Kamis, 11 Oktober 2012

Siang Jadi Asisten Dokter, Malam Tukang Masak Kantin

Erlina Linggawati, Kepala Kamar Operasi RSUD Dabo Singkep

Diambilnya sekantong bawang merah lalu dikupasnya. Tak lama muncul dua anak perempuan mendekatinya sambil membawa meja kecil. Kedua anak gadis itupun meletakan meja disampingnya. Masing-masing langsung membuka buku pelajaran diatas meja kecil itu. Walau tangannya terus mengupas bawang, perhatiannya tak lepas dari dua anak gadisnya itu. Resa Ulimaz Amalia (12) dan Reskia Ilmi Evelin (11) putri kedua dan ketiga Erlina Linggawati (41) itu terbiasa belajar di dapur. ''Saya harus nyambi kerjaan, kalau tidak begini tidak bisa selesai semua. Karena besok pagi, masakan itu sudah harus siap dijajakan di kantin sekolah,''kata Erlina melalui hapenya, Selasa (13/12).


Walau mengajari sambil masak. Anak-anaknya berprestasi di sekolah. Si sulung, Risda Amalina (15) juara umum di SMA 1 Dabo, Putri keduanya, Resa rangking 1 di kelasnya. Sedangkan si bungsu, Reskia pernah meraih harapan 4 Kompetisi Sempoa 12 negara.

Malam itu, Erlina yang juga Kepala Kamar Operasi RSUD Dabo Singkep baru saja pulang dari tempat kerjanya. ''Tadi baru saja selesai operasi. Saya harus turun sendiri jadi asisten dokter. Biasanya saya gilir dan disesuaikan dengan karakter dokternya. Karena ada dokter yang suka cepat, ada juga tipikal dokter yang manut saja. Maksudnya lebih suka dikasih arahan. Ada juga yang ngak suka direcoki. Ada dokter yang suka dibimbing tapi ada juga yang pedean. Pokoknya saya sudah tahu, makanya anak buah saya tidak ada yang kena bentak. Dulu waktu saya masih muda, sering kena bentak dokter. Makanya saya tidak mau terulang,''cerita Erlina yang sudah bertugas di RSUD sejak tahun 2006

Di ruang tamu, si sulung, Risda Amalina (15) juga belajar. Tapi ia bersama Muchtisar (49), bapaknya yang sedang mengupas bawang putih. ''Kami bagi tugas. Kalau pelajaran eksakta mereka bertanya pada saya, tapi kalau sosial dan agama, belajar dengan bapaknya. Tapi mengaji masih dengan saya,''kata istri Kepala Sekolah SMK Mahardika ini.

Diakui Erlina, ia memang berprinsip, hidup itu sambil. Sambil memasak mengajari anak belajar. Sambil bekerja juga membuka kantin. Artinya tidak fokus pada satu hal saja. Maksudnya, kita harus bisa melakukan banyak hal. Selagi bisa diatur, lakukan saja. Namun tetap ada batasnya. Saat badan capek atau demam, artinya tubuh harus diistirahatkan. Lakukan itu, jangan paksakan.

Sudah enam tahun ini, Erlina bersama suaminya yang merupakan pendiri Yayasan Mahardika Singkep berjuang membangun sekolah SMK Mahardika Singkep. ''Saya rela tak terima gaji dari suami. Saya juga tak menuntut emas tergantung di leher. Karena saya tahu seluruh gaji suami untuk bayar hutang. Kami pinjam uang Rp100juta untuk membeli tanah seluas 1 hektar. Kami juga beli kayu dengan cara kredit. Selain itu juga mencicil semen 200 sak (selama lima tahun ini) ke toko bangunan. Makanya untuk kebutuhan sehari-hari dari hasil penjualan di kantin sekolah dan gaji saya,''kata wanita kelahiran Dabo Singkep ini.

Kegigihan Erlina bersama suami memiliki gedung sekolah sendiri ini karena tidak tega melihat 125 muridnya menumpang dari satu sekolah ke sekolah lain. ''Sudah empat kali kami pindah gedung. Semuanya numpang. Saya kasihan lihat anak-anak sampai berkeringat karena harus ke atas bukit. Maklum saja menumpang jadi kelasnya yang  diatas bukit,''kata Erlina yang sering mengamati anak muridnya yang lewat di depan RSUD.

Suaminya, kata Erlina sudah 15 kali buat proposal ke Jakarta, tapi tidak ada yang disetujui. Sedangkan Erlina mau ditugaskan di dua rumah sakit karena gaji yang diterimanya lebih besar. Ia bisa menabung dan segera mewujudkan mimpinya membeli tahan untuk sekolah.

Tiga tahun juga, Erlina pulang pergi Dabo-Daik. Waktu itu kamar operasi di Dabo masih vakum dan sedang proses transisi dari puskesmas menjadi rumah sakit. Erlina mendapat tugas menyiapkan kamar operasi dan tenaga perawatnya. Karena itu ia harus bolak-balik untuk mengajari perawat yang akan bertugas di RS Lapangan Daik. Tak hanya itu, Erlina juga masih harus membawa pasien dari Dabo ke Daik. Dari rumah sakit Erlina naik motor ke pelabuhan Jagoh yang jaraknya 25 km. Kemudian motornya titipkan di pelabuhan dan ia melanjutkan perjalanan laut ke Daik setengah jam lagi. Pernah suatu malam bawa pasien ke Daik, Erlina dihadang badai setinggi gunung. Ia tetap melanjutkan perjalanan.

Perjuangan Erlina belum selesai, setibanya dirumah. Ia harus bangun pukul 03.00 WIB menyiapkan masakan untuk dijual di kantin sekolah sekaligus masakan untuk suami dan anaknya. Ia harus menyelesaikan semuanya sebelum subuh. Karena besok pagi, kantin sudah buka. Selain itu, Erlina juga masih harus berangkat kerja pukul 08.00 WIB. ''Saya memang tidak pernah tidur dibawah pukul 12 malam. Kecuali malam minggu, karena besok sekolah libur. Saya tidak masak untuk kantin,''kata Erlina yang ingin siswanya mengkonsumsi makanan sehat buatannya.

Sebagai tenaga kesehatan, Erlina juga menerapkan gaya hidup sehat pada siswa sekolah SMK Mahardika. ''Saya buat masakan di kantin dengan bahan-bahan yang sehat. Misalnya saya perbanyak jahe, bawang putih atau kunyit pada masakan. Fungsinya untuk anti oksidan. Daun sop juga baik untuk menurunkan kolesterol. Alhamdullilah, sejak anak-anak makan di kantin, mereka jarang sakit. Saya juga jual camilan yang sehat. seperti kerupuk ikan yang saya goreng sendiri, kadang juga saudara yang bantu. Jadi tidak ada makanan ringan yang umumnya dijual di kedai,''kata Erlina yang mempekerjakan seorang pegawai untuk menjaga kantinnya.

Kini, Erlina mengaku sudah sangat lega karena sekolah sudah memiliki gedung sendiri di atas lahan yang luas. Tanah sekolah ini dekat bandara Dabo. ''Dulu tanah ini hutan belantara, sekarang menjadi lapangan rumput yang sejuk dan asri. Cocok sekali untuk sekolah. Dan alhamdulilah tahun ini kami baru saja mendapat bantuan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI senilai Rp230juta untuk 2 lokal. Selain itu SMK Mahardika sudah dapat akreditasi B tahun ini. Kami juga bersyukur hutan kami lunas ditahun ini juga. Makanya kami berencana menggelar doa selamat,''kata Erlina. ***


Berangkat Ransel Penuh Obat, Pulang Isi Makanan

Erlina tak kan pernah melupakan saat-saat menjadi petugas kesehatan haji setahun yang lalu. Ia bersama 3 orang perawat dan 2 orang dokter mendapat amanah menjaga kesehatan jamaah haji dari Kepulauan Riau yang jumlahnya sekitar 900 orang.
''Ini tugas mulia, saya sampai menangis ketika Gubernur menitipkan semua jamaah pada kami,''kata Erlina mengenang saat-saat acara pelepasan Jamaah haji Kepri di Asrama Haji tahun 2010.

''Ini kesempatan yang tidak semua orang dapatkan. Bisa berhaji sambil bekerja,''kata Erlina. Ia saja harus bersaing dengan 35.000 orang peserta. Dua tahap seleksi juga harus dilalui Erlina. Dan akhirnya ia berhasil terpilih bersama 3 orang perawat.

Selama di Mekah, Erlina mengaku banyak menemukan jamaah haji Indonesia yang butuh pertolongan. ''Mereka bukan dari kloter kami, tapi mereka jamaah haji dari Indonesia. Kami memang sudah ditugaskan untuk menolong semua jamaah haji Indonesia. Jadi siapapun dia, asal orang Indonesia, tetap harus ditolong. Waktu itu saya ketemu orangtua yang tersesat. Ada juga jamaah asal NTT yang jadi korban perampokan. Dia terbaring di jalan. Tubuhnya juga kain ihramnya kotor penuh tanh. Dia sepertinya dilempar dari mobil setelah seluruh harta bendanya diambil perampok. Ditangannya ada gelang plastik berlambang burung garuda. Makanya kami segera beri bantuan,''kata Erlina.

Setiap hari, Erlina bersama seorang teman perawat dan dokter berkeliling memeriksa kesehatan jamaah haji dari kamar ke kamar di hotel berlantai 10 itu. ''Kami selalu membawa satu tas ransel penuh berisi obat-obatan. Lucunya, kalau sudah kembali ke kamar kami, tas itu berisi makanan pemberian jamaah. Para jamaah haji itu bilang kalau kami harus selalu sehat. Karena siapa lagi yang menjaga kalau bukan kami. Makanya kami disuruh makan yang banyak,''kata Erlina sambil tertawa. (agn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar