Kamis, 11 Oktober 2012

Merangkap Jadi supir

Wahyuji Andayani, Pemilik Sanggar Tari Duta Santarina

Dia juga menari, bahkan menjadi supir mobil yang membawa penari-penarinya. Padahal dia adalah pemilik sanggar Duta Santarina.
Mengenakan baju tari Bali, Wahyuji Andayani duduk selonjoran di lantai atrium Mega Mall, Minggu (3/11). Bersama tujuh penarinya yang mengenakan baju tari dari Jawa, Sumatra Barat dan Kalimantan, mereka menunggu giliran tampil sebagai hiburan pembuka acara Gelar Produk Daerah (GPD) 2011. Ayu berusaha menyandarkan punggungnya ke kaki Delfian, salah satu penarinya yang juga berpakaian tari Bali. ''Punggungku pegel,''kata Ayu pada Batam Pos yang mendapatinya di balik panggung.

Kain Bali yang melilit erat mulai dari dada hingga mata kaki membuat Ayu sulit untuk duduk dengan posisi nyaman. Tak heran jika ia mencari sandaran agar dapat merilekskan pinggangnya. Ayu mengaku sudah bangun sejak subuh untuk bermakeup, sanggul, juga berpakaian. Ayu yang sudah mengenakan baju tari Bali juga menyetir mobil minibus itu sendiri membawa seluruh penari ke Mega Mall. ''Sudah sering dilihatin orang kalau lagi berhenti di lampu merah. Mereka heran, kok ada supir lengkap dengan makeup, sanggul juga baju tari. Tapi ada yang memberi simbol jempol. Katanya mantap,''tutur Ayu.

Rasa lelah yang dirasakan Ayu sepertinya tidak ada, ketika ia sudah di atas panggung. Ia berubah menjadi sangat lincah dan gemulai. Terlihat ketika Ayu mengawali penampilan tari tradisional itu. Ia bersama Delfian mampu menarik perhatian pengunjung Mega Mall. Di lantai dasar saja, pengunjung langsung memenuhi atrium di pintu timur tempat acara GPD berlangsung. Walau harus berdesak-desakan karena sebagian besar tempat di atrium itu dipenuhi stand dari berbagai daerah yang menjual produk daerahnya. Sedangkan pengunjung yang berada di lantai 1 dan 2 berdiri disepanjang pagar kaca.

Sekitar 20 menitan, Ayu bersama tujuh penarinya mempertontonkan empat tarian tradisional dari Bali, Jawa, Sumatra Barat juga Kalimantan. Tarian yang diciptakan Ayu ini dibawakan sekaligus oleh delapan penari termasuk dirinya. Tarian itu sudah dimodifikasi Ayu, hingga dalam satu musik bisa memainkan empat tarian daerah yang berbeda. Dari awal hingga akhir, penonton tak satupun meninggalkan tempatnya, mereka seperti terpana melihat atraksi Ayu dan murid-muridnya itu. Bahkan usai pementasan, beberapa pengunjung minta berfoto bersama. Ayu pun melayani dengan ramah.

Begitulah Ayu, wanita kelahiran Blitar, Jawa Timur empat puluh satu tahun lalu. Sejak mendirikan sanggar tari Duta Santarina di Legenda Malaka tahun 2008, Ayu selalu disibukkan dengan panggilan manggung. Ayu mengaku setiap dua hari sekali, grup tarinya tampil. ''Bahkan Kami pernah menari selama tiga minggu berturut-turut. Biasanya ada satu hari libur. Tapi waktu itu kami benar-benar tak ada istirahat,''cerita wanita yang pernah menjadi penari di sanggar tari Jakarta dari tahun 1990.

Pernah beberapa kali, kata Ayu, grup tarinya diminta menari Jawa klasik. Waktu itu kami harus tampil pukul 11 siang. Sejak pukul 10 malam, kami mulai meronce daun pandan. Daun pandan ini akan dipakai untuk menari. Dan jam 1 malam mulai dandan. Karena dandanan tari klasik full atau seperti pemaian wayang. Jadi sangat detail. Biasanya kami tidak tidur.

Awalnya tak seperti ini. Ayu mengaku, dulu ia benar-benar berjuang untuk memperkenalkan sanggar tarinya. Masuk dari satu perusahaan ke perusahaan lain di kawasan industri Mukakuning. Selain itu juga ia mendekati usaha katering. ''Alhamdulillah, job pertama datang dari katering. Mereka minta tari Palembang untuk acara pengantin;''kata istri dari seorang pengusaha ini.

Sejak itu, kata Ayu, sanggar tarinya mulai dikenal. ''Bahkan proposal yang kami berikan tahun 2008, baru difollow up tahun 2011 ini. Karena mereka melihat sendiri penampilan kami di Palm Spring saat event olahraga bola pantai tingkat Asia-Pacific. Kini Turi Beach selalu memanggil kami untuk mengisi acara disana.

Ayu mengaku, tak pernah berfikir membuat sanggar tari. Sejak menikah, selama lima tahun, Ayu memilih membantu bisnis suaminya dan bekerja sebagai marketing properti. Hingga suatu saat, teman-teman Ayu minta dibuatkan sanggar tari untuk anak-anak mereka. Selain itu juga, Ayu pun mulai terfikir untuk menjaga anak di rumah. Jadilah, ia mengambil keputusan resign dari tempat kerjanya dan fokus untuk rencana bisnis barunya. Sebelum buka sanggar, Ayu berangkat ke Surabaya. Ia belajar teknik mengajar tari untuk anak usia TK hingga SD di lembaga seni budaya Candra Wilya Tikta.

''Saya perlu belajar memahami watak anak.Ternyata jika kita bisa memahami kemauan anak, niscaya apa yang kita arahkan atau kita perintahkan akan dilaksanakan. Jika kita bisa ngobrol seperti yang dia omongkan bersana teman-temannya, maka dia akan menjadikan kita sebagai tempat untuk bercerita. Dari sini awalnya ia mulai cuhat dan menganggap kita adalah teman akrabnya. Biasanya setelah itu dia akan membutuhkan kita untuk sharing,''kata ibu dari seorang putri bernama Salsabillah Wahyu Dyah Pasha (7).

Kemana-mana, Ayu tak risih membawa proposal. Toh, itu usahanya sendiri, Ayu mengaku tak pernah merasa malu. Ia sengaja ke mall-mall yang ada di Batam menawarkan tari-tarian tradisional. ''Ada yang langsung menolak, ada juga yang mau. Bahkan salah satu mall di Batam ini sangat senang mallnya diramaikan dengan penampilan tarian tradisional. Memang mereka tidak ngasih apa-apa hanya konsumsi untuk penampilan anak-anak,''kata Ayu yang menerapkan manajemen China.

Seluruh kebutuhan penari juga dipersiapkan Ayu, mulai dari sarapan pagi hingga makan malam jika ada show. Lalu membuatkan surat izin tidak masuk sekolah.

Bagi Ayu, manajemen China perlu ditiru. Yaitu manajemen yang mengutamakan cashflow tinggi. ''Kecil-kecil tapi sering. Jadi saya tak terlalu menetapkan tarif yang tinggi,''kata Ayu lagi.

Kini Ayu juga mulai berbangga hati, sanggar tari Duta Santarina telah menerima penghargaan dari Kedutaan Besar Singapura pada acara Enchanting Indonesia ( promosi budaya Indonesia di Singapura) pada bulan Juli lalu sebagai perwakilan dari Kepulauan Riau.

Jiwa bisnis, diakui Ayu turun dari kedua orangtuanya. Karena ibunda Ayu memiliki kilang padi sendiri. Dan ayahandanya memiliki sanggar wayang orang. Selain itu ayah Ayu adalah seorang kepala Dinas Pendidikan dan kebudayaam di Blitar.

Beberapa pihak tampaknya senang bekerjasama dengan Ayu. Salah satunya Abi, pemilik Golden Prawn. Ayu disediakan satu panggung di Golden Prawn Bengkong yang wajib dipakai setiap Sabtu dan Minggu. Dan Ayu wajib menampilkan tarian nusantara. ***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar