Kamis, 11 Oktober 2012

Diterjang Ombak dan Angin Taipun di Taiwan

Yan Halomoan Simatupang, STr ,M.Mar.Eng, Perwira Mesin

Hari itu Sabtu dipenghujung tahun 1999, ponsel Yan Halomoan Simatupang (37) tiba-tiba berdering. Yan, yang sedang bermain dengan anaknya di rumahnya di Jl. Salam No.259, Sei Jang, Tanjung Pinang mendapat kabar duka. Telepon itu dari QS Agency, perusahaan Singapura tempatnya bekerja. Kapten kapal Pacific Ranger yang juga pimpinannya telah meninggal duna dan teman-temannya (awak kapal) dirawat di rumah sakit akibat angin Taifun. Badai Angin Taifun itu menyeret kapal tug boat, tempat Yan bekerja hingga bagian kamar mesin pecah dan menenggelamkan kapal di Xiamen, China Selatan.


''Crew kapal terjun semua menyelamatkan diri. Kapten kapal sudah berumur 60 tahun jadi kehabisan tenaga. Waktu itu arusnya kuat sekali. Kapten kapal ditemukan sudah dalam kondisi lemas dan tak tertolong lagi,''kenang Yan yang saat kejadian tidak ada di kapal karena baru dua hari menjalani cuti di Tanjungpinang.

Kapal yang menarik tongkang(towing barge) itu dicarter membawa batu dari China ke Jepang dan Taiwan untuk pembangunan jembatan di pelabuhan. Kapal yang memiliki panjang 35 meter, lebar 12 meter itu tenggelam saat berlabuh di pelabuhan Xiamen sebuah kota di China Selatan.

''Mendengar kabar tersebut saya terkejut dan juga langsung mengucap syukur karena saya masih diberikan kesempatan dan tidak mengalami hal tersebut. Setelah kejadian tersebut tidak membuat saya jadi merasa trauma tapi membuat saya harus selalu siap dalam segala hal apapun itu yang terburuk. Dan saya kembali melanjutkan mencari pekerjaan baru yg tidak terlalu beresiko, saya bekerja di sebuah perusahaan Singapura yaitu PSA Marine, perusahan yang mengelola pelabuhan di Singapura sebagai Engineer di kapal Pandu ( Harbour Tug ) sampai tahun 2006,''tulis Yan dalam obrolannya di facebook, Kamis (24/11).

''Maaf aku masih di laut, signalnya kalau pakai yahoo kurang kuat untuk kirim file, nanti kalau signalnya ok aku kirim langsung, ''begitu Yan mengirimkan pesannya. Yan kini bekerja pada sebuah perusahan yang bermarkas di Singapura dengan lokasi kerjanya di Asia. Kebetulan alumi AMNI Semarang tahun 1996 ini di tempatkan di Labuan, Malaysia.

Yan dikontrak selama 6 bulan di anjungan lepas pantai tempat pengolahan minyak mentah milik perusahaan Petronas Malaysia. ''Sehari-hari sama layaknya orang kebanyakan kerja di kantor. Hanya kita tidak pulang ke rumah tapi tetap makan tidur tidur di tempat kerja. Sebagai Chief Engineer saya tidak melaksanakan tugas jaga akan tetapi saya harus siap siaga 24 jam .

Pagi hari, kata Yan, Ia dan 2nd /Engineer sebagai assisten (kepala kerja) membuat program kerja setiap harinya. Dan apabila ada yg lebih penting harus di kerjakan terlebih dahulu. Di kapal juga kita sudah ada schedule kerja perawatan mesin dan semua peralatan yg di sebut PMS (Plan Maintenance System) jadi kita mengikuti jadwal yg selain melakukan pekerjaan rutin setiap harinya. 'Di kapal yang saya ini menampung pekerja lokal yang bekerja di platform tersebut, kapal tempat saya bekerja bisa menampung 120 orang pekerja atau biasa di sebut Work Boat Accomodation.


Diakui suami dari Priskila Yani Marpaung ini, resiko bekerja di tempat pengolahan minyak mentah (pemboran lepas pantai) ini adalah bahaya ledakan besar bila terjadi kesalahan. Namun bagi Yan, semua harus dijalani. Profesi ini adalah pilihannya. Angin, ombak juga keadaan laut yang kurang bersahabat harus dilalui dan dinikmati Yan.

Resiko itu sudah diperkirakan Yan, ketika ia memutuskan sekolah Tinggi Maritim dan Transport (STMT AMNI) di Semarang. Yan pun menceritakan saat pertamakalinya melaut (praktek laut) setelah lulus sekolah. Selama satu tahun Yan harus berlayar untuk mendapatkan sertifikat Perwira Mesin. Dan di tahun 1998, Yan resmi menjadi pelaut dan bekerja sebagai Perwira mesin dengan jabata

''Di Kapal MT.Mahkota saya memulai karir sebagai seorang pelaut, dikapal tersebut saya dapat menjelajahi sebagian tempat dan kota-kota di Indonesia terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Di kapal ini saya bekerja selama hampir 1 tahun,''cerita Yan.

Yan sepertinya ingin terus mencari pengalaman, setelah berhenti dari Kapal MT. Mahkota, Yan mengadu nasib di negeri tetangga Singapura tepatnya tahun 1999. Di sini Ia mendapatkan pekerjaan sebagai 2nd/Engineer sebuah Ocean Tug, kebetulan perusahaan tersebut dapat tender di China. Tujuh tahun juga, Yan berlayar di negeri China.

Di tahun 2007, Yan mulai berfikir untuk menikah setelah seorang gadis Jawa memikat hatinya. Gadis tersebut menyandang nama Priskila Yani boru Marpaung setelah upacara adat pemberian marga. ''Sejak itu, istri saya ini menjadi gadis batak karena sudah menggunakan marga,''kenang Yan.
Sebelum menikah, kata Yan, dia tahu pekerjaan saya sebagai seorang pelaut. Dia juga tahu akan di tinggal sendiri. Tapi saya berusaha mendapatkan pekerjaan yg tidak terlalu lama di laut jadi bisa kembali berkumpul. ''Istri saya tak pernah protes hanya kalau bisa cari kontrak yg tidak terlalu lama atau yg dekat Singapura aja. Begitu permintaan istri saya,''jawab Yan di emailnya.

Sesuai permintaan istrinya itu, sejak menikah Yan mulai bekerja di sebuah perusahaan yg berada di U.A.E (Middle East) dengan kontrak 3 bulan. Saat pertama meninggalkan istri ada  rasa kasihan karena harus berjauhan dan meninggalkannya seorang diri. ''Tapi puji Tuhan walaupun jauh kami masih bisa komunikasi lewat telpon walau saya harus membayar lebih karena menggunakan telepon satelit yg ada di kapal. Pada waktu itu saya berada di Iran Oilfieid tepatnya di Bargan Offshore. Tiga bulan saya habiskan hari-hari di tengah laut tanpa menginjak daratan hingga tiba waktunya kapal kembali ke Dubai untuk pertukaran crew dan melakukan sedikit perbaikan perbaikan pada kapal. Dan saya pulang ke Tanah Air

Setelah 1 bulan di rumah, Yan kembali ke Dubai dan bekerja di kapal yang di carter oleh BP (British Petroleum) yg ada di Hamriyah, Dubai. ''Kami melakukan maintenance & diving operation pada SBM ( Single Buoy Mooring) dan melayani kapal super tanker yang akan ambil muatan dari BP refinery. Puji Tuhan selama saya bekerja di perusahaan tersebut saya bisa mengatur jadwal saya bekerja dan saat cuti di rumah jadi saya bisa selalu berada disaat Natal dan Tahun Baru.

Kejadian yang paling buat hati saya berat, kata Yan, pada tahun 2008 tepatnya awal maret, pada saat itu istri saya sedang mengandung dengan usia kandungan baru 3 bulan, dua hari lagi saya akan berangkat bekerja kami mandapat ujian harus kehilangan apa yang kami harapkan, pada saat itu langsung saya mengabarkan berita tersebut ke kantor yg berpusat di Sharjah.U.A.E bahwa saya tidak bisa berangkat karena istri saya mengalami keguguran kandungan. ''Saya bersyukur karena perusahaan bisa mengerti alasan saya dan saya memperpanjang masa cuti 1 bulan lagi,''kata pria kelahiran Tanjungbalai Karimun.

Setelah semuanya normal Yan pun kembali berangkat ke Bahrain, kebetulan kapal hanya beroprasi di pelabuhan jadi komunikasi tidak terputus lagi.
Dengan jadwal yg sudah teratur Yan kembali kerja beberapa Negara di Arab seperti Jordan ,Iran dan Yaman. Hingga awal 2010, Yang memutuskan sekolah lagi untuk  peningkatan ijazah sambil menunggu kelahiran buah hati yang sudah lama ditunggunya. Dan di bulan Maret tgl 6 lahirlah seorang bayi laki-laki yang diberi Yan nama Corliss Mario Jocasta Simatupang. Putra pertamanya itu kini sudah berusia 1 tahun 8 bulan.

Setelah menyelesaikan studi, Yan memilih bekerja di perusahaan Singapura. Kapal milik perusahaan Singapura itu standby di Batam. Karena itu hampir setiap minggu Yan bisa ketemu anak dan istri di Tanjungpinang. ''Saya dapat merayakan Natal dan Tahun Baru bersama keluarga walaupun hanya beberapa hari tapi semua terasa Indah,''tulis Yan dalam wallnya.

Kini Yan pun sudah bisa menikmati penghasilan cukup besar. Rata-rata perbulannya, Yan menerima penghasilan puluhan juta perbulan. Bahkan Yan pun berkesempatan singgah di beberapa Negara di Asia (China ,Jepang, Taiwan, Thailand, Myanmar, Malaysia dan Singapura), di Middle East ( Dubai, Iran, Bahrain, Oman, Jordan dan Yaman) juga India

''Namun suatu saat saya akan buka usaha sendiri. Saya tidak ingin terus berlayar hingga akhir hayat. Bekerja sebagai pelaut penuh persaingan. Karena itu harus di dukung dengan keahlian dan keterampilan yang propesional. Bagi saya jadi pelaut bukanlah akhir dalam sebuah karir tapi awal untuk meniti karir untuk menjadi propesional sejati,''kata Yan. ****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar