Kamis, 11 Oktober 2012

Buka Sekolah untuk Anak Tidak Mampu

Sulastri Uci, Pemilik Bimbel Bima Sakti Childhood Education Center

Nabila (4,7) asyik menempelkan potongan kertas origami pada sebuah gambar.  Kertas-kertas kecil itu disusunnya hingga membentuk segitiga. Sama halnya dengan Ari (5), bocah berbadan subur ini juga menyusun puzzle dari kertas membentuk lingkaran. Sesekali mereka bertanya pada Sulastri Uci, guru sekaligus pemilik bimbingan belajar Bima Sakti Chilhood Education Center itu.
''Bu, ini juga dikasih kertas. Ditempel disini ya bu,''tanya kedua bocah itu pada Sulastri Uci, sore itu, Kamis (2/2).

Sore itu, tak hanya Nabila dan Ari, ada sepuluh anak lain yang belajar di tempat Sulastri. Mereka kebanyakan dari keluarga tidak mampu. Nabila misalnya, ibunya bekerja sebagai terapis panggilan di Tanjungpinang dan ayahya tidak bekerja. Sedangkan Ari, ayahnya penjual burger keliling.

''Saya terpanggil untuk membuka lembaga pendidikan khusus anak dari keluarga tidak mampu. Ini sebenarnya pengalaman pribadi saja. Saya juga anak dari seorang buruh bangunan. Untuk bisa mewujudkan keinginan saya menjadi guru, saya hanya bisa ambil kursus tiga bulan di lembaga pendidikan guru TK,''cerita wanita kelahiran Batam 29 tahun lalu.

Sulastri mengaku keinginannya membantu keluarga tidak mampu ini terinspirasi dari H.Purnawati, seorang istri direktur. ''Saya memanggilnya tante. Beliau itu orangtua teman saya. Tante suka sekali membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu. Apa saja kebutuhan anak-anak itu dipenuhinya. Mulai dari buku hingga perlengkapan sekolah. Tante juga yang membelikan saya sebuah buku 'Rumah Garasi'. Buku itu mengisahkan seorang ibu rumah tangga yang membuka sekolah untuk anak-anak pemulung di Jakarta,''kata Sulastri sambil mengajari murid-muridnya di ruang tamu rumahnya di Jln. Gunung Merapi No.3 Baloi Indah.

Sejak membaca buku itulah, kata Uci nama panggilan wanita ini, keinginannya menjadi guru tak terbendung. Ia mendaftar di Lembaga Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak (LPGTK) Tadika Puri di Tiban. Ketika menjadi siswa di LPGTK itulah, Uci ditugaskan mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) Kartini. Bahkan setelah lulus saya juga sempat mengajar disana dua bulan. Saya pegang tiga kelas, tuna rungu, tuna grahita dan autis. Pengalaman mengajar ini membuat saya makin percaya diri. Karena selama dua bulan mengajar saja, anak-anak sangat dekat dengan saya. Artinya anak-anak dengan kondisi ngak normal saja bisa saya ajari, apalagi anak-anak normal. Pasti saya bisa,''kenang peraih penghargaan terbaik Micro Teaching LPGTK Tadika Puri tahun 2010.

Dan tepat tanggal 26 September 2011 lalu, Sulastri Uci berhenti bekerja di SLB Kartini dan membuka bimbel Bima Sakti Childhood Education Center. ''Sejak awal saya sudah menetapkan segmennya anak-anak pemulung. Tapi saya kesulitan mencari anak-anak ini. Yang mudah dicari justru anak-anak punk. Tapi saya agak takut. Akhirnya tujuan berubah pada anak-anak dari keluarga tidak mampu dan keluarga dari golongan ekonomi menengah,''kata Uci lagi.

Di Batam ini, kata Uci, untuk menyekolahkan anak ke sekolah TK saja biayanya sampai jutaan rupiah. Karena itu, banyak yang tidak sanggup menyekolahkan anak-anaknya. Melihat keadaan ini, Uci tergerak untuk membuka lembaga pendidikan dengan biaya murah. Di bimbelnya ini, Uci hanya menetapkan SPP Rp100 ribu perbulan. ''Tidak ada biaya lagi. Hanya itu saja. Uang SPP itu juga saya kembalikan dalam bentuk materi pelajaran,''kata Uci yang juga menerima bimbel kelas I SD.

Ketika bimbel yang diberi nama seperti tokoh pewayangan ini akan dibuka, Uci bersama ibunya membuat hiasan-hiasan dari kertas. Sedangkan suaminya, Asep Ropik, membuatkan meja dari palet. ''Suami saya bawa palet dari tempat kerjanya. Palet-palet tak terpakai itu dibentuknya menjadi meja. Kemudian dicat berwarna-warni,''Kata Uci.

Gambar-gambar yang tertempel di dinding ini, kata Uci adalah tugas-tugas selama belajar di LPGTK. ''Semuanya saya simpan. Ada juga yang diminta dosen. Tapi yang ini saya sengaja simpan dan tidak saya berikan. Alhamdulillah bermanfaat,''kata Uci yang saat membuka bimbel sedang hamil besar (7 bulan)

Dengan modal papan tulis kecil dan dua lembar gambar angka dan huruf yang dibelinya di pasar, Uci membuka bimbel di ruang tamu rumah orangtuanya. Murid pertamanya, bernama Nasila (4) sudah bisa membaca. ''Saya memang menargetkan anak-anak harus bisa membaca dalam waktu 3 bulan. Sebelumnya saya pakai teknik baru, ternyata anak-anak susah mengikutinya. Karena itu, saya menggunakan cara lama dengan mengeja,''kata Uci sambil memperlihatkan Nasila membaca.

Tak hanya bisa membaca dan berhitung, Uci juga mengajarkan disiplin. ''Mereka ini dalam masa keemasan (golden age). Masa paling penting bagi pembentukan pengetahuan dan prilaku anak. Saya ajarkan kedisiplian. Seperti wajib membawa bed names ketika belajar. Kalau tidak membawa bed names, hukumannya wajib membawa permen 10 bungkus. Selain itu, setiap harinya, Uci juga memberikan pekerjaan rumah dan wajib dikerjakan,''kata Uci yang ingin anak didiknya sudah bisa membaca sebelum masuk SD.

Dari 17 siswa bimbel Bima Sakti, seluruhnya sudah dapat membaca dan berhitung. Uci mengaku, mengikuti kurikulum TK dan Paud yang ditetapkan Dinas Pendidikan. Namun tekniknya, kata Uci, ia menggunakan cara sendiri. Seperti mengajari berhitung, Uci memancing anak-anak dengan bermain puzzle terlebih dulu. ''Lima menit bermain puzzle, biasanya anak-anak sudah penasaran. Kemudian timbul rasa ingin tahu dan ingin menyelesaikan bentuk puzzle itu. Saat itulah saya mulai mengajari berhitung. Hasilnya, anak-anak cepat paham,''kata Uci.

Berbeda dengan mengajari membaca. Kata Uci, ia menggunakan hati. ''Selalu menganggap siswa seperti anak sendiri. Saya memperlakukan mereka dengan sabar dan ingin yang terbaik,''kata wanita yang berprinsip kerja dari hati.

****

Setiap kali terima gaji dari PT. Amtek Engineering Batam, Asep Ropik menyisihkan 20-30 persennya untuk membiayai operasional bimbel Bima Sakti. ''Karena itulah saya belum berani resign. Kalau bimbel ini sudah kuat. Saya juga ingin fokus mengelolanya,''kata Asep yang sore itu baru saja pulang kerja.

Sekarang saja, kata Asep, sesekali ia mengganti istrinya mengajar. ''Biasanya kalau istri lagi sakit, saya yang ngajar anak-anak. Biasanya yang malam, anak-anak SD kelas 1. Untuk update kurikulum pun saya lebih banyak turun tangan,''kata pria yang bekerja sebagai engineering.

Asep yang ingin mengembangkan usaha bimbelnya ini mencoba mengajak kerjasama salah satu lembaga zakat. ''Proposal sudah dimasukkan. Namun belum ada tindak lanjutnya. Saat ini kami butuh alat-alat permainan edukatif. Seperti dari balok-balok kayu yang bisa disusun,''kata Asep sambil menunjukkan gambar mainan di dalam proposal yang sudah dibuatnya.

Untuk menyebarkan informasi itu, Uci juga menuliskan di wall facebooknya. Ia berharap ada donatur yang berkenan menyumbang mainan bekas yang bisa digunakan siswanya.

''Saya berharap dengan yang sedikit ini bisa bermanfaat. Dengan keterbatasan yang ada saya bisa memberikan yang terbaik untuk anak-anak. Walau anak-anak harus bersempit-sempit belajar di ruang tamu yang kecil ini. Dan belajar dengan fasilitas seadanya,''kata Uci menimpali.

Asep sangat berharap, anak-anak lulusan TK di bimbel Bima Sakti dapat menguasai pelajaran kelas 2 SD. Karena itu, ia dan istrinya mentargetkan, dalam dua bulan, anak-anak didiknya bisa membaca dan berhitung. ***





Tidak ada komentar:

Posting Komentar