Kamis, 11 Oktober 2012

Panggil Mulan Jamila sampai Luna Maya


Perjalanan Umrohku bersama Zulindo Tour and Service

Sholat Dzuhur di Masjid Nabawi, Madinah baru saja selesai. Sebentar saja, pelataran masjid yang dihiasi payung raksasa itu dipenuhi orang-orang yang keluar dari masjid terindah di Madinah ini.

Hampir semua pintu gerbang disesaki jamaah yang hendak kembali ke hotelnya masing-masing. Saat-saat seperti inilah dimanfaatkan pedagang-pedagang menggelar dagangannya. Jadilah pasar dadakan disekitaran gedung-gedung hotel  berbintang. Suara menjadi sangat riuh, karena pedagang laki-laki saling berteriak menawarkan dagangannya. "Haji..haji..5 real, 10 real,"kata seorang laki-laki yang mengenakan sorban di kepalanya sambil memegang satu set taplak meja bersulam benang emas.
Panggilan haji memang selalu diberikan pada orang-orang yang datang berumroh ke Madinah dan Mekah.  Baik itu  pedagang, petugas hotel, pramugari Batavia Air juga memanggil sebutan haji atau bu hajah saat menawarkan air minum.
Pedagang perempuan berkulit keling memilih duduk di sepanjang jalan menjajakan kerudung, cincin, kaos kaki. Yang laki-laki, berhidung mancung dan berkulit putih ada yang menjajakan baju-baju gamis, baju koko, peci, jam tangan, taplak meja, tasbih. Mereka ini adalah pedagang kaki lima yang selalu siap setiap saat dikejar-kejar petugas penertiban. Tak heran kalau mereka hanya menggelar dagangannya di atas selembar kain atau gerobak. Ketika petugas penertiban datang, mereka tinggal mendorong gerobak, atau membungkus barang dagangannya dan lari sekencang mungkin. Terkadang saking terburu-buru, barang dagangannya tumpah ke jalan. Mereka memilih menyelamatkan barang dagangan dan tidak memikirkan lagi barang dagangannya yang masih dipegang pembeli. Lucunya lagi, pembeli ikut kejar-kejaran. Tapi untuk mengejar penjual yang lari tadi. Di Mekah juga sama kondisinya. Disepanjang jalan menuju Masjidi Haram, pedagang bercadar hitam menjual dagangannya di sepanjang trotoar. Siang itu setelah bubaran sholat fardu zuhur, tiga orang pria Arab yang menggenakan gamis putih memilih-milih T-Shirt. Tiba-tiba petugas penertiban datang. Pedagang perempuan asal Afrika itu segera lari dengan menggendong buntalan kain besar. Lima temannya yang lain juga lari sekuat tenaga. Tiga pria pembeli tadi akhirnya ikut-ikutan lari sambil memegang selembar T-shirt.  Akhirnya transaksi berlanjut setelah pembeli berhasil mengejar pedagang yang lari terengah-engah.
"Mulan Jamila, Luna Maya, syahrini, ayo tenggok kedalam, " kata seorang penjaga toko aksesoris di kawasan hotel berbintang di Madinah pada tiga orang jamaah umroh dari Batam.
Yang ditawari hanya tersenyum-senyum saja. "Ternyata orang Arab tau artis Indonesia,"celetuk Anggi, ibu rumah tangga dengan satu putra berusia 3 tahun ini pada temannya.
Begitulah cara penjaga toko menarik pembeli dari Indonesia. Selain itu mereka juga bisa berbahasa Indonesia. Tawar menawar jadi lebih mudah. Beda dengan pedagang kaki lima yang sulit diajak komunikasi. Mereka hanya mengerti bahasa tubuh saja.
Jari lima untuk harga 5 real, jari 10 untuk 10 real. "Halal...halal,"kata seorang pedagang sajadah setelah ia menerima uang dari pembeli. Hanya itulah ucapan yang keluar dari mulut para pedagang selama proses jual beli.
Pedagang Al quran juga ada disekitaran pintu gerbang masjid Nabawi, Madinah. Bedanya, mereka ada hanya saat sholat fardu tiba. Al quran yang dijajakan diatas gerobak kayu itu dijual dengan harga 20 real. Al quran itu biasanya dibeli untuk diinfaqkan ke masjid Nabawi. Anggi misalnya, memborong 4 Al quran untuk diinfaqkan, 3 Al quran infaq pribadinya, yang satu lagi titipan seorang temannya di Batam. Sebelum Al quran itu diberikan pada pembeli, penjual memberi stempel bertuliskan arab pada Al quran itu.
Di dalam masjid, Al quran yang  diinfaqkan diletakkan begitu saja didalam rak-rak yang  sudah ada. Ada ratusan Al quran di atur sangat rapi di rak juga di atas air conditioner yang ada ditiap tiang-tiang masjid.
Al quran ini biasanya dibaca oleh jamaah masjid yang menunggu waktunya sholat tiba atau yang memang beritikaf.

Ada yang selalu tak terduga
Beragam cerita ketika bertamu ke rumah Allah ini, ada yang lucu namun ada juga yang membuat jantung berdegub kencang. Karena melihat sesuatu yang menakjubkan. Orang-orang  yang sudah meninggal sering terlihat diantara ribuan orang di Mekah. Biasanya setelah dihajikan oleh salah satu anggota keluarga. Tata yang baru saja pulang dari umroh minggu lalu mengalami hal itu. Selesai menjalani tawaf, sai dan tahalul untuk menghajikan ayahnya,  ia  melihat  ayahnya berdiri tak jauh dari kerumunan jamaah umroh. Tapi kemudian menghilang.
Pengalaman lucu dialami Nurhaya, ia mengaku kehilangan sandal hingga berkali-kali saat sholat di masjidil Haram. Tapi ia dapat ganti sandal dari pemberian orang lain lebih banyak dari yang hilang. "Ini sandalnya saya bawa pulang semua ke Tanjungpinang,"kata penjual kue ketika di dalam pesawat menuju Batam.
Jika suatu keinginan muncul ketika di dalam masjid, maka bisa menjadi sebuah kenyataan. Akbaril contohnya, ia  ingin bersedekah di Masjidil Haram tapi tak menemukan kotak amal. Ia kemudian dipertemukan dengan seorang pria yang juga seorang supir taxi di dalam masjid. Yang bercerita tentang masalahnya. Ia butuh uang untuk biaya operasi  istrinya. Akbaril yang tidak mengenal pria asing itu, spontan memberikan uang 300 real yang tadinya ingin diinfaqkan. Pria itupun mengucapkan syukur dan pergi. Saat itulah Akbaril merinding ketika ia lihat pria itu menghilang setelah melewati tiang. Karena tidak percaya, Akbaril mengejar pria itu, dan tidak menemukannya lagi.

Pelataran Masjidpun Jadi Tempat Menginap
Pelataran masjid Nabawi tak pernah sepi. Selalu saja ada yang tidur-tiduran. Atau sekadar ngobrol, makan dan minum bersama. Mereka inilah jamaah umroh dari Srilangka. Pelataran masjid inilah menjadi tempat menginap. Untuk mandi, BAK juga BAB, mereka menggunakan toilet masjid. Tidur tanpa alas dan dilalui orang banyak  tidak menjadi masalah. Mereka sepertinya tidak risih. Anak-anak yang mereka bawa juga dibiarkan bermain. Yang bayi hanya diberi alas sekadarnya.
Untuk makan, mereka membeli di sekitaran hotel. Sedangkan untuk minum, tidak perlu beli, karena air zam-zam  banyak tersedia disekitaran masjid.  Ada yang hanya memencet kran saja. Atau mengambil dari galon besar yang ada di dalam masjid. Tinggal pilih dingin atau tidak. Gelas plastik juga disediakan. Wanita-wanita Srilangka ini terlihat menonjol karena selalu mengenakan gamis bermotif bunga dengan warna-warna menyolok. Berbeda dengan jamaah Iran yang menggenakan Inkarbaloq, atau  kain lebar yang ditutupkan ke seluruh tubuh. Ada yang berwarna hitam namun ada juga yang bermotif. Inkarbaloq ini sepertinya juga berfungsi sebagai perangkat sholat seperti mukenah.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar