Kamis, 11 Oktober 2012

Tinggal Pilih Yang Jutaan Atau Limapuluh Ribuan

Geliat Kos-kosan di Batam

Rumah di Jl Bima Sakti blok C1 No.20 itu terlihat sepi. Hanya terlihat seorang wanita dan pria paruh baya duduk-duduk di dalam toko. Padahal tempat itu adalah kos-kosan eksekutif yang tergolong ramai peminatnya. ''Kadang sampai indent. Ada yang minta dihubungi kalau ada kamar yang kosong,''kata Supli (59), pemilik Shinta's Homestay di Tiban 3 ini, Kamis (24/11).

Kos-kosan milik pensiunan Telkom ini dibangun di samping rumah induk yang ditempati Supli dan Nurhayati (55). Bangunan berbentuk L itu terdiri dari empat kamar di bawah dan lima kamar di lantai atas. Masing-masing kamar disewakan Supli dengan pilihan perhari, perminggu da perbulan. Sewa sebesar Rp1 juta diberikan Supli untuk satu orang penyewa. Jika diisi berdua harga sewa menjadi Rp1,2juta. Untuk sewa harian hitungannya menjadi Rp100 ribu saja.

Pagi itu, rata-rata pintu kamar tertutup. Hanya terdengar aktivitas di salah satu kamar di lantai atas. Seorang bocah berusia 6 tahun dan turun dari tangga yang terletak di samping kamar bersama seorang wanita dan pria. ''Mereka satu keluarga. Suaminya kerja kapal, istrinya orang Johor. Kebetulan kapalnya lag ngedok di Batam, istri dan anaknya disuruh datang kesini,''kata pria asal Palembang ini.

Pelanggan kami, kata Supli, cukup beragam. Namun kebanyakan pekerja setingkat manager. Biasanya manajer memilih kos untuk bulanan. Sedangkan yang mingguan banyak diminati pelaut dari Johor juga atlit dari Singapura. ''Mereka sewa kamar 1-2 minggu untuk latihan buluntangkis di Batam. Pelatihnya didatangkan dari Jakarta. Pernah suatu kali mereka minta 8 kamar, kami tidak bisa layani. Karena kamar disini ngak pernah kosong sebanyak itu,''tutur bapak dari tiga anak ini.
Nah, yang harian, kata Supli, biasanya disukai orang-orang yang melakukan traveling. Karena ketinggalan kapal ke Tanjungbalai Karimun, mereka menginap sehari disini. Besok pagi sudah check out.

Diakui Supli, sejak membuka Shinta's Homestay dua tahun lalu. Ia sudah memikirkan pasar yang akan digarapnya. ''Ini sebenarnya pengalaman pribadi. Dulu saya sering tugas luar kota. Saya selalu cari tempat menginap yang tenang. Pulang kerja inginnya istirahat dan tidur dengan nyenyak. Makanya kos-kosan ini saya buat seakan saya yang menikmati. Makanya segmen pasarnya adalah orang-orang yang mencari ketenangan,''kata pria yang menggunakan nama putri bungsunya yang kini bekerja di Johor untuk kos-kosanya.


Walau jauh dari mall, perkantoran dan tempat makan, Supli menawarkan sesuatu yang berbeda. Seperti dalam iklannya di koran, Supli menyebut homestaynya sebagai kos-kosan eksekutif dengan fasilitas hotel. Di kamar berukuran 3,5 x 4 m itu, penyewa disediakan tempat tidur ukuran besar, AC, TV 21 inch, shower dan kloset duduk juga WIFI, selain itu tempat parkir dan dekat dengan masjid.

''Untuk cuci pakaian, kami juga layani. Tapi kalau ingin menggunakan laundri, akan kami bantu menghubunginya. Demikian juga katering, ibu bisa bantu pesankan. Tapi karena umumnya mereka punya mobil sendiri, mereka tidak pernah kesulitan untuk mencari makanan,''kata Nurhayati menimpali omongan suaminya.

Di depan kos-kosan itu juga, sebuah toko kecil menjadi bisnis tambahan pasangan suami istri ini. Menurut Nurhayati, isi tokonya kebanyakan adalah permintaan penyewa kos. ''Pokoknya semua kebutuhan harian saya sediakan seperti sabun, sampo, odol,rokok, makanan dan minuman. Jadi kalau ada yang minta sesuatu baru kami beli,''kata wanita asal Sumatra Barat ini.

Bisnis ini juga diakui Supli tanpa sengaja. Setelah tiga tahun pensiun di Bandung, Supli datang ke Batam. Ia lihat rumahnya yang disewakan selama 11 tahun pada orang lain tidak terawat. ''Saya langsung putuskan pindah dan jual rumah. Dari hasil jual rumah itu saya mulai bangun kos-kosan. Awalnya teman-teman tertawain. Manajer kok bisnis kos-kosan. Tapi karena saya lihat prospek, saya jalani saja. Alhmadulillah sampai sekarang kos-kosan ini terus diminati. Sebetulnya saya ingin tambah kamar lagi, lihat saja masih banyak tanah sisa. Tapi karena belum ada modal, ya belum saya lanjutkan,''kata Supli.

Diakui Supli, kos-kosan ini dikenal dari mulut ke mulut. Selain itu, banyak juga yang tahu dari koran. Karena Supli menginformasikan kos-kosannya di Batam Pos.
Tak hanya di Tiban, kos-kosan eksekutif seperti milik Supli ini juga ada dipusat kota. Seperti di dalam komplek mall Nagoya Hill. Ada bangunan ruko yang dijadikan kos.

Ruko 4 lantai yang berderet memanjang itu berada di seberang mall Nagoya Hill. Harga sewa perbulannya untuk kamar ukuran 3x4 seperti yang ditinggali Retno, pegawai di salah satu perusahaan penyedia jaringan seluler ternama di Indonesia  ini misalnya, dibanderol dengan Rp1,5 juta. Sementara ukuran yang lebih luas dan biasanya diisi 2 orang dihargai Rp2 juta. Kata Anggoro, pengurus kos, harga bisa bertambah jika letaknya agak di depan atau ada jendelanya. Tarif kos tersebut belum termasuk biaya pemakaian air dan listrik, yang bisa mencapai Rp200 ribu setiap bulannya.

Fasilitasnya kurang lebih sama, suasananya nyaman, tenang dan juga aman. Tersedia lengkap spring bed, AC, TV, lemari pakaian, dan kamar mandi dalam. Bagi yang membawa kendaraan, dapat memarkir di parkiran mal yang letaknya sekitar seratus meter dari pintu masuk kos. Namun kendaraan tersebut harus keluar area mall minimal sehari sekali. Karena akan dikenai biaya parkir Rp30-an ribu tiap harinya.

Di kos-kosan milik Supli, tamu yang bukan istri maupun suami penyewa, boleh diajak ke kamar, namun pintu kamar harus dibuka. ''Biasanya saya tanya surat nikahnya kalau mereka berpasangan. Kalau jam pulang penyewa tidak saya batasi. Hanya saja saya standby didepan toko sampai jam 10 malam,''kata Supli lagi.

Berbeda dengan kos-kosan yang di ruko di komplek Nagoya Hill, Anggoro menyebutkan bahwa penyewa tidak terlalu dibatasi dengan aturan seperti kosan lain kebanyakan. Mereka, kata Anggoro, boleh membawa teman untuk menginap di kamar masing-masing. "Tapi harus melapor dulu ke saya, ini untuk keamanan saja," terang Anggoro.

Yang Termurah ada di Ruli

Jalan setapak dekat blok i Legenda Malaka menuju rumah liar (ruli) di kampung air itu penuh kubangan air hujan. Jalan  tanah itu menjadi sangat licin ketika dilalui sepeda motor. Apalagi jalan itu mendaki dan tidak rata. Tak kurang dari 100 meter dari jalan masuk itu, berdiri rumah-rumah kayu dengan dinding triplek. Dibangun tak beraturan. Ada yang berderet namun ada yang berdiri berdiri sendiri dengan arah yang berbeda. Sebuah genset berukuran sedang diletakkan begitu saja di depan jalan masuk ruli itu. Tanpa pelindung dan hanya diletakkan di semak belukar. ''Genset ini untuk penerangan di ruli ini. Bayarnya setiap bulan Rp75 ribu untuk setiap kamar. Kalau satu rumah hanya 150 ribu,''kata Iit Nurmasitoh (38), pemilik salah satu kos-kosan di ruli itu.

Sejak tahun 2003, Iit sering berkunjung ke ruli itu. Apalagi di awal bulan, ia datang untuk mengutip uang kos. Iit yang tinggal di kampling Punggur itu membeli
dua rumah berukuran 6x10. Rumah itulah yang kemudian disekat-sekat Iit dengan triplek dan batako menjadi sepuluh kamar. Setiap kamarnya disewakan Iit Rp50 ribu setiap bulannya. Dua rumah itu berjauhan letaknya, namun sama-sama di ruli Kampung Air.

Dua kamar yang disewakan Iit dalam kondisi kosong. ''Kemarin dindingnya jebol. Makanya mau saya perbaiki dulu,''kata Iit menunjukkan salah satu dinding yang berlubang. Kamar yang disewakan Iit itu berupa kamar dengan dua ruangan. Lantainya tanpa keramik. Setengah dindingnya batako dan sebagian lagi triplek. Kamar mandi diluar kamar. Dan digunakan bersama-sama. ''Airnya tidak bayar. Ambil sendiri di sumur. Tidak jauh kok dari sini,''kata Iit sambil menunjuk arah sumur.

Sewa lima puluh ribu, diakui Iit sangat membantu pekerja-pekerja yang ada di Batam. ''Umumnya pekerja pete. Mereka sangat terbantu dengan sewa kos yang murah. Kalau dihitung dengan listrik, paling banter Rp90 ribu pengeluaran untuk kos setiap bulannya,''kata wanita asal Bogor ini.

Di ruli kampur air itu, tak hanya Iit yang menyewakan rumahnya untuk kos. Ada juga pak Bacok. Kata Iit, kamar-kamar kos milik pak Bacok lebih banyak. ''Deretan di rumah ini punya pak Bacok semua,''kata Iit sambil menunjuk sebuah rumah dengan kamar-kamar dibagian depan rumahnya.

''Cuma bedanya kalau di tempat pak Bacok Rp100 perkamarnya. Karena pembayaran listrik sudah ditanggung pemilik kos,''kata wanita pemilik sekolah TK Mother Love di Legenda Malaka.

Karena tidak tinggal berdekatan dengan kos-kosan, Iit mengaku pernah ditipu penyewa. ''Ada yang pergi begitu saja tanpa bayar kos sampai satu tahun. Setiap ditagih jawabnya besok dan besok. Tapi saya ikhlaskan saja. Rezeki masih ada di tempat lain. Tujuan saya hanya ingin membantu orang lain dengan menyediakan kos murah,''kata Iit yang juga guru Tahfiz Quran.

Iit juga tidak bisa mengontrol tamu yang datang ke kosnya. Semua tanggungjawab dibebankan pada penyewa. Namun Iit hanya mengingatkan penyewa agar menjaga kebersihan. ***



1 komentar: