Kamis, 11 Oktober 2012

Dakwah Sambil Cari Ibu Kandung

Andika Ageng Raka, Mualaf Keturunan Tionghoa Malaysia

Mengetahui ibunya seorang Jawa, Indonesia, membulatkan tekad pria keturunan China ini menjadi mualaf dan mengembara mencari ibunya.

Di kertas putih itu tertulis  dua nama,   Lee Say Foo  dan Andika Ageng Raka. ''Yang pertama itu nama China saya, yang terakhir nama saya sekarang,''kata Andika Ageng Raka, yang datang ke redaksi Batam Pos, Senin lalu.
Sejak menjadi mualaf dua tahun lalu, lajang kelahiran Malaysia ini mengganti namanya. Ia memutuskan beragama Islam sejak  tahu bahwa ibu kandungnya seorang wanita Jawa asal Indonesia.
Sejak itu juga hubungan dengan Lee Ching Chuan, bapak kandungnya makin renggang.
''Dia marah. Karena biasanya saya yang bantu-bantu kalau dia lagi acara di vihara. Selain itu saya termasuk anak yang taat ,''kata Raka yang orangtuanya adalah ketua persatuan Budha Atma di Malaysia.
Tapi keputusannya sudah bulat. Sebelum mencari ibu kandungnya, ia sudah harus menjadi muslim.''Saya sudah ditinggal ibu sejak umur 2 bulan. Ibu adalah istri keempat. Ia pergi dari rumah, hanya meninggalkan kenang-kenangan sebuah kalung yang saya pakai sampai sekarang,''kata Raka sambil mengeluarkan sebuah kalung mutiara berwarna abu-abu tua dari balik baju kokonya.
Tepat disaat umur Raka delapan belas tahun, mbak Wiwit, seorang pembantu yang pernah bekerja dirumah orangtua Raka memberitahukan rahasia besar itu. ''Kata mbak Wiwit, ibu saya orang Jawa. Logat bicaranya halus,'' kata Raka yang tidak tahu nama ibunya.
Sejak itulah, Raka mulai meninggalkan rumah. Tujuannya Indonesia.
Beberapa tempat disinggahi. Mulai dari Lampung, Medan, Rokan Hilir, Bandung dan sekarang di Batam.
''Saya pilih Batam, karena disini tempat transitnya orang-orang Indonesia yang
pernah bekerja di Malaysia. Siapa tahu ibu saya tinggal disini,''kata lajang yang kini beumur 24 tahun.
Lalu bagaimana cara Raka mencari ibunya?
''Saya selalu selipkan dalam ceramah setiap kali diundang di masjid atau mushola,''kata Raka pengangum Zainuddin MZ.
Selama 6 bulan di Batam, masjid di perumahan MKGR Tembesi lah yang kerap menjadi tempat Raka berdakwah sekaligus mencari ibu kandungnya.
Dengan meniru  Zainuddin MZ, Raka memberi siraman rohani pada warga disana. ''Alhamdullilah, sejak saya memberi ceramah, anak-anak remaja suka. Mereka mau mendengarkan ceramah. Karena biasanya, sudah pulang dulu sebelum ceramah selesai,''tutur Raka sambil tersenyum.
Satu persatu masjid di perumahan MKGR Tembesi  sudah disambangi Raka. Ia mengaku tak pernah patah semangat mencari ibu kandungnya.
Kadang, kata Raka, ia sampai menangis ketika  menceritakan kisahnya ini saat ceramah. Karena kata Raka, banyak sekali pengorbanan yang harus dilakukan untuk mencari ibu kandungnya.
Di Malaysia, Raka hidup berkecukupan. Naik turun mobil, tinggal dirumah mewah, bahkan sering jalan-jalan ke luar negeri. Tapi sejak merantau,  Raka harus bekerja. Untung saja, Raka memiliki keahlian refleksi. "Dulu saya pernah belajar di Ci Zeng Akupuntur, makanya saya bisa terima pasien,'' kata Raka.
Hendri, salah satu pasien Raka juga sudah memberi modal untuk buka praktek akupuntur. ''Rencananya dalam waktu dekat ini, lagi cari tempatnya,''kata Raka yang mendapat kepercayaan buka praktek refleksi setelah menyembuhkan orangtua  Hendri.
Pekerjaan lain yang masih akan dilakoni Raka yaitu menjadi satpam. Malam hari, setelah tugas dakwahnya selesai ia berganti baju satpam. ''Baju saja yang ganti, tapi tetap pake peci. Ini Identitas saya,''kata Raka.
Ketika meninggalkan rumah, Raka memilih Medan sebagai tempat pencarian pertama. Ketika keuangannya mulai menipis, Raka menjadi kuli panggul di Stabat, Medan. Padahal waktu itu, kata Raka, tulang punngungnya belum pulih karena patah. Ia mengalami kecelakaan mobil dan masuk jurang di Genting Island.
''Semua kisah pengembaraan Raka tulis dibuku. Sampai ada 4 jilid. Sekarang ada di Medan, Raka titip pada orangtua angkat Raka,'' tutur bungsu dari tiga bersaudara ini.
Ketika di Rokan Hilir, Raka juga pernah menjadi tukang bangunan. Sebagai welder di galangan kapal  juga pernah dijalani Raka.
Menjadi penceramah agama, mulai dilakukan Raka setelah selesai belajar 4 bulan di pesantren Ghoiru Ummah Tahfizul Qur'an di Bandung. Untuk menambah wawasan agamanya, Raka paling suka mengkoleksi kaset-kaset Zainuddin MZ.  ''Kalau menghafal Al Quran, Raka pakai MP3. Setelah mendengarkan, kemudian buka Al Quran. Dijamin mudah sekali menghafalnya,'' kata Raka memberi tips mudah menghafal Al Qur'an.
Raka ingin suatu saat bisa berdakwah di seluruh wilayah kota Batam. Agar ia juga bisa mencari ibunya. ''Saya selalui minta pada Allah agar bisa dipertemukan walau itu hanya kuburannya saja,''kata pria yang mahir berbahasa Mandarin, Inggris juga beberapa bahasa daerah seperti bahasa Sunda.
Ia juga sangat ingin bisa mengajak seluruh anggota keluarganya menjadi mualaf. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar