata Asiyah.

Asiyah pernah menjadi pembantu rumah tangga di 5 rumah di Medan. Kini ia tak lagi bekerja, karena 5 anak laki-lakinya sudah bisa menghidupi dirinya. Kini ia hanya ingin mengisi hari tuanya dengan beribadah. Anak-anak mengizinkan saya kesini. Mereka bilang saya tidak perlu kerja lagi, cukup mereka saja,''kata Asiyah.

Disini, kata Asiyah, makanan cukup banyak. Selain masakan yang dimasak sendiri, warga sekitar suka juga memberi makanan. Kadang bunda juga bawa bahan-bahan untuk dapur seperti sayuran juga lauk pauk, tapi sering juga sudah siap makan.

Di panti jompo ini, Asiyah menetap bersama sepuluh manula. Sedangkan 30 orang manula lain hanya datang pada hari Rabu dan Sabtu. ''Mereka datang ketika pengajian saja. Setelah itu mereka pulang ke rumah, kata Asiyah.

Seperti Ganto Sori (62), ia terpaksa harus pulang ke rumahnya di ruli Jodoh setelah pengajian. Karena anak perempuannya tidak ada yang menunggu. ''Anak saya idiot. Makanya saya tak bisa disini lama-lama. Sesekali nginap ngak apa-apa. Itupun saja ajak kemari,''tutur wanita yang sudah 13 di Batam.

Ganto Sari adalah penjual kue keliling. Seminggu tiga kali, Ganto Sori berkeliling seputaran Jodoh menjajakan kue-kue buatannya. Ia tak bisa mengharapkan putrinya yang kini sudah berusia 27 tahun itu. Keterbelakangan mental, membuat putrinya hanya bisa di rumah. ''Sesekali dia bantu iris kol, kupas bawang, kalau buat kue dia tak bisa. Kalau anak saya yang laki-laki baru saja diterima kerja di Es Teller. Dia hanya tamat SMP. Katanya kerjanya bantu-bantu. Sedangkan anak perempuan saya ini dia tak pernah sekolah. Makanya saya tidak bisa lama-lama tinggalkan rumah. Apalagi tidur disini,''kata Ganto harus menghidupi anak-anaknya sejak suaminya meninggal tahun 1992.

Indun, wanita yang kini berusia 75 juga punya alasan. Ia tak bisa tinggal disini karena tidak mendapat izin. Anak perempuannya yang bekerja di galangan kapal, melarang dirinya menetap di panti jompo. Karena itu, setelah sholat Ashar, ia harus pulang. '' Di rumah juga tidak ada yang diurus. Dua cucu saya juga sudah besar, mereka sudah sekolah di SMK. Sebenarnya enak disini, ibadah lebih terasa,''kata wanita yang sudah berangkat umroh tahun 2010.

Walau tak bisa tinggal di panti jompo, Amaniah (64) sangat bersyukur rumah panti jompo itu berdekatan dengan komplek perumahannya di Cahaya Garden. Ia bisa setiap hari berkunjung. ''Rumah saya sekarang sepi terus. Semenjak panti jompo ini ada, saya selalu kesini. Pokoknya pekerjaan rumah selesai, saya langsung berangkat. Saya juga bertugas mengajari ngaji, sholawat, pimpin Yasin, dll. Tugasnya menggantikan bunda, jika bunda berhalangan datang,''tutur Amaniah.

Di panti jompo ini, semua terperhatikan, kata Amaniah. Mulai dari makan, kegiatan ibadah, juga kesehatan. Jika ada yang sakit, bunda akan membawa ke rumah sakit atau membelikan obat. ***



Masih Berhutang 1800 dolar Singapura
Kalau bukan karena petunjuk Allah untuk membuat panti jompo, Suadah tak akan bersusah payah mencari dana membangun panti untuk kaum manula ini. Tak terasa satu tahun juga, rumah di Bengkong Kolam Blok D no 1 ini dibangun. Dan satu bulan ini, rumah itu bisa ditempati. Seorang cina, pemilik toko bangunan berbaik hati mengutangkan bahan material hingga Rp 624 juta. Setelah diangsur sedikit demi sedikit, hutang yang tersisa Rp 80 juta lagi.
''Saya beli tanah dan buat pondasi pakai duit pribadi. Masing-masing besarnya Rp20 juta dan Rp25 juta. Sebenarnya, tanah ini untuk kantor anak saya yang lulus S2. Tapi mereka bilang lokasinya tidak cocok untuk kantor. Mereka lalu sarankan saya sholat ikhtiharah, dan hasilnya, saya ditunjuk Allah membuat panti jompo ini,''kenang Suadah.
Alhamdullillah, panti jompo itu juga dibantu orang Singapura. Biaya ready mix untu cor atas hasil sumbangan mereka 1000 dolar Singapura. Total biayanya 2800 dolar Singapura. Suadah mengaku masih punya hutang ready mix sekitar 1800 dolar Singapura lagi. Hutang-hutang itu akan dibayarkan Suadah sesegera mungkin, jika sudah ada dana lagi. ***





1 komentar:

  1. Mba boleh minta nomer contact person pemilik panti tidak yah? Kami sekantor berencana utk datang kesana.. Terimakasih sebelumnya =)

    BalasHapus