Kamis, 11 Oktober 2012

Masih Mengajar di Usia 83 tahun

Hj.Mardiana, Pemilik Pompes Internasional Terpadu Bina Ummah Batuaji

Usia boleh uzur, tapi semangatnya tak ikut surut. Mardiana masih terus mengajar walau usianya kini sudah 83 tahun. Jalannya masih kuat. Bahkan bicaranya juga masih jelas. Tak heran, Mardiana (83), pemilik pondok pesantren Internasional Terpadu Bina Ummah, Batuaji ini masih terus mengajar. Setiap sore, istri dari alm Dr.H.Adamri Al Husainy ini mengajar Al Quran, Sejarah Islam dan Ahlak di Madrasah Ibtidaiyah Bina Ummah.

Kemampuannya menguasai ilmu agama, diakui wanita kelahiran Ombilin Danau Singkarak ini karena suka membaca. ''Saya terkesan ucapan pak Soeharto, presiden kita itu. Dalam pidatonya dia mengatakan bapak, ibu yang tidak berkemampuan, banyaklah membaca,''kata Mardiana yang ditemui Batam Pos, Rabu (25/1) di rumahnya yang berada di dalam komplek Pompes Bina Ummah, Batuaji.

Mardiana yang saat itu harus menjadi bapak,ibu,juga nenek untuk kedelapan adikknya berusaha untuk tetap belajar. ''Ibu sudah meninggal saat usia saya 40 hari, dan bapak ke Jakarta dengan istri keduanya. Etek Bariah (kakak ibu) yang merawat saya sampai kelas satu SD. Selanjutnya nenek yang menyekolahkan sampai tamat SD. Dan sempat satu tahun sekolah di SGBM (sekolah guru). Setelah nenek meninggal, otomatis saya yang merawat adik-adik. Memasak,mencuci baju, dan mengurus rumah. Seringkali adik yang satu baru saja digendong agar berhenti menangis, eh adik yang lain sudah menangis,'' kenang wanita yang senang membaca buku-buku agama.

Dari gadis hingga sekarang, kebiasaan membaca buku tak pernah ditinggalkan Mardiana. ''Saya suka bangun malam, sholat tahajut. Sambil menunggu waktu Subuh, saya baca buku dan Al Quran,''kata sahabat karib Sri Soerdarsono, adik mantan Presiden RI.

Wawasannya yang luas seputar agama, membuat Mardiana sering diundang ceramah agama hingga ke negeri seberang. Rutin setiap akhir pekan Mardiana memberi ceramah agama untuk ibu-ibu pengajian di dua negara itu. Bahkan Mardiana sangat diidolakan Wan Azizah, istri Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim.

''Wan Azizah pernah tanya pendidikan saya. Dia tanya begini 'ibu S apa?'. Saya jawab es kosong. Saya jelaskan kalau es kosong itu hanya candaan saja. Yang benar adalah saya tidak punya gelar apa-apa karena hanya lulus SD,''kata wanita penerima penghargaan tokoh perempuan bidang agama dan pendidikan Kota Batam tahun 2011.

Sering bepergian ke luar negeri bukan berarti Mardiana fasih berbahasa Inggris. Mardiana mengaku selalu didampingi, Nora dan dr Asma sebagai penterjemah. Nora dan Asma, adalah dokter Indonesia yang bekerja di Singapura. ''Kalau di MRT sering ditanyain orang. Saya hanya bisa jawab yes dan no saja,''kata Mardiana sambil tertawa.

Sebelas tahun juga, Mardiana menjadi ustadzah di dua negara tetangga itu. Selama itu juga, Mardiana menggunakan uang pemberian jamaah untuk membangun panti asuhan, sekolah dasar enam lokal di Teluk Sunti, Pulau Terong dan pondok pesantren Bina Ummah di Batuaji. ''Dari one dolar dan 1 ringgit itu, dikumpulkan untuk beli pasir, semen juga batu bata. Saya ingat perjuangan umi dan bapak ketika mulai membangun panti asuhan dan sekolah. Mereka ikut mendampingi pompong yang bawa bahan bangunan itu dari Sekupang,''cerita Fathurrahman, anak keempat Mardiana yang ikut menemani ibunya siang itu.

Banyaknya penduduk Teluk Sunti ikut pengajian di Masjid Baitul Rahman, Sekupang, menjadi alasan Mardiana dan suaminya, mendirikan panti asuhan dan sekolah di pulau yang masuk dalam Kecamatan Belakang Padang. ''Dua minggu sekali di akhir pekan, umi berdua dengan bapak mendatangi pulau-pulau disekitar Pulau Terong, mengajar ngaji juga ceramah agama. Tapi sejak bapak meninggal, kami yang menemani,''kata Fatur yang pernah menemani ke pulau saat masih duduk di bangku SMP.

Kini sekolah dan panti asuhan itu, kata Fatur sudah dihibahkan ke Pemko Batam. ''Karena sudah tidak bisa lagi membagi perhatian antara Pompes Bina Ummah, di Batuaji, umi menghibahkannya,''kata Fatur yang juga sekretaris Yayasan Bina Ummah Kota Batam.

Sejak mendirikan pondok pesantren Internasional Terpadu Bina Ummah Tahun 1994, satu persatu anak-anak dari keluarga tidak mampu yang ada di Batam dititipkan di panti asuhannya. ''Dulu jumlahnya 100 sekarang sudah mulai berkurang, tersisa 40 orang. Karena ada yang sudah selesai kuliah dan bekerja. Tiga belas anak sudah dikuliahkan umi ke Pekanbaru. Mereka sekarang sudah menjadi guru di Moro, Pulau Bertam, Tanjungpinang, Tanjungbatu, dan Lingga. Satu anak lagi melanjutkan S2 ke Universitas di Malang,''kata Mardiana yang selalu mengajari anak-anak panti asuhan agar gemar menabung.

Mardiana mengaku sangat membutuhkan biaya yang sangat besar untuk membiayai operasional pondok pesantrennya. Tanpa bantuan dari pemerintah, ia berupaya menghasilkan keuangan sendiri. ''Waktu itu pondok pesantrennya jadi satu dengan rumah kami. Anak-anak panti tinggal bersama kami. Saya bersama anak-anak berupaya melakukan usaha sendiri untuk menghidupi pompes. Apalagi almarhum suami juga berpesan agar melanjutkan usahanya,''kata Mardiana yang berhasil membawa pompes Bina Ummah sebagai penerima penghargaan organisasi sosial berprestasi 1 tingkat Kepri.

Dulu, kata Mardiana, apapun dijual agar bisa menghidupi anak-anaknya juga anak-anak panti. ''Rumah kami tak pernah sepi. Ada saja yang tinggal bersama kami. Kalau dirata-ratakan isi rumah kami bisa sampai 30 orang. Kadang saudara umi, adiknya, atau keluarga dari kampung. Namun bagi umi, banyak orang bukan membebani, justru menjadi jalan untuk berusaha. Makanya umi pernah jualan lontong, katering, sampai buka rumah makan padang dengan pegawainya adalah saudara-saudara yang tinggal dirumah,''kata Fatur menimpali obrolan uminya.

Mardiana memang mengajari anak-anaknya untuk mandiri dan bisa hidup dalam kondisi susah. Jiwa dagangnya ditularkan pada lima anaknya. ''Kami pernah jualan es lilin, nasi lemak, juga kue. Kami sendiri yang buat. Biasanya pagi-pagi kami sudah memasak. Jualannya di madrasah, tempat umi mengajar,''kenang Fatur yang juga seorang sarjana ekonomi.

Mardiana juga berjualan kain dari rumah ke rumah. Karena kegigihannya itu, tak pernah sekalipun, anak-anaknya juga anak-anak panti asuhan tidak makan. ''Saya ikhlas. Pasti Allah akan menolong,''kata Mardiana

Kini pondok pesantren Bina Ummah makin berkembang. Yang dulunya, hanya sebuah bangunan rumah tinggal keluarga Mardiana yang juga dijadikan panti asuhan. Sekarang di atas lahan 2 hektar itu sudah ada gedung permanen Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), Taman Pendidikan Al Quran (TPA), TK, masjid Ibadurrahman, kantor yayasan gedung workshop/cafetaria, asrama putra/putri, dapur/ruangan makan dan satu gedung forum kompang (komunitas seni Islam dan budaya Melayu) serta areal perkebunan dan perikanan.

''Minimarket, warnet, cafetaria, forum kompang, areal perkebunan dan perikanan adalah upaya swadaya kami menghidupi pompes. Untuk berharap dari siswa juga tidak bisa. Karena hampir 80 persen anak-anak yang bersekolah di Bina Ummah dari keluarga tidak mampu. Kami memang terima Dana Bos, tapi hanya cair sekitar 50 persen saja. Karena itu kami berupaya sendiri untuk membiayai pendidikan anak-anak disini,''kata Mardiana yang ingin sekali sekolahnya dikunjungi pemerintah daerah.

Dulu, kata Mardiana lagi, siswa yang berminat sekolah disini sedikit sekali. Bahkan siswa yang sudah sekolah pun banyak yang keluar. Karena dulu kondisinya tidak seperti ini. Ruang kelas yang tidak nyaman karena banyak yang retak-retak.

Namun dengan segala perjuangan bersama keluarga besar Hj. Mardiana, sekolah Bina Ummah sudah membaik. Bahkan kini sudah ada 23 orang guru yang mengajar di MI, MTs dan MA.

Agar biaya operasional tak terlalu besar, Mardiana mengajak seluruh anaknya mengelola yayasan. Seperti pengelolaan minimarket diserahkan pada menantunya, forum kompang ditanggani Taufiqurrahman, anak Mardiana yang juga seorang musisi. Dalam kepengurusan yayasanpun, Irwan Bachtiar, yang sekarang karyawan BP Kawasan ikut membantu, istrinya, dra. Ithru Misrina menjadi wakil ketua, Faturrahman, anak keempat Mariana ini menjadi sekretaris, dan menantunya, Ithru Darina menjadi bendahara. Selain itu putri Mardiana, yang bernama Ida Aliya duduk sebagai dewan pengawas bersama Riko Valentino (menantu) dan Nurhayati Asman (menantu).

Untuk cafetaria, perkebunan dan perikanan, dan pengelolaan sekolah,  Mardiana memberdayakan anak-anak panti asuhan. Mereka adalah anak-anak panti asuhan  yang sudah tamat kuliah maupun yang masih sekolah. Rencana kedepan, Mardiana akan menyekolahkan dua siswa yang juga anak panti asuhan di Universitas jurusan perbankan syariah untuk mengelola BMT yang akan dibuka bulan Februari mendatang. Kalau anak-anak panti yang masih sekolah, mereka diajarkan untuk menjadi pedagang, seperti jualan bakso di cafetaria. ''Lumayan dari gaji yang mereka dapat untuk uang jajan atau bisa ditabung untuk kuliah mereka kelak.''kata Mardiana.

Rencana lain, kata Mardiana, akan buka usaha laundri. Usaha ini sekaligus mengurangi kebiasaan membuang pakaian kotor pada 24 orang anak-anak panti asuhan yang masih duduk di kelas 1 sampai 5 SD. ''Saya sering temukan pakaian anak-anak ini di tempat sampah,''kata Mardiana yang masih sering mengontrol anak-anak panti.***



Tidak ada komentar:

Posting Komentar